Jaksa Kejari Landak Terjerat Kasus Korupsi: Tilap Aset Sitaan Robot Trading Fahrenheit

  

Dunia hukum Indonesia kembali diguncang skandal besar. Seorang jaksa yang seharusnya menjadi garda terdepan dalam menegakkan keadilan justru tersandung kasus korupsi. Jaksa Azam Akhmad Akhsya, yang kini menjabat sebagai Kepala Seksi Intelijen (Kasi Intel) di Kejaksaan Negeri (Kejari) Landak, Kalimantan Barat, ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka oleh Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jakarta atas dugaan penggelapan aset sitaan dalam kasus investasi ilegal robot trading Fahrenheit.

Penangkapan Azam menambah daftar panjang kasus korupsi yang melibatkan aparat penegak hukum di Indonesia. Ia diduga menerima suap dan gratifikasi senilai miliaran rupiah dari aset sitaan yang seharusnya dikembalikan kepada para korban penipuan investasi tersebut. Kasus ini menyeret pula dua kuasa hukum berinisial BG dan OS yang turut menikmati bagian dari uang haram tersebut.

 

Modus Operandi: Memotong Jatah Korban

Kasus ini bermula ketika Azam masih bertugas sebagai Jaksa Penuntut Umum (JPU) di Kejaksaan Negeri Jakarta Barat. Saat itu, ia memiliki wewenang untuk mengeksekusi aset sitaan dari kasus robot trading Fahrenheit. Aset tersebut memiliki total nilai mencapai Rp61,4 miliar dan seharusnya dikembalikan sepenuhnya kepada para korban yang mengalami kerugian akibat skema penipuan investasi.

Namun, alih-alih menjalankan tugasnya sesuai dengan hukum yang berlaku, Azam justru tergoda oleh bujuk rayu dua kuasa hukum korban, BG dan OS. Proses pengembalian aset kepada korban dilakukan dalam dua tahap melalui perantara kedua pengacara tersebut. Namun, jumlah yang dikembalikan hanya sebesar Rp38,2 miliar. Sisanya, Rp23,2 miliar, diduga telah dibagi-bagi oleh Azam bersama dengan BG dan OS.

Berdasarkan hasil penyelidikan Kejati Jakarta, pembagian hasil korupsi tersebut terbagi sebagai berikut:

  • Jaksa Azam Akhmad Akhsya menerima Rp11,5 miliar.
  • Pengacara OS menerima Rp8,5 miliar.
  • Pengacara BG menerima Rp3 miliar.

Kepala Kejati Jakarta, Patris Yusrian Jaya, dalam konferensi pers di Gedung Kejati Jakarta pada Kamis (27/2), mengungkapkan bahwa praktik curang ini terungkap berkat hasil investigasi mendalam dan laporan dari pihak-pihak yang merasa dirugikan.

"Proses ini seharusnya transparan dan sesuai hukum. Namun, karena adanya bujuk rayu serta itikad buruk dari oknum jaksa dan pengacara yang terlibat, para korban tidak menerima hak mereka secara penuh," ujar Patris.

 

Penangkapan dan Status Hukum

Setelah bukti-bukti yang cukup dikumpulkan, tim Kejati Jakarta bergerak cepat untuk menangkap Azam. Ia langsung diamankan dan kini ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Salemba cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan guna kepentingan penyidikan lebih lanjut.

"Tersangka oknum jaksa AZ telah ditahan di Rutan Salemba Cabang Kejaksaan Agung," ungkap Patris dalam keterangannya kepada media.

Sementara itu, kuasa hukum BG juga telah ditetapkan sebagai tersangka kedua dalam kasus ini. Ia telah diperiksa dan kini dalam status tahanan. Namun, tersangka ketiga, OS, masih belum memenuhi panggilan pemeriksaan. Kejati Jakarta menghimbau agar OS bersikap kooperatif dan segera menyerahkan diri untuk menjalani proses hukum yang berlaku.

"Jika OS terus mangkir dari pemeriksaan, kami akan mengambil langkah hukum yang lebih tegas sesuai prosedur yang berlaku," tegas Patris.

 

Ancaman Hukuman Berat

Atas perbuatannya, Azam dijerat dengan berbagai pasal dalam Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, yaitu:

  • Pasal 5 ayat (2)
  • Pasal 11
  • Pasal 12 Huruf e
  • Pasal 12B Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi
  • Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP

Jika terbukti bersalah, Azam dapat menghadapi hukuman berat, termasuk pidana penjara hingga 20 tahun serta denda dalam jumlah besar. Selain itu, ia juga berpotensi kehilangan statusnya sebagai jaksa dan dicabut hak-haknya untuk menduduki jabatan publik di masa mendatang.

 

Fenomena Jaksa Korup: Pengkhianatan terhadap Keadilan

Kasus ini menjadi pukulan telak bagi citra Kejaksaan yang selama ini berusaha menegakkan hukum dan keadilan. Korupsi di tubuh penegak hukum bukanlah hal baru, namun tetap menjadi ironi besar ketika seseorang yang dipercaya sebagai penjaga keadilan justru menjadi bagian dari kejahatan itu sendiri.

Masyarakat pun mempertanyakan, sejauh mana integritas aparat penegak hukum dapat dipercaya? Kasus ini menjadi bukti nyata bahwa pengawasan terhadap penegak hukum harus diperketat. Publik juga berharap agar Kejaksaan Agung tidak hanya menindak tegas Azam dan kedua pengacara tersebut, tetapi juga memastikan bahwa praktik-praktik serupa tidak lagi terjadi di masa depan.

"Ini bukan sekadar soal uang, ini soal kepercayaan masyarakat terhadap institusi hukum. Jika jaksa bisa dengan mudah tergoda oleh uang haram, lalu siapa lagi yang bisa kita percayai untuk menegakkan hukum?" ujar seorang pengamat hukum yang enggan disebutkan namanya.

 

Panggilan untuk Reformasi Kejaksaan

Kasus ini membuka mata banyak pihak akan pentingnya reformasi di tubuh Kejaksaan. Transparansi dan akuntabilitas harus menjadi prioritas utama dalam setiap penanganan kasus, terutama yang melibatkan aset sitaan. Penegakan hukum yang lemah terhadap pelaku korupsi dalam institusi sendiri hanya akan semakin merusak kepercayaan publik.

Sebagai langkah antisipasi, banyak pihak mendesak agar setiap aset sitaan dalam kasus hukum diawasi dengan lebih ketat. Peran auditor independen, pelaporan transparan, serta keterlibatan masyarakat dalam mengawasi distribusi aset menjadi aspek yang perlu diperkuat.

"Jika sistem pengawasan lebih kuat, tidak akan ada celah bagi jaksa atau aparat hukum lainnya untuk bermain curang seperti ini," ujar seorang aktivis anti-korupsi.

Kasus yang menjerat Azam Akhmad Akhsya ini menjadi alarm bagi institusi hukum di Indonesia. Kejaksaan harus mengambil langkah tegas agar kejadian serupa tidak terulang. Tidak ada ruang bagi oknum jaksa atau aparat penegak hukum lainnya yang menyalahgunakan kekuasaan untuk kepentingan pribadi.

Publik kini menanti langkah tegas dari Kejaksaan Agung. Apakah kasus ini akan ditindaklanjuti dengan serius atau hanya menjadi berita sensasional yang berakhir tanpa kejelasan? Yang jelas, masyarakat berharap bahwa keadilan tetap ditegakkan, tanpa pandang bulu.

Next Post Previous Post