Tragedi Hijau di Jantung Ilmu: Penambangan Ilegal Rusak Hutan Pendidikan Unmul dan Musnahkan Flora Endemik Kalimantan

  

Samarinda, Kalimantan Timur — Dalam diam dan kesunyian libur Lebaran, sebuah tragedi ekologis menyelinap ke jantung salah satu kawasan pendidikan kehutanan paling berharga di Indonesia. Hutan pendidikan milik Universitas Mulawarman (Unmul) di Samarinda, Kalimantan Timur, yang selama ini menjadi ruang belajar, riset, dan pelestarian flora endemik Kalimantan, kini porak poranda diterjang aktivitas tambang ilegal.

Sebidang lahan seluas 3,2 hektare, yang sebelumnya rimbun dengan aneka pohon endemik seperti ulin (Eusideroxylon zwageri)—sering disebut ‘raja kayu’ khas Kalimantan—kini hanya menyisakan hamparan tanah terbuka, bekas jejak roda ekskavator dan kendaraan tambang. Padahal, lahan tersebut merupakan bagian vital dari sistem pembelajaran Fakultas Kehutanan Unmul, sekaligus menjadi laboratorium hidup bagi mahasiswa dari berbagai kampus se-Kalimantan.

Kerusakan ini terungkap bukan dari tindakan aparat, melainkan dari kewaspadaan para mahasiswa yang tetap menjaga kawasan tersebut meski sebagian besar civitas akademika tengah menikmati waktu mudik Lebaran. Berkat mereka, kejahatan lingkungan ini bisa segera dihentikan, meski bekas luka di bumi dan ekosistem sudah terlanjur menganga.

 

Hutan Pendidikan: Harapan Masa Depan yang Dirampas

Hutan Pendidikan Universitas Mulawarman bukan sekadar kawasan hijau biasa. Terletak di wilayah strategis di Samarinda, hutan ini menjadi satu dari sedikit kawasan konservasi yang menyatu dengan fungsi akademik. Ia bukan hanya tempat untuk mempelajari teori-teori kehutanan, tetapi menjadi ruang praktik langsung mahasiswa untuk memahami ekologi, teknik pemetaan, silvikultur, hingga perlindungan keanekaragaman hayati.

Dalam wawancaranya, Dosen Fakultas Kehutanan Unmul, Rustam Fahmy, menuturkan dengan nada getir bagaimana aktivitas tambang ilegal telah meluluhlantakkan sebagian dari jantung pendidikan tersebut. “Ini bukan sekadar hutan, ini ruang belajar, ruang berpikir, bahkan ruang spiritual bagi banyak mahasiswa kami. Sekarang sebagian dari itu sudah hilang,” ucap Rustam pada Selasa, 8 April 2025.

Ia menjelaskan bahwa kawasan yang kini rusak sebenarnya adalah lokasi strategis untuk berbagai kegiatan lapangan mahasiswa. “Setiap semester kami melibatkan ratusan mahasiswa dalam berbagai kegiatan studi di sini. Mulai dari pemetaan vegetasi, penelitian mikroorganisme tanah, hingga konservasi pohon langka. Sekarang 3,2 hektare itu rata, seperti baru saja dijadikan lokasi pembangunan,” imbuhnya.

 

Modus Lama, Keberanian Baru: Serbuan Saat Libur

Peristiwa ini menambah deret panjang kasus penyerobotan lahan konservasi dan pendidikan oleh oknum penambang ilegal yang kerap memanfaatkan momen libur atau kelengahan pengawasan. Kali ini, pelaku tampaknya cukup lihai: menyerbu saat libur Lebaran, ketika sebagian besar staf dan mahasiswa tengah mudik.

Namun, keberanian mahasiswa Unmul patut diacungi jempol. Sejumlah dari mereka yang tetap berada di Samarinda tidak tinggal diam. Mereka melakukan patroli rutin di kawasan hutan pendidikan dan pada 4 April 2025, mencium adanya aktivitas mencurigakan. Tanpa menunggu komando resmi, para mahasiswa ini segera menginformasikan temuan tersebut kepada dosen dan pihak keamanan kampus.

Keesokan harinya, tim gabungan dari Fakultas Kehutanan, mahasiswa, dan pengelola hutan pendidikan melakukan investigasi lapangan. Dengan dukungan teknologi drone, mereka merekam visual keberadaan lima unit ekskavator serta dua truk tangki BBM di lokasi. Tak butuh waktu lama, operasi ilegal ini berhasil dihentikan langsung oleh pihak Unmul pada 5 April.

“Alat berat dan pelaku sudah kami usir dari lokasi. Tapi kerusakan sudah terlanjur terjadi. Kami tidak bisa membiarkan perusakan ini berlanjut, apalagi ini kawasan pendidikan,” kata Rustam.

 

Pohon Ulin dan Warisan yang Dihabisi

Salah satu aspek yang membuat kerusakan ini sangat memilukan adalah hilangnya sejumlah pohon endemik yang telah ditanam dan dirawat selama bertahun-tahun. Di antara tanaman yang hilang adalah pohon ulin—kayu keras Kalimantan yang dikenal langka dan lambat tumbuh. Pohon ini tidak hanya bernilai ekologis tinggi, tapi juga simbol kekuatan dan ketahanan hutan tropis Kalimantan.

“Ulin itu tumbuh sangat lambat. Bisa mencapai puluhan tahun hanya untuk setinggi dua meter. Kalau satu batang ulin tumbang, itu seperti membunuh sejarah puluhan tahun,” ungkap salah satu mahasiswa tingkat akhir yang ikut dalam patroli.

Selain ulin, beberapa spesies lain yang ikut rusak antara lain meranti, bangkirai, hingga beberapa jenis kayu buah-buahan hutan yang ditanam untuk tujuan pelestarian dan pendidikan biodiversitas.

 

Langkah Hukum dan Perjuangan Kampus

Menanggapi insiden ini, pihak Unmul tidak tinggal diam. Mereka segera menghubungi Gakkum KLHK (Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) dan Dinas Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Kalimantan Timur. Ini bukan kali pertama Unmul menghadapi ancaman dari aktivitas tambang ilegal, namun kali ini, langkah hukum diharapkan lebih tegas dan transparan.

“Tahun lalu kami juga sudah ajukan perlindungan ke Gakkum KLHK karena ada aktivitas tambang yang nyaris masuk ke zona kami. Tapi belum sempat selesai masalah lama, sudah ada serangan baru,” tutur Rustam.

Pihak KLHK, menurut informasi yang diterima, telah melakukan penyelidikan dan mulai melibatkan penyidik dari pusat. Sementara Dinas Kehutanan dan ESDM juga turut serta dalam verifikasi lokasi serta penelusuran izin tambang di kawasan tersebut. Namun dari awal investigasi, telah dapat dipastikan bahwa aktivitas ini tidak memiliki izin resmi dan merupakan pelanggaran serius terhadap kawasan konservasi pendidikan.

 

Benteng Terakhir Pengetahuan Alam

Kawasan hutan pendidikan seperti milik Unmul adalah salah satu dari sedikit ruang yang masih tersisa untuk generasi muda mempelajari hutan tropis secara langsung. Dalam konteks Kalimantan, hutan ini menjadi benteng terakhir pengetahuan alam yang terus digempur oleh kepentingan ekonomi jangka pendek.

Menurut data Yayasan Auriga Nusantara, Kalimantan Timur telah kehilangan lebih dari 50% tutupan hutannya sejak tahun 2000 akibat ekspansi tambang, perkebunan, dan pembangunan infrastruktur. Di tengah situasi tersebut, eksistensi hutan pendidikan Unmul menjadi simbol perlawanan terhadap kehancuran ekologis.

“Kalau sampai kawasan seperti ini saja tidak bisa dilindungi, lalu apa harapan kita menjaga hutan lainnya?” ucap seorang penggiat lingkungan dari Samarinda yang ikut mengawal kasus ini.

 

Suara Mahasiswa: Dari Aksi ke Advokasi

Gerakan mahasiswa Unmul pun tidak berhenti pada patroli dan penghentian aktivitas tambang. Kini mereka mulai menggalang solidaritas dan menyuarakan perlawanan lewat berbagai kanal, dari media sosial hingga forum akademik. Mereka juga mulai mengkaji potensi pelanggaran Undang-Undang Kehutanan dan Lingkungan Hidup yang bisa menjadi dasar tuntutan hukum terhadap para pelaku.

“Kami akan terus kawal sampai proses hukum berjalan. Ini bukan hanya tentang kampus kami, ini tentang masa depan hutan dan pendidikan di Indonesia,” ujar ketua BEM Fakultas Kehutanan Unmul dalam pernyataannya.

 

Desakan Publik: Jangan Ada Lagi Impunitas

Peristiwa ini memicu gelombang keprihatinan dari berbagai kalangan. Akademisi, LSM, hingga warga lokal mendesak pemerintah untuk tidak membiarkan pelaku tambang ilegal lepas begitu saja. Desakan ini muncul dari pengalaman buruk sebelumnya, di mana banyak kasus serupa berhenti di tengah jalan tanpa kejelasan penyelesaian hukum.

“Kami tidak ingin lagi mendengar bahwa pelaku hanya ‘tidak diketahui’ atau ‘kabur’. Alat berat mereka terlalu besar untuk sekadar hilang jejak. Harus ada akuntabilitas,” tegas Direktur Eksekutif Wahana Hijau Kalimantan, organisasi pemantau kehutanan independen.

 

Langkah Lanjut: Pemulihan Ekologis dan Rehabilitasi Edukasi

Sambil menanti kejelasan hukum, pihak kampus dan mahasiswa mulai menyusun rencana untuk rehabilitasi kawasan yang rusak. Rehabilitasi ini tidak hanya mencakup penanaman kembali pohon-pohon yang hilang, tetapi juga desain ulang kurikulum lapangan yang kini kehilangan lokasi vitalnya.

“Ini luka besar, tapi kami akan menjadikannya pelajaran hidup bagi mahasiswa. Kami akan ajak mereka menanam kembali, merawat kembali, dan membangun ulang hutan ini,” pungkas Rustam dengan nada haru.

 

Menjaga Hutan, Menjaga Bangsa

Tragedi di hutan pendidikan Unmul bukan hanya tentang hilangnya pohon atau rusaknya lahan. Ini adalah pengingat keras betapa rapuhnya perlindungan terhadap aset intelektual dan ekologis kita. Ketika ruang pendidikan dan konservasi pun diserbu oleh kepentingan tambang ilegal, maka seluruh bangsa patut bertanya: sejauh mana kita benar-benar serius menjaga warisan alam untuk generasi mendatang?

Kini semua mata tertuju pada proses hukum dan tindak lanjut dari aparat penegak hukum. Akankah mereka bertindak tegas dan memberi efek jera? Ataukah kasus ini akan menguap seperti banyak cerita luka hijau sebelumnya?

Yang pasti, bagi civitas akademika Unmul dan generasi muda Kalimantan Timur, semangat untuk mempertahankan hutan pendidikan tidak akan luntur. Dari reruntuhan pohon ulin hingga suara lantang mahasiswa, mereka akan terus menjaga satu hal yang tak bisa ditambang: masa depan.

Next Post Previous Post