Guru SD Al Azhar 21 Pontianak Jadi Tersangka, PGRI Kalbar: Guru Tak Bisa Dipidana Saat Mendisiplinkan Siswa

  

Foto : Berite Sambas

Pontianak, 21 Maret 2025 – Kasus yang menimpa Muhammad Saelan, seorang guru Sekolah Dasar (SD) Islam Al Azhar 21 Pontianak, menuai polemik luas di masyarakat. Penetapan dirinya sebagai tersangka oleh Kepolisian Daerah (Polda) Kalimantan Barat (Kalbar) menimbulkan reaksi keras dari berbagai pihak, termasuk Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kalbar.

Ketua PGRI Kalbar, Muhammad Firdaus, menegaskan bahwa seorang guru tidak bisa dipidana saat menjalankan tugasnya dalam rangka mendisiplinkan siswa. Firdaus merujuk pada regulasi yang melindungi profesi guru, seperti Peraturan Pemerintah Nomor 74 Tahun 2008, yang merupakan turunan dari Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen.

“Perlu diketahui, guru tidak dapat dipidana selama menjalankan profesinya dalam rangka mendisiplinkan siswa. Hal ini telah diatur dengan jelas dalam regulasi yang ada,” tegas Firdaus dalam pernyataannya pada Rabu (19/3/2025).

 

Kronologi Kasus Muhammad Saelan

Kasus ini bermula pada November 2023, ketika Muhammad Saelan memberikan teguran kepada seorang siswi di kelasnya. Teguran tersebut, menurut pengakuannya, masih dalam batas wajar sebagai upaya pendisiplinan. Namun, orang tua siswi yang diketahui sebagai seorang aparat kepolisian tidak terima atas tindakan tersebut dan melaporkan Saelan ke pihak berwajib.

Laporan itu kemudian diproses, dan setelah melalui perjalanan panjang, pada Februari 2025, Muhammad Saelan resmi ditetapkan sebagai tersangka. Lamanya proses hukum ini pun menjadi tanda tanya besar di kalangan publik dan pemerhati pendidikan.

“Ini kan proses yang sangat panjang, dari 2023 sampai sekarang baru ditetapkan tersangka. Ada apa sebenarnya? Kenapa bisa naik dari saksi menjadi tersangka setelah lebih dari setahun?” ujar Firdaus dengan nada heran.

 

PGRI Kalbar: Harusnya Bisa Diselesaikan Secara Kekeluargaan

PGRI Kalbar menyayangkan langkah hukum yang diambil dalam kasus ini. Menurut Firdaus, seharusnya persoalan seperti ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan melalui pihak sekolah, terutama jika tidak ada bukti konkret yang menunjukkan adanya unsur kekerasan.

“Kita bisa lihat dari visum dan bukti lainnya. Kalau memang ada kekerasan, itu persoalan lain. Tapi kalau tidak ada bukti yang kuat, mestinya bisa diselesaikan secara kekeluargaan,” tambahnya.

PGRI Kalbar juga menyoroti kemungkinan adanya intervensi dalam proses hukum ini, mengingat pelapor adalah seorang aparat kepolisian. Banyak pihak mempertanyakan apakah penetapan status tersangka terhadap Muhammad Saelan benar-benar murni berdasarkan fakta hukum atau ada unsur paksaan karena latar belakang profesi pelapor.

 

Kekhawatiran Guru Terhadap Profesi Mereka

Kasus ini menjadi preseden yang mengkhawatirkan bagi profesi guru di Indonesia. PGRI Kalbar menilai bahwa jika setiap upaya mendisiplinkan siswa dapat berujung pada ancaman hukum, maka guru-guru akan menjadi takut dalam menjalankan tugas mereka. Hal ini tentu akan berdampak pada kualitas pendidikan dan pembentukan karakter anak bangsa.

“Kalau setiap upaya mendisiplinkan siswa berujung pada ancaman hukum, guru bisa jadi takut. Padahal, hukuman atau disiplin yang diberikan bertujuan untuk kebaikan dan kemajuan generasi penerus bangsa,” tegas Firdaus.

Kasus ini juga telah menarik perhatian berbagai pihak, termasuk komunitas pendidikan, akademisi, dan aktivis hak asasi manusia. Banyak yang berpendapat bahwa perlindungan terhadap profesi guru harus lebih diperkuat agar tidak ada lagi kasus serupa di masa depan.

 

Reaksi Publik dan Upaya Advokasi

Kasus Muhammad Saelan telah menjadi perbincangan hangat di media sosial. Banyak warganet yang memberikan dukungan kepada Saelan dan mengecam tindakan hukum yang dianggap berlebihan. Tagar #SaveGuruSaelan bahkan sempat menjadi trending di berbagai platform media sosial.

Sejumlah organisasi pendidikan dan advokat juga turun tangan untuk memberikan bantuan hukum kepada Muhammad Saelan. Mereka berkomitmen untuk mengawal kasus ini hingga tuntas agar tidak menjadi preseden buruk bagi dunia pendidikan.

PGRI Kalbar dan sejumlah elemen masyarakat mendesak agar ada evaluasi terhadap regulasi yang mengatur profesi guru, terutama terkait perlindungan hukum dalam menjalankan tugasnya. Mereka berharap agar kasus ini dapat segera diselesaikan dengan adil dan transparan.

“Harapan kami, ada kejelasan hukum yang benar-benar objektif dalam kasus ini. Jangan sampai ada kriminalisasi terhadap guru yang sebenarnya hanya menjalankan tugasnya dengan niat baik,” pungkas Firdaus.

Kasus Muhammad Saelan menjadi alarm bagi dunia pendidikan di Indonesia. Perlindungan terhadap profesi guru harus lebih diperhatikan agar tidak terjadi ketakutan dalam mendidik dan membentuk karakter siswa. Pemerintah dan lembaga terkait diharapkan bisa segera merespons kasus ini dengan bijak dan memberikan jaminan perlindungan bagi para pendidik di Tanah Air.

Sementara itu, masyarakat terus menunggu perkembangan terbaru dari kasus ini. Akankah Muhammad Saelan mendapatkan keadilan? Ataukah kasus ini akan menjadi contoh baru dari lemahnya perlindungan hukum terhadap profesi guru? Jawabannya masih dinanti.

Next Post Previous Post