Direktur Persiba Balikpapan Terlibat Jaringan Narkoba: Modus Cuci Uang Lewat Resto dan Kos-kosan Terungkap

  

Dunia sepak bola Indonesia kembali tercoreng oleh kasus kriminal. Kali ini, Direktur Persiba Balikpapan, Catur Adi Prianto, tersandung kasus peredaran narkoba skala besar yang melibatkan jaringan luas di Kalimantan Timur. Tidak hanya berperan sebagai bandar narkoba, Catur juga diduga kuat melakukan pencucian uang melalui sejumlah bisnis yang ia kelola, termasuk restoran dan rumah kos di Samarinda.

 

Penyamaran Bisnis: Restoran dan Kos-Kosan Jadi Alat Cuci Uang

Direktur Tindak Pidana Narkoba Bareskrim Polri, Brigjen Mukti Juharsa, dalam konferensi pers di Jakarta pada Jumat (14/3) mengungkap bahwa uang hasil dari bisnis haram tersebut digunakan untuk mengembangkan beberapa usaha legal yang tampak sah di mata publik.

“Uang hasil narkoba digunakan untuk usaha Resto Raja Lalapan yang memiliki dua cabang serta rumah kos di Jalan Ahmad Yani, Samarinda,” ujar Mukti.

Tidak hanya itu, Catur juga berinvestasi dalam bentuk aset berharga lainnya seperti tanah, bangunan, serta kendaraan mewah. Ia bahkan membeli saham di PT Malang Indah Perkasa dan menjabat sebagai wakil direktur perusahaan tersebut. Hal ini semakin mempertegas modus pencucian uang yang dilakukan untuk menyamarkan transaksi narkoba senilai miliaran rupiah.

 

Perputaran Uang Mencapai Rp241 Miliar dalam Dua Tahun

Pihak kepolisian mencatat bahwa dalam kurun waktu dua tahun terakhir, perputaran uang dari jaringan narkoba yang dikendalikan Catur mencapai angka fantastis, yakni Rp241 miliar. Jumlah tersebut berasal dari berbagai transaksi yang mengalir melalui beberapa rekening bank.

“Rekening atas nama CAP (Catur Adi Prianto) serta beberapa rekening lain yang ia kuasai telah diblokir dan disita. Perputaran uang dalam dua tahun terakhir di rekening tersebut mencapai Rp241 miliar,” ungkap Mukti.

Saat ini, penyidik masih terus melakukan koordinasi dengan pihak perbankan untuk menelusuri lebih lanjut total nilai aset yang telah diblokir dan disita. Mukti menambahkan bahwa masih ada sejumlah uang yang berada dalam rekening-rekening terblokir yang belum dihitung secara keseluruhan.

“Besarannya masih dihitung dan harus dikonfirmasi dengan pihak perbankan,” tambahnya.

 

Terungkap dari Razia di Lapas Balikpapan

Kasus yang menyeret Catur bermula dari informasi yang diperoleh polisi dari pihak Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Klas IIA Balikpapan mengenai adanya indikasi peredaran narkoba di dalam lapas. Dugaan itu mendorong aparat kepolisian Polda Kalimantan Timur untuk menggelar razia pada 27 Februari 2025. Hasilnya cukup mengejutkan, ditemukan peredaran narkotika jenis sabu yang telah beredar di antara para narapidana.

Mukti menjelaskan bahwa awalnya polisi menemukan barang bukti sabu sebanyak 3 kilogram yang sudah terjual dan dikonsumsi oleh para napi, dengan sisa sebanyak 69 gram yang masih berada di dalam lapas. Dari temuan ini, pihak berwenang segera bergerak cepat untuk mengidentifikasi jaringan yang terlibat dalam distribusi narkoba tersebut.

 

Menguak Jaringan Peredaran di Dalam Lapas

Penyelidikan lebih lanjut berhasil mengungkap sembilan orang napi yang berperan sebagai kaki tangan Catur di dalam lapas. Para napi ini memiliki tugas masing-masing dalam rantai distribusi narkoba di dalam lingkungan penjara.

Mereka adalah E yang berperan sebagai pengendali utama di dalam lapas, serta delapan lainnya, yakni S, J, S, A, A, B, F, dan E, yang bertugas sebagai pengedar di lingkungan penjara. Jaringan ini beroperasi secara sistematis dengan pola distribusi yang telah diatur sedemikian rupa agar transaksi tidak terendus pihak berwenang.

Tersangka E, yang bertindak sebagai pengendali di dalam lapas, bertanggung jawab untuk mengatur aliran uang hasil penjualan narkoba. Uang tersebut kemudian disetorkan kepada seorang kaki tangan lainnya, yaitu D, yang berperan sebagai perantara sebelum akhirnya dikirim ke rekening milik tersangka R dan K yang berada di bawah kendali Catur.

 

Polisi Terus Dalami Aset dan Aliran Dana

Dengan tertangkapnya Catur, polisi kini tengah berupaya menelusuri lebih jauh jejak aset yang dimiliki serta aliran dana yang masih belum terdeteksi sepenuhnya. Mukti menegaskan bahwa pihaknya akan terus berkoordinasi dengan otoritas perbankan untuk mengungkap total kekayaan yang diduga berasal dari hasil perdagangan narkoba.

Sementara itu, penyidik juga mendalami kemungkinan keterlibatan pihak lain yang turut membantu proses pencucian uang yang dilakukan oleh Catur. Tidak menutup kemungkinan ada aktor-aktor lain yang terlibat dalam jaringan ini, baik di dalam maupun di luar lapas.

Kasus ini kembali menyoroti bagaimana kejahatan narkoba di Indonesia kerap bersembunyi di balik bisnis-bisnis legal yang tampak tidak mencurigakan. Modus pencucian uang melalui restoran dan properti bukanlah hal baru, namun tetap menjadi tantangan besar bagi aparat penegak hukum untuk mengungkap dan menghentikan praktik-praktik serupa di masa mendatang.

Next Post Previous Post