Makan Bergizi Gratis di Malinau Siap Diluncurkan Februari 2025, Fokus Penurunan Stunting dan Gizi Buruk

  

Malinau, Kalimantan Utara – Program nasional Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Malinau, Kalimantan Utara, dipastikan akan mulai berjalan pada Februari 2025. Program ini merupakan bagian dari upaya nasional dalam menekan angka stunting serta meningkatkan kualitas gizi bagi anak-anak sekolah, balita, ibu hamil, dan ibu menyusui.

Program MBG di Malinau digagas oleh Badan Gizi Nasional (BGN) dan akan dijalankan melalui kemitraan dengan vendor lokal, Yayasan Berbagi Kasih. Saat ini, persiapan terus dilakukan, termasuk pendirian dapur umum di Desa Batu Lidung, Kecamatan Malinau Kota, sebagai pusat produksi dan distribusi makanan bergizi bagi sekitar 3.000 penerima manfaat.

 

Fokus Program: Meningkatkan Gizi dan Menekan Stunting

MBG bertujuan untuk menjangkau berbagai kelompok rentan yang membutuhkan asupan gizi lebih baik. Sasaran utama program ini meliputi siswa sekolah dasar (SD) dan sekolah menengah pertama (SMP), balita, serta ibu hamil dan menyusui. Dengan cakupan yang luas, diharapkan program ini dapat berkontribusi dalam menekan angka stunting yang masih menjadi permasalahan di wilayah tersebut.

Merry, perwakilan Yayasan Berbagi Kasih sebagai mitra pelaksana di Malinau, menjelaskan bahwa pihaknya masih menunggu instruksi lebih lanjut dari BGN mengenai mekanisme pelaksanaan program.

“Rencananya, Februari 2025 program ini akan mulai berjalan. Kami masih menunggu arahan lebih lanjut dari Badan Gizi Nasional terkait prosedur pelaksanaannya,” ungkap Merry.

 

Persiapan Dapur Umum dan Mekanisme Distribusi

Sebagai langkah awal, Yayasan Berbagi Kasih telah membangun dapur umum yang berlokasi di Desa Batu Lidung. Fasilitas ini dirancang untuk menyiapkan dan menyalurkan makanan bergizi sesuai standar gizi yang ditetapkan oleh BGN. Selain itu, mekanisme distribusi telah dirancang agar makanan dapat sampai ke penerima dengan kondisi terbaik.

“Kami telah menyiapkan berbagai infrastruktur yang diperlukan, termasuk tenaga masak dan logistik. Kami ingin memastikan bahwa makanan yang didistribusikan memenuhi standar gizi yang telah ditentukan,” tambah Merry.

 

Minim Keterlibatan Pemkab Malinau

Meskipun program ini bertujuan untuk mendukung peningkatan gizi masyarakat di Malinau, Pemerintah Kabupaten Malinau mengakui bahwa mereka tidak terlibat langsung dalam pelaksanaan program ini untuk periode Februari 2025. Berbeda dengan tahap uji coba yang dilakukan pada akhir 2024, di mana Pemkab masih memiliki peran dalam pengawasan, pada pelaksanaan penuh tahun depan, distribusi program sepenuhnya akan ditangani oleh BGN melalui mitra yang telah ditunjuk.

Sejumlah pihak berharap agar pemerintah daerah tetap dilibatkan, setidaknya dalam aspek pengawasan dan monitoring. Pasalnya, keberhasilan program ini juga bergantung pada sinergi antara pemerintah pusat, daerah, serta komunitas lokal.

“Kami berharap ada komunikasi yang lebih baik antara BGN, mitra penyedia, dan Pemkab agar program ini bisa berjalan lebih efektif dan tepat sasaran,” ujar seorang tokoh masyarakat setempat.

 

Dukungan Masyarakat dan Tantangan di Lapangan

Masyarakat Malinau menyambut baik program ini, terutama karena banyak keluarga yang mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan gizi seimbang. Namun, beberapa tantangan juga diantisipasi, seperti distribusi makanan ke daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau, ketersediaan bahan pangan berkualitas, serta keberlanjutan program dalam jangka panjang.

“Sangat bagus jika anak-anak kami bisa mendapatkan makanan bergizi secara rutin. Harapannya, program ini bisa berkelanjutan dan tidak hanya dalam jangka pendek,” ungkap salah satu orang tua siswa yang anaknya menjadi penerima manfaat.

Sebagai bagian dari upaya peningkatan kesejahteraan masyarakat, program Makan Bergizi Gratis ini diharapkan mampu memberikan dampak positif, baik dalam aspek kesehatan maupun pendidikan. Dengan gizi yang lebih baik, diharapkan generasi muda Malinau dapat tumbuh lebih sehat dan siap menghadapi masa depan yang lebih cerah.

Dengan persiapan yang terus dimatangkan, semua pihak menantikan pelaksanaan penuh program ini pada Februari 2025, sembari berharap agar berbagai tantangan yang ada dapat diatasi demi suksesnya program nasional ini.

 

 

Infrastruktur di Kalimantan Utara Masih Tertinggal, Masyarakat Keluhkan Jalan dan Drainase

Ilustrasi

Tanjung Selor, 3 Februari 2025 – Pembangunan infrastruktur yang belum maksimal masih menjadi permasalahan utama yang dikeluhkan masyarakat di Provinsi Kalimantan Utara (Kaltara). Persoalan ini tidak hanya dialami oleh warga di daerah pedalaman dan perbatasan, tetapi juga di kawasan perkotaan seperti Tanjung Selor, ibu kota provinsi yang masih menghadapi berbagai kendala dalam penyediaan sarana dan prasarana dasar.

Sejumlah wilayah di Tanjung Selor, termasuk Desa Apung dan Kilometer 9, menjadi contoh nyata dari ketimpangan pembangunan infrastruktur di Kaltara. Masyarakat di daerah tersebut berharap agar jalan utama dan lingkungan segera diperbaiki, termasuk pengaspalan jalan serta pembangunan drainase untuk mengatasi masalah banjir yang kerap melanda kawasan tersebut.

 

Keluhan Warga Soal Infrastruktur Jalan dan Drainase

Menurut anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kaltara, Aluh Berlian, kondisi jalan di Kilometer 9 hingga Desa Apung masih jauh dari kata layak. Warga mendesak agar pemerintah segera mengambil tindakan untuk melakukan pengaspalan serta normalisasi drainase yang selama ini kurang mendapat perhatian.

“Jalannya masih belum maksimal dan tidak ada drainase di kiri dan kanan jalan, sehingga setiap kali hujan, kawasan ini sering mengalami banjir,” ujar Aluh Berlian kepada Radar Tarakan saat ditemui di Tanjung Selor, Senin (3/2/2025).

Dirincikannya, akses jalan yang perlu segera diperbaiki mencakup jalur dari pintu gerbang Kilometer 9 yang berada di samping Markas Polda Kaltara hingga ke Desa Apung. Jika infrastruktur di wilayah ini tidak segera dibenahi, dikhawatirkan akan menghambat aktivitas masyarakat serta perekonomian lokal.

Selain pengaspalan jalan, masyarakat setempat juga meminta adanya pembangunan jalan usaha tani untuk menunjang kegiatan pertanian mereka. Infrastruktur yang memadai akan membantu meningkatkan produktivitas pertanian serta memperlancar distribusi hasil panen ke pusat-pusat perdagangan.

 

Permintaan Pembangunan Jalan di Beberapa Wilayah Lain

Keluhan serupa juga datang dari masyarakat di daerah Selimau, Panca Agung, Karang Agung, dan Tanjung Palas Timur. Mereka menyoroti masalah yang sama, yaitu buruknya akses jalan dan drainase yang belum optimal. Infrastruktur yang kurang memadai menyebabkan berbagai hambatan, baik dalam hal mobilitas penduduk maupun distribusi barang dan jasa.

“Banyak masyarakat di Selimau yang mengeluhkan kondisi jalan yang rusak parah. Demikian juga akses menuju Sepunggur dan beberapa daerah lain yang masih sulit dilewati, terutama saat musim hujan,” tambah Aluh.

 

Tanggung Jawab Pemerintah dalam Menangani Masalah Infrastruktur

Menurut Aluh Berlian, persoalan infrastruktur ini seharusnya menjadi prioritas utama pemerintah, baik di tingkat kabupaten maupun provinsi. Meskipun terdapat pembagian kewenangan antara pemerintah daerah dan pemerintah provinsi, koordinasi yang lebih intensif harus dilakukan agar masalah ini dapat segera ditangani.

“Meskipun ada ranah kewenangan yang berbeda antara kabupaten dan provinsi, kita harus tetap bersikap proaktif. Pemerintah harus mengambil langkah konkret sesuai dengan kewenangannya masing-masing,” tegasnya.

 

Dampak Infrastruktur yang Tidak Memadai

Keterbatasan infrastruktur di Kaltara memberikan dampak yang cukup besar terhadap kehidupan masyarakat. Jalan yang rusak dan tidak teraspal menghambat transportasi, meningkatkan biaya logistik, serta menurunkan daya saing produk lokal. Selain itu, kurangnya drainase yang baik membuat kawasan pemukiman sering mengalami banjir, menyebabkan kerugian materi bagi warga serta menimbulkan berbagai permasalahan kesehatan akibat genangan air yang berkepanjangan.

Dari sisi ekonomi, keterbatasan infrastruktur juga menghambat pertumbuhan sektor pertanian dan perdagangan. Banyak petani yang kesulitan mengangkut hasil panennya ke pasar karena jalan yang tidak memadai. Akibatnya, distribusi barang menjadi lebih mahal dan kurang efisien, yang pada akhirnya berdampak pada kenaikan harga di tingkat konsumen.

 

Harapan Masyarakat dan Rencana Pemerintah

Masyarakat Kaltara berharap pemerintah segera mengambil langkah nyata dalam menangani persoalan infrastruktur ini. Selain pembangunan jalan dan drainase, masyarakat juga meminta adanya perbaikan gang-gang di lingkungan pemukiman agar akses menjadi lebih baik dan nyaman.

Sementara itu, pemerintah daerah telah menyatakan komitmennya untuk terus berupaya mempercepat pembangunan infrastruktur di Kaltara. Sejumlah proyek jalan dan drainase telah masuk dalam perencanaan, namun masyarakat berharap agar proses realisasinya tidak berlarut-larut dan dapat segera direalisasikan.

“Pemerintah harus lebih serius menangani masalah ini. Jangan hanya sebatas wacana, tapi harus ada tindakan konkret,” ujar seorang warga Desa Apung yang berharap agar keluhan mereka segera mendapat respons positif dari pihak berwenang.

Dengan berbagai tantangan yang dihadapi, pembangunan infrastruktur di Kalimantan Utara harus menjadi perhatian utama agar kesejahteraan masyarakat dapat meningkat dan pertumbuhan ekonomi daerah bisa lebih optimal.

Next Post Previous Post