KRAYAN DI PERSIMPANGAN: SUARA DARI PERBATASAN UNTUK PEMBANGUNAN DAN KEADILAN
![]() |
Foto : Radar Tarakan |
Di tengah sejuknya dataran tinggi Krayan, teriakan
masyarakat adat menggema, menuntut keadilan dan pembangunan yang telah lama
dinanti. Kamis, 27 Februari, ratusan masyarakat adat Krayan Hulu yang tergabung
dalam Masyarakat Adat Krayan Hulu (MAKH) berkumpul di Kantor Kecamatan Krayan
Selatan, menyampaikan harapan yang selama ini terabaikan. Dengan mengenakan
pakaian adat kebanggaan mereka, mereka membawa spanduk-spanduk yang berbicara
lebih dari sekadar kata-kata. Salah satu tulisan yang menarik perhatian berbunyi:
Garuda di Dadaku, Malaysia di Perutku, Terima Kasih Malaysia.
Spanduk lain bertuliskan, Kami Butuh Jalan Aspal, Bukan Makan Gratis, menggarisbawahi kebutuhan infrastruktur dasar yang menjadi tulang punggung kesejahteraan masyarakat. Sementara itu, kalimat Membangun Krayan atau Lepas Krayan dari NKRI mencerminkan keputusasaan masyarakat yang merasa terpinggirkan dari pembangunan nasional. Dalam aksi yang berlangsung damai namun penuh keteguhan hati ini, suara mereka menggema hingga Jakarta, tempat keputusan-keputusan besar dibuat.
Enam Tuntutan Masyarakat Krayan
Kepala Adat Krayan Hulu, Yasan Paren, tampil di hadapan massa, menyampaikan dengan lantang enam tuntutan utama yang ditujukan langsung kepada Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto. Enam poin tersebut bukan sekadar daftar keinginan, tetapi cerminan dari kebutuhan mendesak masyarakat yang hidup di garis perbatasan antara Indonesia dan Malaysia.
Pembangunan Jalan dan Jembatan PermanenMasyarakat Krayan menuntut pembangunan jalan beraspal serta jembatan permanen yang menghubungkan Kecamatan Krayan, Krayan Selatan, Krayan Tengah, dan Krayan Timur. Infrastruktur ini sangat penting untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat yang selama ini menghadapi keterisolasian akibat akses jalan yang minim.
Pembukaan Jalan Perbatasan Malindo Ba' SiukJalan perbatasan yang menghubungkan Malindo Ba' Siuk dan Krayan Selatan perlu segera dibuka. Jalan ini akan meningkatkan konektivitas dan ekonomi masyarakat, mengurangi ketergantungan pada jalur Malaysia, dan memperkuat posisi ekonomi masyarakat adat dalam konteks nasional.
Penyediaan Listrik 24 JamDalam era modern ini, listrik bukan lagi kemewahan, tetapi kebutuhan mendasar. Masyarakat Krayan meminta agar PLN segera menyediakan layanan listrik 24 jam, agar kehidupan mereka bisa sejajar dengan wilayah lain di Indonesia.
Peningkatan Infrastruktur Bandara Perintis Long LayuBandara perintis Long Layu di Kecamatan Krayan Selatan adalah satu-satunya sarana transportasi yang menghubungkan Krayan dengan wilayah perkotaan lainnya. Oleh karena itu, pemerintah diminta untuk segera mengaspal landasan pacu serta meningkatkan fasilitas bandara agar aksesibilitas masyarakat lebih baik.
Penetapan Krayan Raya sebagai Daerah Otonom Baru (DOB)Aspirasi pemekaran wilayah Krayan menjadi Kabupaten Krayan Raya bukan sekadar wacana, tetapi kebutuhan yang mendesak. Dengan menjadi daerah otonom baru, Krayan bisa mengelola sumber daya dan kebijakannya sendiri demi kesejahteraan masyarakat adat.
Penyelesaian Jalan Malinau-KrayanJalan penghubung antara Malinau dan Krayan menjadi salah satu harapan terbesar masyarakat. Saat ini, akses menuju Krayan masih sangat terbatas, dan pembangunan jalan ini diharapkan bisa membawa perubahan signifikan bagi masyarakat setempat.
Krisis Perbatasan: Krayan dan Malaysia
Selama bertahun-tahun, keterbatasan infrastruktur di Krayan telah membuat masyarakat setempat bergantung pada Malaysia dalam berbagai aspek kehidupan. Mulai dari akses bahan kebutuhan pokok hingga layanan kesehatan, masyarakat Krayan lebih mudah menjangkau fasilitas di negara tetangga ketimbang di wilayahnya sendiri. Ini bukan semata-mata pilihan, melainkan kebutuhan. Oleh karena itu, slogan Garuda di Dadaku, Malaysia di Perutku menjadi gambaran nyata dari kondisi yang mereka alami.
Banyak barang kebutuhan pokok yang diimpor dari Malaysia, termasuk sembako, obat-obatan, hingga bahan bakar. Hal ini terjadi bukan karena masyarakat lebih memilih Malaysia, melainkan karena akses ke wilayah Indonesia sendiri begitu sulit dan mahal. Tanpa jalan yang layak, tanpa jembatan yang kokoh, tanpa listrik yang memadai, sulit bagi masyarakat Krayan untuk berkembang dalam sistem ekonomi nasional.
Panggilan untuk Presiden Prabowo
Masyarakat adat Krayan menaruh harapan besar pada kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto. Sebagai seorang pemimpin yang memiliki latar belakang militer dan kepedulian terhadap kedaulatan wilayah, mereka berharap Prabowo akan memberikan perhatian lebih kepada mereka sebagai penjaga perbatasan. Keberadaan masyarakat adat di garis perbatasan bukan hanya sekadar bagian dari keberagaman Indonesia, tetapi juga merupakan benteng pertahanan negara.
“Bapak Presiden harus melihat langsung kondisi kami di sini. Jangan hanya mendengar laporan-laporan dari jauh. Datanglah, lihat sendiri, rasakan sendiri bagaimana kami hidup di sini,” ungkap Yasan Paren dalam orasinya.
Lebih jauh, ia menegaskan bahwa masyarakat adat Krayan tidak meminta kemewahan, tetapi hanya ingin diperlakukan adil sebagai warga negara Indonesia. Mereka ingin merasakan jalan yang layak, listrik yang tidak mati-hidup, serta akses transportasi yang tidak membuat mereka merasa terisolasi dari dunia luar.
NKRI Harga Mati, atau NKRI Mematikan?
Dalam aksi yang berlangsung di Krayan Selatan, beberapa peserta membawa spanduk bertuliskan NKRI Harga Mati atau NKRI Matikan Masyarakat Perbatasan. Ini bukan sekadar kritik, tetapi refleksi dari kekecewaan yang mendalam. Masyarakat Krayan ingin tetap menjadi bagian dari Indonesia, tetapi mereka juga ingin dihargai dan didukung oleh negaranya sendiri.
Jika pembangunan tetap stagnan, bukan tidak mungkin masyarakat akan semakin bergantung pada Malaysia. Hal ini tentu berbahaya bagi kedaulatan negara dalam jangka panjang. Oleh karena itu, pembangunan infrastruktur di Krayan bukan sekadar proyek pembangunan biasa, tetapi bagian dari strategi geopolitik yang lebih besar.
Dengan segala keterbatasan yang ada, masyarakat Krayan tetap memiliki semangat untuk mempertahankan identitas mereka sebagai bagian dari Indonesia. Namun, mereka juga membutuhkan perhatian nyata dari pemerintah pusat. Enam tuntutan yang mereka ajukan bukan sekadar permintaan, tetapi kebutuhan yang harus segera dipenuhi demi kesejahteraan masyarakat dan ketahanan nasional.
Kini, bola ada di tangan Presiden Prabowo dan pemerintah pusat. Akankah mereka menjawab panggilan masyarakat Krayan? Ataukah Krayan akan terus menjadi daerah yang dilupakan? Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan masa depan masyarakat adat di perbatasan, serta seberapa serius Indonesia dalam menjaga kedaulatannya di perbatasan dengan Malaysia.