Teror Gelang Emas di Simpang Keramat: Melinda dan Modus Perampokan Jalanan yang Terulang di Tarakan
Tarakan, Kalimantan Utara — Malam itu, suasana di sekitar
Jalan Sei Sesayap, tepatnya di simpang Keramat, tampak seperti biasanya: sepi,
temaram, dan angin malam bertiup pelan menyapu jalanan yang lengang. Namun
siapa sangka, di balik ketenangan tersebut, sebuah peristiwa mengejutkan
kembali terjadi — aksi kriminal yang menimpa seorang ibu rumah tangga, Melinda
Sari (32), meninggalkan trauma mendalam dan menjadi alarm keras bagi masyarakat
Kota Tarakan akan maraknya modus baru perampokan di jalanan.
Peristiwa ini terjadi pada Jumat malam, 4 April 2025, sekitar pukul 20.30 Wita. Saat itu, Melinda tengah dalam perjalanan pulang dari rumah kerabatnya, dengan santai mengendarai sepeda motor sambil membonceng anak-anaknya. Tak ada yang terlihat mencurigakan sebelumnya, kecuali satu hal — sebuah sepeda motor Scoopy berwarna hitam yang terus berada di dekatnya sejak dari lampu merah simpang Keramat.
Kronologi Mencekam dari Simpang Keramat
“Awalnya saya tidak berpikir aneh. Saya kira itu mungkin
hanya orang yang juga kebetulan satu arah,” ujar Melinda saat diwawancarai
keesokan harinya.
Namun, kecurigaan mulai muncul ketika sepeda motor tersebut secara konsisten tetap berada di sisi kanan motornya, meski Melinda telah berbelok dan mempercepat laju kendaraan. Pria yang mengendarai motor itu seolah terus memantau setiap gerak-gerik Melinda, bahkan sesekali memperlambat kendaraan seperti hendak memberi isyarat. “Tapi saya tetap berpikir positif. Mungkin dia hanya ingin mendahului,” tambahnya.
Sampai akhirnya, pada titik sepi di Jalan Sei Sesayap, tepat setelah lampu merah simpang Keramat, semua berubah dalam hitungan detik. Tanpa aba-aba, pria tersebut merapat ke arah kanan Melinda dan dengan cepat menyambar pergelangan tangan kanannya. Seketika itu pula, gelang emas yang diperkirakan seberat 10 gram dengan nilai sekitar Rp 12 juta, raib dari tangan Melinda.
“Saya kaget dan panik. Dia langsung tarik gelangnya dan tancap gas. Saya enggak bisa ngejar karena bawa anak kecil. Anak-anak saya juga langsung menangis karena terkejut,” ungkapnya dengan suara bergetar.
Gambaran Pelaku: Bertindak Sendiri, Taktik Terencana
Menurut kesaksian Melinda dan adiknya yang turut menyaksikan
kejadian dari belakang, pelaku adalah seorang pria bertubuh kurus, diperkirakan
berusia sekitar 40 tahun. Ia mengenakan pakaian serba hitam — jaket hitam,
masker hitam, dan helm hitam — serta mengendarai motor jenis Scoopy berwarna
senada. Penampilannya membuat sulit untuk dikenali secara jelas, namun
gerak-geriknya menunjukkan bahwa tindakan ini bukan spontan, melainkan hasil
pengintaian dan perencanaan yang matang.
“Dari awal dia sudah mepet dan seakan mengatur jarak. Dia juga sempat ngerem-ngerem terus di belakang kami. Jadi kelihatannya bukan orang yang baru ikut jalan, tapi sudah mengincar dari jauh,” ujar adik Melinda yang tak ingin disebutkan namanya.
Modus Lama dengan Wajah Baru
Kisah yang dialami Melinda ternyata bukan hal yang
benar-benar baru. Seorang teman Melinda, yang juga sempat hampir menjadi korban
di lokasi yang sama beberapa waktu lalu, mengungkapkan bahwa modus ‘pepet motor
lalu rampas perhiasan’ sudah pernah dialami warga lain.
“Teman saya itu untung sempat teriak dan pelakunya kabur. Tapi katanya, kejadian juga di simpang Keramat. Sama, malam hari, pas jalanan sepi,” terang Melinda. Hal ini memperkuat dugaan bahwa pelaku sudah mengamati lokasi dan mencari momen yang tepat untuk menyerang. Simpang Keramat, yang kerap menjadi titik persimpangan kendaraan malam hari, tampaknya menjadi lokasi favorit karena minim penerangan dan jarang ada patroli rutin.
Tindakan Cepat: Laporan Resmi dan Proses Penyelidikan
Tak lama setelah kejadian, Melinda langsung melaporkan
insiden tersebut ke Polsek Tarakan Timur. Ia membawa serta bukti dan memberikan
keterangan selengkap mungkin untuk membantu aparat melacak pelaku. Dalam
laporan itu, Melinda menjelaskan secara rinci mengenai ciri-ciri pelaku, sepeda
motor yang digunakan, waktu kejadian, dan kronologi secara berurutan.
Kapolsek Tarakan Timur, Ipda Juani Aing, membenarkan bahwa laporan tersebut telah diterima dan pihaknya sedang melakukan penyelidikan. “Kami masih mendalami kasus ini dan mengumpulkan keterangan dari korban maupun saksi. Juga, kami tengah memeriksa rekaman CCTV di sekitar lokasi kejadian. Perkembangan akan segera kami sampaikan jika ada titik terang,” ujar Juani singkat saat dimintai keterangan.
Pihak kepolisian menyatakan bahwa kasus ini masuk dalam kategori pencurian dengan kekerasan, dan jika terbukti pelaku merupakan residivis atau pelaku berulang, ancaman hukumannya bisa lebih berat.
Trauma yang Tinggal dan Ketakutan yang Menular
Lebih dari sekadar kerugian materi, kejadian ini menyisakan
trauma mendalam bagi Melinda dan keluarganya. Sang anak yang ikut dibonceng
saat kejadian kini menjadi lebih penakut saat bepergian, bahkan menolak naik
sepeda motor dalam beberapa hari setelah peristiwa tersebut.
“Saya tidak menyangka kejadian secepat itu bisa berdampak begitu besar. Anak saya jadi sering terbangun malam hari dan bilang ‘jangan naik motor, nanti ada orang jahat’,” ucap Melinda sambil menyeka air mata.
Sebagai ibu rumah tangga, Melinda mengaku mengenakan perhiasan bukan untuk pamer, tapi karena ia merasa aman di lingkungan tempat tinggalnya. Ia pun menekankan bahwa perhiasan itu adalah pemberian orang tua yang disimpannya selama bertahun-tahun sebagai kenangan.
Seruan untuk Waspada dan Peran Aktif Warga
Peristiwa yang menimpa Melinda memantik diskusi hangat di
kalangan warga setempat, terutama soal keamanan dan kesigapan warga dalam
mengenali potensi bahaya di jalan. Banyak warga yang kini menyuarakan
pentingnya sistem keamanan lingkungan yang lebih aktif, serta memperbanyak
titik kamera pengawas di area-area rawan.
“Sudah saatnya kita semua tidak hanya mengandalkan aparat. Kalau kita bisa saling jaga dan berbagi informasi soal kejadian-kejadian seperti ini, kita bisa antisipasi lebih dini,” ujar Ketua RT di wilayah simpang Keramat.
Ia juga menyarankan agar warga tidak sembarangan mengenakan perhiasan mencolok saat bepergian, terutama di malam hari atau saat jalanan sepi. Ia berharap pemerintah kota bisa ikut ambil bagian dengan meningkatkan penerangan jalan dan patroli berkala.
Aksi Cepat Warga dan Harapan Akan Solusi Jangka Panjang
Di sisi lain, sejumlah warga turut membentuk grup komunikasi
warga berbasis aplikasi perpesanan, untuk memudahkan pertukaran informasi
terkait keamanan lingkungan. Dalam grup tersebut, warga dapat melaporkan
kejadian mencurigakan, berbagi rekaman CCTV, hingga menyusun jadwal patroli
sukarela.
“Kita ingin Tarakan tetap aman. Jangan sampai karena ada satu-dua pelaku, seluruh warga jadi waswas tiap keluar rumah. Kita juga berharap polisi bisa segera menangkap pelakunya agar tidak makin banyak korban,” ujar salah satu warga yang tergabung dalam forum tersebut.
Ketika Kejahatan Tak Lagi Mengenal Waktu dan Tempat
Peristiwa perampokan yang dialami Melinda menjadi gambaran
nyata bahwa kejahatan bisa terjadi kapan saja, bahkan di tengah kota yang
relatif tenang seperti Tarakan. Modus ‘pepet motor dan rampas perhiasan’ bukan
lagi cerita dari kota besar saja — kini merambah ke wilayah yang dulu dianggap
aman dan tenteram.
Diperlukan sinergi antara masyarakat, aparat, dan pemerintah kota untuk mencegah agar kejadian seperti ini tidak berulang. Meningkatkan rasa saling peduli, memperkuat komunikasi antartetangga, dan memperluas sistem keamanan berbasis teknologi adalah langkah-langkah kecil namun strategis yang bisa dilakukan sejak sekarang.
Melinda mungkin telah kehilangan gelang emas yang berharga, namun dari peristiwa ini, kita semua mendapatkan pelajaran besar tentang pentingnya kewaspadaan dan solidaritas warga dalam menghadapi ancaman di lingkungan sekitar.
Kini, warga Tarakan berharap satu hal: agar pelaku segera tertangkap, keadilan ditegakkan, dan jalanan kota kembali menjadi tempat yang aman, bukan ladang operasi bagi penjahat jalanan.