“Gratis Pol” Menggema dari Bumi Etam: Langkah Strategis Kaltim Bangun SDM Unggul di Era IKN
Samarinda, Kalimantan Timur – Sorak sorai dan tepuk tangan
membahana di Plenary Hall Sempaja, Senin pagi, 21 April 2025. Udara di ruangan
megah itu terasa penuh semangat dan harapan. Bukan tanpa alasan—Pemerintah
Provinsi Kalimantan Timur (Pemprov Kaltim) tengah menorehkan sejarah baru
dengan meluncurkan program andalan mereka: Gratis Pol. Program ini menjadi
titik tolak transformasi besar-besaran di bidang pendidikan, kesehatan, dan
sosial bagi masyarakat Bumi Etam.
Yang membuat peluncuran ini semakin menggugah adalah bertepatan dengan Hari Kartini. Sebuah momentum yang sarat makna tentang perjuangan, kesetaraan, dan keberanian melangkah ke masa depan yang lebih cerah.
Gratis Pol: Lebih dari Sekadar Program, Ini Gerakan Perubahan
Gratis Pol bukan nama program biasa. Ia mengandung makna
besar di balik dua kata yang sederhana. Kata “Gratis” menyiratkan pembebasan
dari beban, sementara “Pol”—dalam konteks lokal—merujuk pada “pol-polan” atau
totalitas. Maka tak heran jika Gubernur Kalimantan Timur, H. Rudy Mas’ud,
dengan penuh semangat menyebut program ini sebagai "lompatan besar menuju
keadilan sosial yang sejati."
Dalam pidato peluncurannya, Rudy berdiri di atas panggung, bukan sebagai pejabat yang ingin disanjung, tetapi sebagai pelayan rakyat yang ingin membuat perubahan nyata. "Ini hari bersejarah. Saya berdiri di sini tak lebih sebagai pelayan rakyat. Kami ingin masyarakat Kalimantan Timur hidup lebih baik dan lebih bermartabat," ujar Rudy dengan lantang.
Ia menegaskan bahwa pembangunan sumber daya manusia (SDM) merupakan pondasi mutlak untuk kemajuan daerah, apalagi dengan hadirnya Ibu Kota Nusantara (IKN) yang kini menjadi simbol masa depan Indonesia. Namun bagi Rudy dan pasangannya, Wakil Gubernur Seno Aji, transformasi ini bukan semata-mata karena IKN. “Ini adalah kebutuhan mendesak. Kita harus menyiapkan SDM kita untuk sejajar dengan kota-kota besar dunia, bukan hanya jadi penonton,” tegasnya.
Target Ambisius: 30 Persen Anak Kaltim Kuliah, Sekolah Sampai Sarjana
Data yang disampaikan Rudy membuka mata banyak pihak. Saat
ini, hanya sekitar 12 persen anak-anak Kalimantan Timur yang melanjutkan
pendidikan ke perguruan tinggi. Angka ini jauh dari ideal. “Minimal 20 persen
agar kita bisa sejajar dengan negara maju,” kata Rudy. Namun ia tak berhenti di
situ. Targetnya lebih tinggi: 25 hingga 30 persen.
Untuk mencapainya, langkah konkret pun dirancang, mulai dari beasiswa kuliah secara menyeluruh, kerja sama dengan lebih dari 50 perguruan tinggi, hingga pembebasan biaya pendidikan dari jenjang dasar sampai tinggi. “Kami ingin rata-rata lama sekolah di Kaltim meningkat dari 12 tahun ke 16 tahun. Itu artinya setara sarjana,” ucap Rudy. Langkah ini juga menjadi simbol bahwa pendidikan bukan lagi hak istimewa, tapi hak dasar setiap anak Bumi Etam.
Penandatanganan MoU dan Simbolisasi Program: Aksi Nyata, Bukan Janji
Peluncuran program bukan sekadar seremoni. Gubernur Rudy
Mas’ud bersama Wakil Gubernur Seno Aji, Sekretaris Daerah Sri Wahyuni, dan
Ketua DPRD Kaltim Hasanuddin Mas’ud menekan tombol LED Cube sebagai simbol
resmi dimulainya era Gratis Pol.
Tak lama kemudian, panggung menjadi saksi sejarah lain—penandatanganan nota kesepahaman (MoU) dengan 53 perguruan tinggi negeri dan swasta. Ini bukan hanya angka, melainkan kemitraan strategis yang akan menjangkau ribuan mahasiswa dari seluruh pelosok Kaltim.
Tak kalah penting, kerja sama dengan BPJS juga diteken untuk menjamin layanan kesehatan gratis yang terintegrasi bagi seluruh masyarakat. Gubernur bahkan menggarisbawahi, "Kesehatan tak boleh jadi barang mahal. Di Kaltim, sehat adalah hak, bukan kemewahan."
Lebih dari Pendidikan dan Kesehatan: Sosial dan Keagamaan Juga Diperhatikan
Salah satu aspek yang membuat Gratis Pol unik adalah
keberaniannya untuk merangkul sektor sosial dan keagamaan. Di antara program
yang disiapkan adalah:
- Bebas biaya administrasi kepemilikan rumah.
- Seragam sekolah gratis.
- Internet gratis untuk desa-desa terpencil.
- Umrah gratis bagi marbot masjid.
Simbolisasi pun dilakukan secara langsung. Seorang siswi SMP Luar Biasa, Syaifah Salma Atqia, menerima seragam sekolah langsung dari tangan Gubernur. Lima kepala desa menerima fasilitas internet gratis untuk wilayah mereka. Dan lima marbot masjid diberangkatkan umrah secara simbolis. Semua elemen masyarakat—anak-anak, tokoh adat, pemuka agama, pejabat, hingga mahasiswa—dilibatkan dalam pesta demokrasi sosial ini.
Hadirnya Seluruh Elemen: Dari Wali Kota Hingga Tokoh Adat
Acara peluncuran Gratis Pol menjadi magnet besar. Para
bupati dan wali kota dari seluruh penjuru Kaltim hadir. Pimpinan perguruan
tinggi, tokoh adat dan agama, hingga ratusan siswa dari berbagai jenjang
pendidikan turut menyemarakkan acara.
Kebersamaan ini menandakan bahwa Gratis Pol bukan milik satu atau dua orang. Ia adalah milik rakyat Kaltim—oleh rakyat, untuk rakyat, dan demi masa depan rakyat.
Wakil Gubernur Seno Aji, yang dikenal vokal dalam isu-isu pendidikan dan budaya lokal, menyampaikan bahwa pembangunan tidak bisa hanya berbicara beton dan infrastruktur. “Kita harus membangun manusia, membangun karakter. Itulah mengapa Gratis Pol hadir. Untuk menyentuh yang paling mendasar dalam hidup kita,” katanya dengan suara bergetar.
Semangat Kartini dan Perempuan Kaltim
Kebetulan atau takdir, peluncuran Gratis Pol yang jatuh pada
21 April bertepatan dengan Hari Kartini. Bagi banyak hadirin, momen ini menjadi
pengingat akan pentingnya memberikan akses yang sama kepada perempuan dalam
pembangunan. “Kartini dulu berjuang agar perempuan bisa belajar. Hari ini kita
buktikan, semua anak Kaltim—laki-laki dan perempuan—punya hak yang sama untuk
maju,” ucap Sri Wahyuni, Sekretaris Daerah Kaltim.
Beberapa tokoh perempuan Kaltim pun turut memberikan testimoni. Mereka menilai Gratis Pol bisa menjadi alat pemberdayaan yang nyata, terutama bagi ibu-ibu di desa yang selama ini kesulitan menyekolahkan anak atau mengakses layanan kesehatan.
Jalan Panjang, Tapi Dimulai dengan Langkah Pertama
Tentu saja, program sebesar ini tak lepas dari tantangan.
Masih banyak yang harus dibenahi: infrastruktur pendidikan di daerah terpencil,
sinergi antara pusat dan daerah, hingga pendampingan berkelanjutan bagi
penerima manfaat.
Namun semangat yang tergambar di Plenary Hall Sempaja hari itu tak terbantahkan. Semua yang hadir tampak sepakat: ini adalah awal dari era baru di Kalimantan Timur. Sebuah era yang menjadikan manusia sebagai pusat dari segala pembangunan.
Sebagai penutup, Gubernur Rudy Mas’ud mengutip pepatah Bugis yang menyentuh, “Resopa temmangingngi namalomo naletei pammase dewata”—hanya dengan kerja keras dan niat baik, rahmat Tuhan akan turun. Dan itulah yang kini sedang diperjuangkan di Bumi Etam.
Ketika Pemerintah Tak Lagi Jadi Penonton, Tapi Penggerak
“Gratis Pol” bukanlah utopia. Ia adalah sketsa masa depan
yang sedang dikerjakan bersama-sama. Dari ruang-ruang kelas yang kini tak lagi
membebani orang tua, hingga desa-desa terpencil yang akhirnya terkoneksi ke
dunia digital, Kaltim tengah menulis babak baru.
Jika berhasil, program ini bisa menjadi role model nasional. Jika sungguh diterapkan dengan integritas dan konsistensi, bukan mustahil Kalimantan Timur akan berdiri sejajar, bukan hanya dengan Jakarta atau Surabaya, tapi bahkan dengan kota-kota dunia.
Dan semua itu dimulai hari ini, dari satu panggung di Sempaja. Dari satu tekad: untuk manusia yang lebih baik, untuk Kaltim yang lebih bermartabat.