Gugatan Warga Karang Joang: Dampak Proyek Jalan Tol IKN yang Mengundang Polemik
Pembangunan infrastruktur di Ibu Kota Nusantara (IKN) terus
berlanjut dengan berbagai proyek ambisius, salah satunya adalah Jalan Tol IKN
Segmen 3A Karangjoang-KKT Kariangau. Namun, di tengah optimisme pembangunan,
muncul suara keberatan dari warga sekitar yang merasa dirugikan akibat proyek
ini. Empat warga dari Kelurahan Karang Joang, Balikpapan, Kalimantan Timur,
secara resmi mengajukan gugatan terhadap kontraktor proyek jalan tol tersebut.
Mereka menuntut pertanggungjawaban atas kerusakan rumah serta dampak banjir
yang ditimbulkan akibat pembangunan.
Latar Belakang Gugatan
Para penggugat yang terdiri dari Siti Kholifah, Djono Tarko,
Riyanto, dan Rusdiansyah mengajukan gugatan terhadap perusahaan kontraktor yang
terlibat dalam proyek ini. Kontraktor yang menjadi tergugat adalah PT Adhi
Karya (Persero) Tbk, PT Hutama Karya (Persero), dan PT Brantas Abipraya
(Persero), yang tergabung dalam Kerja Sama Operasi (KSO). Selain itu, gugatan
juga ditujukan kepada Kementerian Pekerjaan Umum, Otorita IKN, serta Presiden
Republik Indonesia sebagai turut tergugat.
Dampak Proyek Terhadap Warga
Sejak tahun 2024, proyek pembangunan jalan tol ini telah
menimbulkan berbagai masalah bagi warga sekitar. Salah satu dampak yang paling
dirasakan adalah retaknya bangunan rumah akibat getaran dari alat berat yang
digunakan dalam proyek. Selain itu, sistem drainase yang buruk mengakibatkan
banjir saat hujan deras, bahkan di lokasi yang sebelumnya tidak pernah
mengalami genangan air.
Muhammad Hendra, perwakilan kuasa hukum para penggugat, menjelaskan bahwa pihaknya telah berupaya untuk menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan dengan mengirimkan somasi sebanyak tiga kali. Namun, upaya ini tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Akhirnya, warga pun memilih jalur hukum untuk mendapatkan keadilan dan ganti rugi atas kerugian yang mereka alami.
Sidang Perdana yang Tertunda
Sidang perdana kasus ini dijadwalkan berlangsung pada
Selasa, 18 Februari 2025, di Pengadilan Negeri Balikpapan dengan Ketua Majelis
Hakim Ari Siswanto. Namun, sidang tersebut terpaksa ditunda hingga 4 Maret 2025
karena para tergugat tidak hadir. Penundaan ini semakin memperpanjang
ketidakpastian bagi warga yang menantikan tanggung jawab dari pihak kontraktor
dan pemerintah.
Hendra menyatakan bahwa warga berharap sidang selanjutnya dapat berjalan dengan lancar dan menghadirkan pihak tergugat agar ada kepastian hukum atas gugatan yang telah mereka ajukan. Ia juga menekankan bahwa gugatan ini bukan hanya tentang ganti rugi, tetapi juga tentang prinsip keadilan dan tanggung jawab sosial dari proyek infrastruktur skala besar.
Tuntutan Warga
Dalam gugatan tersebut, para penggugat menuntut ganti rugi
dengan total nilai mencapai Rp 270 juta. Rincian dari tuntutan ini meliputi
kerugian materil sebesar Rp 70 juta, yang mencakup kerusakan fisik rumah dan
barang-barang yang terdampak banjir, serta kerugian immateril sebesar Rp 200
juta.
Selain tuntutan finansial, warga juga meminta agar pihak
kontraktor dan pemerintah memastikan bahwa pembangunan infrastruktur di IKN
dilakukan dengan lebih memperhatikan aspek lingkungan dan kesejahteraan
masyarakat sekitar. Mereka berharap ada evaluasi menyeluruh terhadap sistem
drainase dan mitigasi dampak proyek agar kejadian serupa tidak terulang di masa
depan.
Korban Lain yang Tidak Menggugat
Menurut Hendra, sejatinya ada enam kepala keluarga (KK) yang
mengalami dampak langsung dari proyek ini. Namun, dua keluarga lainnya terpaksa
menerima ganti rugi yang ditawarkan oleh pihak kontraktor karena alasan
ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua warga memiliki daya tawar yang
cukup untuk menuntut keadilan melalui jalur hukum, sehingga banyak yang memilih
menerima solusi cepat meskipun nilainya tidak sesuai dengan kerugian yang
mereka alami.
Reaksi dan Harapan Warga
Gugatan ini menjadi simbol perlawanan warga terhadap proyek
infrastruktur yang dinilai mengabaikan aspek sosial dan lingkungan. Salah satu
penggugat, Siti Kholifah, mengungkapkan bahwa mereka tidak menentang
pembangunan jalan tol, tetapi menginginkan agar proyek ini dilakukan dengan
perencanaan yang lebih baik sehingga tidak merugikan masyarakat sekitar.
"Kami paham bahwa pembangunan ini untuk kepentingan bersama, tetapi bukan berarti boleh mengorbankan kami yang tinggal di sekitar proyek. Kami hanya ingin rumah kami aman dan tidak terkena dampak buruk dari pembangunan," ujar Siti.
Sementara itu, beberapa warga lainnya yang tidak ikut
menggugat tetap berharap agar ada solusi yang adil bagi mereka. Mereka
menginginkan adanya komunikasi yang lebih baik antara pihak kontraktor,
pemerintah, dan warga agar pembangunan dapat berjalan dengan lebih harmonis.
Tanggapan Pemerintah dan Kontraktor
Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak
kontraktor maupun pemerintah terkait gugatan ini. Namun, dalam beberapa proyek
infrastruktur sebelumnya, pemerintah biasanya menempuh jalur mediasi untuk
menyelesaikan sengketa semacam ini. Jika dalam persidangan nanti para tergugat
hadir dan menyatakan kesiapan untuk bernegosiasi, ada kemungkinan gugatan ini
dapat diselesaikan di luar pengadilan.
Namun, jika tidak ada solusi yang memuaskan, sidang akan berlanjut hingga ada putusan hukum yang mengikat. Warga berharap agar gugatan ini tidak hanya menjadi kasus hukum biasa, tetapi juga menjadi pelajaran bagi proyek-proyek infrastruktur lainnya agar lebih memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat sekitar.
Kasus gugatan warga Karang Joang terhadap proyek Jalan Tol
IKN ini menjadi cerminan dari tantangan dalam pembangunan besar di Indonesia.
Di satu sisi, pembangunan infrastruktur adalah kebutuhan untuk mendukung
pertumbuhan ekonomi dan mobilitas di IKN. Namun, di sisi lain, pelaksanaannya
harus dilakukan dengan mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan agar tidak
menimbulkan polemik di masyarakat.
Keputusan hukum dari kasus ini akan menjadi preseden penting bagi proyek-proyek serupa di masa depan. Jika warga memenangkan gugatan ini, maka akan menjadi peringatan bagi kontraktor dan pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam merancang dan melaksanakan proyek infrastruktur. Sebaliknya, jika gugatan ini tidak membuahkan hasil yang diharapkan, maka akan menjadi tantangan bagi warga dalam memperjuangkan hak-haknya di tengah derasnya pembangunan IKN.
Masyarakat kini menantikan langkah selanjutnya dari pengadilan, pemerintah, dan pihak kontraktor. Akankah ada solusi yang adil bagi warga? Ataukah mereka harus terus berjuang hingga mendapatkan hak yang mereka tuntut? Semua ini akan terjawab dalam sidang lanjutan yang dijadwalkan pada 4 Maret 2025 mendatang.