Dibalik Megahnya IKN, Tikus Mengintai di Tiap Sudut Kota

IKN, Kalimantan Timur – Ibu Kota Nusantara (IKN), simbol transformasi Indonesia menuju masa depan, kini menghadapi tantangan yang tak terduga: invasi tikus. Serangan hewan pengerat ini mengejutkan banyak pihak, termasuk para pengunjung yang datang dari berbagai daerah selama libur Lebaran 2025. Di tengah pemandangan gedung-gedung megah yang menjulang di antara hamparan hutan yang baru dibuka, keberadaan tikus dalam jumlah signifikan memunculkan kekhawatiran dan juga pertanyaan—apa yang sebenarnya terjadi di balik kemegahan IKN?

Situasi ini viral di media sosial. Video-video yang menampilkan tikus berlarian di sudut-sudut Kawasan Inti Pusat Pemerintahan (KIPP) menyebar cepat di berbagai platform, dari Instagram hingga TikTok. Banyak warganet yang menyatakan keheranannya—bagaimana mungkin pusat pemerintahan masa depan Indonesia justru tampak kewalahan menghadapi serbuan tikus?

Namun di balik fenomena ini, terdapat penjelasan yang cukup logis. Thomas Umbu Pati Tena, Deputi Bidang Pengendalian Pembangunan Otorita IKN, memberikan tanggapan resmi saat ditemui di lokasi. “Ini kan dahulu hutan, area perbukitan dan sebagainya, ini ada banyak juga sarang tikus ya,” ujar Thomas kepada Beritasatu.com pada Minggu, 6 April 2025.

Thomas menjelaskan bahwa lahan tempat berdirinya KIPP IKN dulunya merupakan habitat alami berbagai satwa liar, termasuk tikus. Proses konversi lahan dari hutan ke pusat pembangunan yang masif tentu mengusik keseimbangan ekologis, termasuk memaksa hewan-hewan keluar dari sarang alaminya dan mencari habitat baru—yang dalam banyak kasus, adalah gedung-gedung yang kini dibangun.

 

Strategi Penanganan: Dari Perangkap ke Edukasi

Menghadapi lonjakan populasi tikus yang tak terduga ini, Otorita IKN tidak tinggal diam. Melalui Kedeputian Sosial Pemberdayaan Masyarakat, khususnya bidang kesehatan, langkah-langkah antisipatif telah digencarkan. Salah satunya adalah penyebaran ratusan perangkap tikus di berbagai sudut strategis dalam kawasan KIPP.

“Kami sudah membagikan perangkap dan juga obat untuk menekan populasi. Tentu ini bukan pekerjaan sekali selesai. Harus ada upaya berkelanjutan,” jelas Thomas. Menurutnya, kolaborasi lintas bidang sangat diperlukan, termasuk melibatkan para ahli lingkungan, petugas kesehatan, dan komunitas lokal untuk membangun sistem pengendalian hama terpadu.

Namun demikian, tantangan terbesar ternyata bukan hanya berasal dari alam, tetapi juga dari perilaku manusia. Banyaknya sampah yang dibuang sembarangan oleh pengunjung menjadi salah satu pemicu meningkatnya populasi tikus di kawasan IKN.

“Kita sudah siapkan tempat sampah, kita pasang papan informasi, tapi kalau pengunjungnya tidak peduli, ya tetap jadi masalah,” ungkap seorang petugas kebersihan yang ditemui saat sedang memunguti botol plastik di sekitar area kantor pemerintahan.

 

Wisatawan Terkejut, Antara Kagum dan Kecewa

Selama libur Lebaran 2025, kunjungan ke IKN meningkat tajam. Ribuan orang dari berbagai daerah di Indonesia, bahkan dari luar negeri, datang untuk menyaksikan langsung progres pembangunan ibu kota baru. Sebagian dari mereka datang karena penasaran, sebagian lagi karena ingin mendokumentasikan keindahan arsitektur IKN yang kini mulai terlihat.

Dua wisatawan asal Jawa Tengah, Via dan Sarah, mengaku sangat kagum saat pertama kali menginjakkan kaki di kawasan IKN. “Keren banget. Gedungnya megah, jalanannya lebar, suasananya masih alami tapi modern,” ujar Via sambil mengarahkan kameranya ke gedung Kementerian yang baru selesai dibangun.

Namun, rasa kagum itu tak berlangsung lama. Mereka kaget melihat tikus berlarian di beberapa sudut taman dan dekat tempat makan. “Kami melihat beberapa ekor tikus di sekitar trotoar dan taman. Awalnya sempat mikir itu hewan biasa, tapi ternyata banyak banget,” kata Sarah.

Yang paling disayangkan oleh keduanya adalah kondisi kebersihan yang kurang dijaga oleh pengunjung lain. “Padahal sudah banyak tulisan-tulisan tempat sampahnya harus ditaruh di mana, tapi tetap saja banyak yang buang sembarangan,” tambah Via.

 

Transformasi Ekologi: Dampak Tak Terelakkan dari Urbanisasi

Fenomena “serangan tikus” di IKN sebenarnya bukanlah hal yang mengejutkan dalam konteks ekologi urban. Proses urbanisasi yang cepat, terutama di wilayah yang sebelumnya merupakan ekosistem alami, hampir selalu membawa konsekuensi berupa migrasi paksa satwa liar. Dalam kasus IKN, tikus menjadi simbol dari gangguan ekologis tersebut.

Menurut pakar ekologi dari Universitas Mulawarman, Dr. Anindya Putri, keberadaan tikus dalam jumlah besar di kawasan pembangunan seperti IKN adalah gejala umum dari “ecological displacement”. “Tikus adalah spesies yang sangat adaptif. Ketika habitat alaminya terganggu, mereka cepat mencari tempat baru, terutama yang menyediakan makanan dan tempat berlindung,” jelasnya.

Dr. Anindya menyarankan agar pemerintah tidak hanya fokus pada pengendalian dengan racun atau perangkap, tetapi juga melakukan pendekatan ekologis. “Kita bisa menanam tanaman pengusir tikus, mendatangkan predator alami seperti burung hantu, dan mengatur ulang sistem pembuangan sampah agar tidak menarik hewan-hewan liar,” ujarnya.

 

Tantangan Menuju Kota Ramah Lingkungan

IKN dibangun dengan visi besar: menjadi kota masa depan yang cerdas, hijau, dan inklusif. Namun, insiden serangan tikus ini menunjukkan bahwa impian tersebut masih menghadapi banyak tantangan di lapangan. Pembangunan fisik ternyata harus diimbangi dengan manajemen lingkungan yang cermat dan berkelanjutan.

Dalam konteks ini, edukasi publik menjadi sangat penting. Mengubah perilaku masyarakat, termasuk kesadaran membuang sampah pada tempatnya, akan menentukan masa depan IKN. Kota yang canggih secara teknologi, tetapi tidak bersih dan sehat, tentu akan kehilangan daya tariknya.

Beberapa komunitas warga lokal dan relawan mulai turun tangan. Mereka menggelar kampanye kebersihan, membagikan kantong sampah kepada pengunjung, hingga membuat mural edukatif tentang pentingnya menjaga kebersihan dan menghormati lingkungan.

 

IKN Belajar dari Kota-Kota Dunia

Fenomena seperti ini juga pernah terjadi di kota-kota besar dunia. Misalnya, New York pernah mengalami lonjakan populasi tikus saat terjadi pembangunan besar-besaran di Manhattan. Begitu pula dengan Singapura, yang terkenal bersih sekalipun, tetap harus menangani masalah hama secara sistematis dan berkelanjutan.

“Kami mempelajari best practice dari kota-kota global,” ujar Thomas. Menurutnya, tim Otorita IKN telah menjalin komunikasi dengan pakar dari luar negeri dalam mengembangkan sistem pengelolaan lingkungan kota yang responsif.

“Semua kota besar pernah mengalami ini. Bedanya, seberapa cepat dan efektif kita menghadapinya. Kami tidak akan membiarkan masalah ini menjadi permanen,” tegasnya.

 

Menuju IKN yang Benar-Benar Layak Huni

Kasus ini bisa menjadi momentum refleksi: bahwa membangun kota tidak hanya soal beton, jalan, dan gedung tinggi. Keseimbangan ekologis, edukasi warga, pengelolaan sampah, hingga perlindungan habitat asli juga harus menjadi prioritas. IKN adalah proyek jangka panjang, dan proses adaptasi akan terus berlangsung.

Meskipun saat ini IKN masih menghadapi tantangan berupa tikus-tikus yang berkeliaran, harapan akan masa depan tetap menyala. Dengan penanganan yang cepat, edukasi publik yang masif, dan kerja sama lintas sektor, IKN bisa kembali menunjukkan wajah idealnya sebagai kota harapan bagi generasi mendatang.

“Serangan tikus ini bukan akhir dari cerita, justru bagian dari proses tumbuhnya IKN menjadi kota yang matang,” kata Dr. Anindya. Ia yakin, dengan langkah-langkah terpadu, kota ini bisa menjadi percontohan dunia—bukan hanya dalam hal kemegahan arsitektur, tetapi juga dalam harmoni antara manusia dan alam.

Next Post Previous Post