Pulang ke Tanah Air: KJRI Kuching Kawal Pemulangan 116 WNI Bermasalah dari Sarawak

  

Foto : RRI

Entikong – Sebanyak 116 Warga Negara Indonesia (WNI) bermasalah akhirnya dipulangkan dari Depo Tahanan Imigrasi Semunja, Serian, Sarawak, Malaysia. Mereka tiba di Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong, Kabupaten Sanggau, Kalimantan Barat, dengan pendampingan langsung dari Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Kuching. Pemulangan ini menjadi bagian dari upaya berkelanjutan pemerintah dalam menangani WNI yang menghadapi masalah hukum dan administratif di luar negeri, khususnya di Malaysia.

Konsul Jenderal Republik Indonesia di Kuching, Raden Sigit Witjaksono, menyampaikan bahwa sebagian besar dari mereka adalah Pekerja Migran Indonesia (PMI) yang masuk ke Malaysia secara non-prosedural. Akibatnya, banyak yang terjerat pelanggaran keimigrasian dan ketenagakerjaan yang berlaku di Sarawak.

“Hari ini, tim perlindungan KJRI Kuching kembali mendampingi pemulangan 116 WNI bermasalah dari Sarawak melalui perbatasan Tebedu-Entikong. Ini merupakan bagian dari upaya pemerintah untuk memastikan hak-hak mereka tetap terjaga, sekaligus menjadi peringatan agar masyarakat lebih berhati-hati dalam memilih jalur bekerja di luar negeri,” kata Konjen Sigit.

 

Pelanggaran Keimigrasian dan Ketenagakerjaan

Menurut data KJRI Kuching, sebagian besar deportasi WNI dari Sarawak disebabkan oleh pelanggaran keimigrasian. Di antara mereka, banyak yang tidak memiliki dokumen paspor atau izin tinggal yang sah. Beberapa kasus lainnya mencakup masa berlaku visa yang telah habis dan penyalahgunaan izin kerja yang tidak sesuai dengan ketentuan hukum Malaysia.

“Sampai sekarang, pelanggaran yang paling banyak terjadi adalah tidak memiliki dokumen resmi, atau izin tinggal yang sudah habis. Banyak dari mereka masuk ke Sarawak tanpa melalui jalur resmi, sehingga tidak memiliki perlindungan hukum yang memadai. Ini yang menjadi perhatian utama kami,” tambahnya.

Selain itu, sejumlah PMI juga menghadapi permasalahan ketenagakerjaan seperti gaji yang tidak dibayarkan, kondisi kerja yang tidak layak, serta eksploitasi oleh pihak pemberi kerja. Hal ini kerap terjadi karena mereka tidak memiliki dokumen legal yang dapat digunakan sebagai dasar perlindungan hukum.

 

Kasus TPPO dan Upaya Pencegahan

Selain pemulangan massal 116 WNI, KJRI Kuching juga melakukan pendampingan khusus terhadap repatriasi 10 WNI dari rumah singgah di KJRI Kuching. Tak hanya itu, dua WNI korban Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) turut dipulangkan melalui PLBN Nanga Badau, Kabupaten Kapuas Hulu.

TPPO menjadi perhatian serius pemerintah Indonesia karena banyaknya kasus pekerja migran yang terjebak dalam eksploitasi akibat jaringan perdagangan manusia. Korban TPPO biasanya tergiur dengan iming-iming gaji tinggi dan pekerjaan layak, namun setibanya di Malaysia, mereka justru dipaksa bekerja dalam kondisi yang tidak manusiawi.

“Kami terus berkoordinasi dengan berbagai pihak untuk mengatasi masalah ini. Tidak hanya sebatas pemulangan, tetapi juga pencegahan dari hulu ke hilir agar WNI tidak mudah tertipu oleh agen ilegal yang menawarkan pekerjaan di luar negeri dengan cara non-prosedural,” jelas Sigit.

 

Upaya Perlindungan dan Reintegrasi

Dalam proses pemulangan, KJRI Kuching bekerja sama dengan berbagai lembaga terkait, termasuk pemerintah daerah di Kalimantan Barat, untuk memastikan para deportan mendapatkan bantuan yang dibutuhkan. Banyak dari mereka yang tiba di PLBN Entikong dalam kondisi kelelahan dan mengalami trauma akibat pengalaman buruk di Malaysia.

Setelah tiba, para deportan diberikan layanan kesehatan dasar serta bantuan logistik untuk memastikan kondisi mereka tetap stabil. Pemerintah daerah juga menyediakan program reintegrasi sosial bagi para PMI yang telah dideportasi agar mereka dapat kembali beradaptasi dengan kehidupan di tanah air.

“Banyak dari mereka yang pulang tanpa memiliki pekerjaan atau sumber penghidupan yang jelas. Oleh karena itu, kami bekerja sama dengan dinas sosial dan tenaga kerja untuk memberikan pelatihan keterampilan serta membuka peluang kerja agar mereka tidak kembali memilih jalur ilegal,” terang Sigit.

Sejak awal tahun 2025, total sudah 592 WNI bermasalah yang dipulangkan dari Sarawak melalui jalur deportasi. Dari jumlah tersebut, 24 di antaranya mendapat pendampingan khusus dalam proses repatriasi ke daerah asal mereka.

Meski demikian, tantangan dalam mengatasi permasalahan PMI non-prosedural masih sangat besar. Banyak faktor yang menyebabkan masyarakat memilih jalur ilegal untuk bekerja di luar negeri, termasuk kurangnya informasi mengenai prosedur resmi, tekanan ekonomi, hingga ketidaktahuan terhadap risiko yang mengintai.

“Oleh karena itu, penting bagi kita semua untuk meningkatkan edukasi kepada masyarakat tentang prosedur kerja ke luar negeri yang sah. Selain itu, pemerintah juga harus terus meningkatkan kerja sama dengan otoritas Malaysia agar hak-hak WNI dapat lebih terlindungi,” tegasnya.

Pemulangan 116 WNI dari Sarawak merupakan bagian dari upaya berkelanjutan pemerintah dalam menangani permasalahan pekerja migran di luar negeri. KJRI Kuching tidak hanya berfokus pada pemulangan, tetapi juga pada pencegahan agar kasus serupa tidak terus berulang.

Upaya perlindungan terhadap WNI di luar negeri membutuhkan kerja sama yang erat antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, organisasi non-pemerintah, serta masyarakat itu sendiri. Dengan semakin meningkatnya kesadaran dan langkah preventif, diharapkan jumlah WNI yang berangkat secara non-prosedural dapat berkurang secara signifikan di masa depan.

Next Post Previous Post