Peredaran Oli Palsu Capai Rp85 Miliar per Bulan di Kalbar, Wagub Krisantus Desak Pertamina dan Aparat Bertindak Tegas

  

Kubu Raya, Kalbar – Provinsi Kalimantan Barat (Kalbar) kini tengah diguncang isu serius yang mengancam tidak hanya perekonomian lokal, tetapi juga keselamatan masyarakat. Dugaan peredaran oli palsu yang ditaksir mencapai nilai transaksi fantastis sebesar Rp85 miliar per bulan menjadi sorotan tajam Wakil Gubernur Kalbar, Drs. Krisantus Kurniawan, M.Si.

Dalam pernyataan resminya saat menghadiri Rapat Kerja Provinsi (Rakerprov) Ikatan Motor Indonesia (IMI) Kalbar di Kubu Raya, Krisantus menyuarakan keprihatinan mendalam sekaligus mendesak Pertamina—sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang dirugikan langsung dalam kasus ini—untuk segera mengambil tindakan konkret. Ia menilai keterlambatan Pertamina dalam menyikapi masalah ini justru membuka ruang lebih besar bagi praktik ilegal tersebut untuk terus berlangsung.

“Saya sudah lihat sendiri empat kaleng oli palsu yang diteliti. Jika saya dan pak Yuliansyah saja sudah menjadi korban, bisa dibayangkan berapa banyak masyarakat lainnya yang ikut dirugikan,” ujar Krisantus dengan nada serius, menyebut nama Anggota DPR RI sekaligus Ketua Pengprov IMI Kalbar, Yuliansyah.

 

Merek Pertamina Diduga Dipalsukan, Produksi Berasal dari Cina

Dari hasil temuan awal, oli-oli palsu tersebut diduga kuat diproduksi di luar negeri, tepatnya dari Cina, dan kemudian diedarkan secara masif di Kalimantan Barat dengan mengusung merek dagang milik Pertamina. Hal ini tentu menjadi tamparan keras bagi Pertamina, karena selain nama baik perusahaan tercemar, konsumen pun kehilangan kepercayaan terhadap produk BUMN yang selama ini menjadi andalan masyarakat Indonesia.

Krisantus menyayangkan sikap pasif Pertamina dalam menghadapi kasus ini. Menurutnya, sebagai pemilik merek yang dirugikan secara langsung, Pertamina seharusnya sudah melaporkan temuan ini ke aparat penegak hukum.

“Merek mereka dipakai, produk mereka dipalsukan, tapi belum ada laporan resmi ke kepolisian. Ini tidak bisa dibiarkan. Kalau tidak segera ditindak, maka yang dirugikan bukan hanya perusahaan, tapi juga masyarakat luas,” tegas politisi PDI Perjuangan ini.

 

Kerugian Multidimensi: Ekonomi, Kepercayaan Publik, hingga Keselamatan

Isu oli palsu ini bukan hanya soal pelanggaran hak merek atau persaingan usaha tidak sehat, tapi telah menyentuh ranah keselamatan dan kesejahteraan masyarakat. Krisantus menegaskan, kualitas oli palsu sangat jauh dari standar, sehingga berpotensi merusak mesin kendaraan secara permanen. Akibatnya, masyarakat harus menanggung beban ekonomi tambahan karena harus melakukan perbaikan mesin yang rusak akibat penggunaan produk palsu tersebut.

“Kalau oli palsu dipakai, mesin kendaraan bisa jebol. Biaya perbaikannya tidak murah. Ini jelas menambah beban masyarakat, khususnya mereka yang ekonominya pas-pasan,” jelasnya.

Selain itu, dampak ekonomi lainnya adalah hilangnya potensi pemasukan daerah dari pajak atas distribusi oli resmi. Peredaran oli ilegal jelas tidak tercatat dalam sistem perpajakan, sehingga merugikan pemerintah daerah yang sangat membutuhkan penerimaan daerah untuk mendanai berbagai program pembangunan.

“Kalau oli palsu terus beredar, distribusi oli resmi akan terganggu. Ini artinya pemasukan dari sektor pajak juga hilang. Ini bukan kerugian kecil,” imbuhnya.

 

Koordinasi dan Desakan kepada Penegak Hukum

Krisantus menyatakan bahwa Pemerintah Provinsi Kalbar tidak akan tinggal diam. Ia berjanji akan segera menjalin koordinasi lebih lanjut dengan pihak Pertamina dan aparat penegak hukum, termasuk Kepolisian Daerah Kalbar dan Kejaksaan Tinggi, guna menindaklanjuti kasus ini secara menyeluruh.

“Kami akan pastikan pihak Pertamina diajak duduk bersama. Ini bukan masalah sepele. Penegak hukum juga harus dilibatkan, agar pelaku bisa diproses sesuai hukum yang berlaku,” ucapnya.

Dalam kesempatan yang sama, Krisantus juga mengajak seluruh pihak, termasuk pelaku industri otomotif, konsumen, serta pengelola bengkel dan toko onderdil, untuk lebih waspada dan berani melaporkan jika menemukan indikasi peredaran oli palsu di wilayahnya masing-masing.

“Ini harus menjadi gerakan bersama. Kalau kita diam, kita turut membiarkan kejahatan ini tumbuh subur,” katanya penuh semangat.

 

Pesan Tegas: Hukum Harus Ditegakkan Tanpa Pandang Bulu

Wagub Kalbar ini juga memberikan peringatan keras bahwa siapapun yang terlibat dalam jaringan peredaran oli palsu, baik produsen, distributor, hingga oknum-oknum yang memfasilitasi peredaran produk tersebut, harus diproses secara hukum tanpa ada pengecualian.

“Siapapun yang terlibat harus diproses, tanpa pandang bulu. Kita tidak boleh kompromi terhadap kejahatan ekonomi semacam ini, apalagi jika sampai membahayakan rakyat,” tegasnya.

 

Harapan untuk Masa Depan: Standarisasi dan Edukasi Publik

Sebagai langkah preventif jangka panjang, Krisantus juga mengusulkan agar Pertamina dan instansi terkait melakukan edukasi menyeluruh kepada masyarakat mengenai ciri-ciri oli asli dan oli palsu. Ia mendorong agar mekanisme distribusi produk Pertamina juga diperkuat, misalnya melalui penggunaan QR Code, sistem pelacakan digital, atau kerja sama resmi dengan bengkel-bengkel mitra.

“Edukasi publik penting agar masyarakat bisa lebih bijak dan cermat. Kalau masyarakat paham perbedaan oli asli dan palsu, maka pasar untuk oli ilegal otomatis akan menurun,” jelasnya.

 

Kolaborasi Demi Keselamatan dan Ekonomi Daerah

Di akhir pernyataannya, Krisantus menyampaikan bahwa penanganan kasus peredaran oli palsu ini bukan semata-mata tugas satu pihak saja. Diperlukan sinergi antara pemerintah, BUMN, aparat penegak hukum, dan masyarakat. Dengan kolaborasi semua unsur tersebut, Kalbar diharapkan dapat terbebas dari praktik-praktik ilegal yang merugikan banyak pihak.

“Mari kita bersatu menyelesaikan masalah ini. Ini bukan hanya soal oli, tapi tentang keselamatan masyarakat, keberlanjutan ekonomi daerah, dan nama baik bangsa,” pungkasnya.

Isu oli palsu ini menjadi pengingat bahwa pengawasan terhadap produk beredar di pasar harus diperketat. Tindakan nyata dan cepat sangat dibutuhkan agar kepercayaan masyarakat terhadap produk nasional tidak terkikis, dan agar Kalimantan Barat dapat melangkah maju tanpa dibebani oleh ancaman praktik-praktik curang semacam ini.

Next Post Previous Post