Teror di Senja Hari: Air Keras dan Bayang-Bayang Ancaman di Rumah Sakit Jiwa Kalbar
Senin sore itu, langit Singkawang tampak muram meski belum
sepenuhnya gelap. Jalan Sebakuan yang biasanya ramai oleh lalu-lalang kendaraan
mulai sepi ketika waktu menunjukkan pukul 16.15 WIB. Namun suasana tenang itu
seketika berubah menjadi horor dalam sekejap mata. Kepala Bidang Keperawatan
Rumah Sakit Jiwa (RSJ) Provinsi Kalimantan Barat, Achmad, yang hendak pulang
dari tugas, mendadak menjadi sasaran serangan sadis: disiram air keras oleh
empat orang tak dikenal. Aksi keji ini menghebohkan masyarakat dan mengguncang
dunia medis di Kalimantan Barat.
Peristiwa ini bukan sekadar serangan fisik. Ia adalah alarm keras bagi dunia kemanusiaan, tentang bagaimana kekerasan bisa menyusup bahkan ke dalam ranah yang seharusnya steril dari kebencian: dunia pelayanan kesehatan mental. Gubernur Kalimantan Barat, Ria Norsan, pun turun tangan langsung, meminta aparat penegak hukum bergerak cepat. “Kami tidak ingin kejadian ini berlalu begitu saja. Ini menyangkut nyawa dan rasa aman pegawai. Pelaku harus ditemukan dan dihukum setimpal,” tegasnya dengan nada prihatin namun penuh ketegasan.
Serangan yang Membawa Luka Fisik dan Psikologis
Achmad, seorang perawat senior yang telah mengabdi belasan
tahun, sore itu tidak pernah menyangka bahwa ia akan menjadi korban dari
kekejaman yang bahkan tak mampu diimajinasikan. Ketika ia melangkah keluar dari
kompleks RSJ, tidak jauh dari gerbang utama, sebuah sepeda motor yang
ditumpangi empat pria mendekat. Tanpa basa-basi, mereka menyiramkan cairan
beracun ke arah wajahnya. Jeritannya mengagetkan warga sekitar. Tubuhnya
menggeliat, dan rasa panas membakar langsung menjalari kulit wajah dan bagian tubuh
lainnya.
Ia langsung dilarikan ke Rumah Sakit Abdul Aziz, Kota Singkawang. Di sana, tim medis segera memberikan pertolongan intensif. Luka bakar di kelopak mata dan beberapa bagian tubuh lainnya membuat kondisinya kritis. Namun, kabar baiknya, ia tidak mengalami kebutaan total meski sempat dikhawatirkan demikian. Dokter menyatakan bahwa korban akan menjalani serangkaian observasi lanjutan dan kemungkinan besar memerlukan operasi rekonstruksi wajah.
Namun luka yang lebih dalam justru bersarang di benak para rekan kerja dan keluarga korban. RSJ Kalbar yang dikenal sebagai tempat rehabilitasi jiwa, kini seakan menjadi lokasi tragedi. Para pegawai yang biasa berjibaku membantu orang dengan gangguan mental, kini harus menghadapi teror yang justru menyasar mereka sendiri.
Bayang-Bayang Ancaman yang Sudah Lama Mengintai
Menurut keterangan seorang saksi mata yang juga pegawai RSJ,
Achmad bukanlah orang yang baru kali ini mengalami teror. “Sudah beberapa bulan
terakhir beliau sering mendapatkan ancaman. Kadang lewat pesan singkat, kadang
juga lewat telepon tak dikenal,” ungkapnya, meminta agar namanya dirahasiakan.
Namun, karena tak ada tanda-tanda konkret, ancaman tersebut hanya dianggap
sebagai bentuk tekanan pekerjaan biasa. “Tapi siapa sangka ternyata bisa sampai
begini... disiram air keras... Kami semua shock.”
Kejadian ini membuat pegawai RSJ Kalbar diliputi kecemasan. Suasana kerja yang tadinya fokus pada pelayanan pasien berubah menjadi penuh ketakutan. “Kami berharap pelaku segera ditangkap, karena bagaimana kami bisa bekerja tenang kalau keselamatan sendiri terancam?” ucap saksi tersebut. Keresahan ini kini menjadi perhatian pemerintah daerah.
Polisi Bergerak: Serius Usut dan Tangkap Pelaku
Menanggapi laporan tersebut, jajaran kepolisian dari Polres
Singkawang langsung turun tangan. Kasat Reskrim, AKP Dedi Sitepu, mengonfirmasi
bahwa pihaknya telah menerima laporan dari keluarga korban pada pukul 16.15
WIB, tak lama setelah kejadian. “Kami langsung lakukan penyelidikan di sekitar
Tempat Kejadian Perkara (TKP), termasuk memeriksa rekaman CCTV dan meminta
keterangan saksi-saksi,” jelas Dedi.
Polisi juga telah melakukan olah TKP dan saat ini terus memburu jejak para pelaku. Dugaan sementara mengarah pada motif pribadi, meski belum bisa dipastikan. “Kami masih dalami, apakah ini berkaitan dengan pekerjaan korban, masalah pribadi, atau faktor lain,” tambahnya. Penyelidikan sementara menunjukkan bahwa pelaku tampaknya telah memantau pergerakan korban sejak siang hari, sehingga tahu betul kapan dan di mana harus melancarkan serangan.
Spekulasi Motif: Antara Dendam dan Tekanan Profesional
Di balik kejadian tragis ini, muncul banyak spekulasi
tentang motif. Apakah Achmad memiliki konflik internal di tempat kerja? Apakah
ia sedang menangani kasus yang membuat pihak tertentu tidak nyaman? Di
lingkungan RSJ, tugas Achmad sebagai Kepala Bidang Keperawatan membuatnya
bersinggungan dengan berbagai elemen, mulai dari pasien, keluarga pasien,
hingga pegawai internal.
“Tidak semua orang suka dengan perubahan,” ujar seorang rekan kerja yang juga meminta namanya tidak disebutkan. Menurutnya, sejak menjabat sebagai Kabid Keperawatan, Achmad dikenal tegas dalam menegakkan disiplin kerja. Ia juga beberapa kali melakukan rotasi tugas dan menegur pegawai yang tidak disiplin. Hal itu diduga bisa memicu ketidaksenangan sejumlah pihak. “Tapi tetap saja, ini tidak bisa dibenarkan. Apapun masalahnya, menyiram air keras itu tindakan biadab.”
Namun dugaan lain menyebut bahwa ada kemungkinan keterlibatan pihak luar. RSJ sebagai institusi layanan publik kerap kali menghadapi tekanan, baik dari keluarga pasien yang tidak puas, hingga kemungkinan adanya gangguan dari pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Polisi belum memberikan keterangan resmi mengenai arah penyelidikan, namun tidak menutup kemungkinan bahwa serangan ini adalah puncak dari rangkaian teror yang selama ini dialami korban.
Gubernur Bicara: Ini Serangan terhadap Kemanusiaan
Gubernur Kalbar, Ria Norsan, tak tinggal diam. Ia mengutuk
keras kejadian ini dan menyebutnya sebagai tindakan kriminal yang sangat
meresahkan. “Ini bukan hanya serangan terhadap pribadi Achmad, tapi terhadap
sistem kesehatan kita. Ini adalah serangan terhadap kemanusiaan,” ujarnya dalam
konferensi pers di kantor gubernur.
Ia meminta agar aparat kepolisian benar-benar serius menangani kasus ini dan segera menangkap pelaku. “Kita tidak bisa membiarkan rasa takut menguasai tenaga kesehatan kita. Mereka garda terdepan dalam menangani orang-orang yang membutuhkan,” tegasnya.
Pemerintah Provinsi Kalbar juga berkomitmen untuk memberikan dukungan penuh kepada korban dan keluarganya. “Kami akan bantu semua keperluan pengobatan Achmad, baik itu operasi maupun pemulihan psikologis. Selain itu, kami juga akan memperketat pengamanan di RSJ agar kasus serupa tidak terulang.”
Panggilan untuk Perlindungan Tenaga Medis
Kasus penyiraman air keras terhadap tenaga kesehatan seperti
Achmad membuka kembali luka lama tentang betapa rentannya profesi ini terhadap
kekerasan. Dalam beberapa tahun terakhir, Indonesia telah mencatat sejumlah
kasus kekerasan terhadap dokter, perawat, bahkan petugas ambulans. Sayangnya,
belum ada sistem perlindungan yang benar-benar kokoh untuk memastikan
keselamatan mereka.
Dalam konteks RSJ, tantangan bahkan lebih kompleks. Mereka tidak hanya harus menghadapi tekanan kerja yang tinggi, tetapi juga beban psikologis akibat menghadapi pasien dengan gangguan jiwa. Dan ketika ancaman datang dari luar, sistem perlindungan nyaris tidak ada.
Serikat Pekerja Kesehatan Kalbar pun turut angkat bicara. Mereka mendesak agar pemerintah segera merancang regulasi perlindungan khusus bagi tenaga kesehatan di lingkungan berisiko tinggi seperti rumah sakit jiwa. “Kami tidak ingin menjadi martir tanpa perlindungan,” ujar salah satu juru bicara serikat.
Keadilan Harus Ditegakkan, Rasa Aman Harus Dipulihkan
Kini, semua mata tertuju pada proses hukum. Apakah pelaku
akan tertangkap? Akankah motif mereka terungkap? Dan yang paling penting:
akankah sistem kita mampu mencegah kasus serupa terjadi di masa depan?
Achmad mungkin akan pulih secara fisik, namun trauma yang ia dan rekan-rekannya alami tidak akan mudah hilang. Kejadian ini seharusnya menjadi momentum introspeksi bagi semua pihak—bahwa dalam upaya membangun sistem kesehatan yang kuat, keselamatan tenaga medis adalah fondasi yang tidak bisa diabaikan.
Serangan itu terjadi hanya dalam hitungan detik. Tapi dampaknya akan dikenang bertahun-tahun. Kini, satu-satunya yang bisa menambal luka ini adalah keadilan—keadilan yang nyata, bukan sekadar janji.