Gugatan Warga Karang Joang: Dampak Proyek Jalan Tol IKN yang Mengundang Polemik

 

Pembangunan infrastruktur di Ibu Kota Nusantara (IKN) terus berlanjut dengan berbagai proyek ambisius, salah satunya adalah Jalan Tol IKN Segmen 3A Karangjoang-KKT Kariangau. Namun, di tengah optimisme pembangunan, muncul suara keberatan dari warga sekitar yang merasa dirugikan akibat proyek ini. Empat warga dari Kelurahan Karang Joang, Balikpapan, Kalimantan Timur, secara resmi mengajukan gugatan terhadap kontraktor proyek jalan tol tersebut. Mereka menuntut pertanggungjawaban atas kerusakan rumah serta dampak banjir yang ditimbulkan akibat pembangunan.

 

Latar Belakang Gugatan

Para penggugat yang terdiri dari Siti Kholifah, Djono Tarko, Riyanto, dan Rusdiansyah mengajukan gugatan terhadap perusahaan kontraktor yang terlibat dalam proyek ini. Kontraktor yang menjadi tergugat adalah PT Adhi Karya (Persero) Tbk, PT Hutama Karya (Persero), dan PT Brantas Abipraya (Persero), yang tergabung dalam Kerja Sama Operasi (KSO). Selain itu, gugatan juga ditujukan kepada Kementerian Pekerjaan Umum, Otorita IKN, serta Presiden Republik Indonesia sebagai turut tergugat.

 Tim Kuasa Hukum dari Biro Bantuan Hukum (BBH) Balikpapan mengajukan gugatan dengan nomor perkara 19/Pdt.G/2025/PN Bpp. Gugatan ini diajukan sebagai bentuk ketidakpuasan warga atas dampak proyek yang dinilai dilakukan tanpa perencanaan matang sehingga menyebabkan kerusakan dan bencana lingkungan di sekitar mereka.

 

Dampak Proyek Terhadap Warga

Sejak tahun 2024, proyek pembangunan jalan tol ini telah menimbulkan berbagai masalah bagi warga sekitar. Salah satu dampak yang paling dirasakan adalah retaknya bangunan rumah akibat getaran dari alat berat yang digunakan dalam proyek. Selain itu, sistem drainase yang buruk mengakibatkan banjir saat hujan deras, bahkan di lokasi yang sebelumnya tidak pernah mengalami genangan air.

Muhammad Hendra, perwakilan kuasa hukum para penggugat, menjelaskan bahwa pihaknya telah berupaya untuk menyelesaikan permasalahan ini secara kekeluargaan dengan mengirimkan somasi sebanyak tiga kali. Namun, upaya ini tidak membuahkan hasil yang memuaskan. Akhirnya, warga pun memilih jalur hukum untuk mendapatkan keadilan dan ganti rugi atas kerugian yang mereka alami.

 

Sidang Perdana yang Tertunda

Sidang perdana kasus ini dijadwalkan berlangsung pada Selasa, 18 Februari 2025, di Pengadilan Negeri Balikpapan dengan Ketua Majelis Hakim Ari Siswanto. Namun, sidang tersebut terpaksa ditunda hingga 4 Maret 2025 karena para tergugat tidak hadir. Penundaan ini semakin memperpanjang ketidakpastian bagi warga yang menantikan tanggung jawab dari pihak kontraktor dan pemerintah.

Hendra menyatakan bahwa warga berharap sidang selanjutnya dapat berjalan dengan lancar dan menghadirkan pihak tergugat agar ada kepastian hukum atas gugatan yang telah mereka ajukan. Ia juga menekankan bahwa gugatan ini bukan hanya tentang ganti rugi, tetapi juga tentang prinsip keadilan dan tanggung jawab sosial dari proyek infrastruktur skala besar.

 

Tuntutan Warga

Dalam gugatan tersebut, para penggugat menuntut ganti rugi dengan total nilai mencapai Rp 270 juta. Rincian dari tuntutan ini meliputi kerugian materil sebesar Rp 70 juta, yang mencakup kerusakan fisik rumah dan barang-barang yang terdampak banjir, serta kerugian immateril sebesar Rp 200 juta.

 

Selain tuntutan finansial, warga juga meminta agar pihak kontraktor dan pemerintah memastikan bahwa pembangunan infrastruktur di IKN dilakukan dengan lebih memperhatikan aspek lingkungan dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Mereka berharap ada evaluasi menyeluruh terhadap sistem drainase dan mitigasi dampak proyek agar kejadian serupa tidak terulang di masa depan.

 

Korban Lain yang Tidak Menggugat

Menurut Hendra, sejatinya ada enam kepala keluarga (KK) yang mengalami dampak langsung dari proyek ini. Namun, dua keluarga lainnya terpaksa menerima ganti rugi yang ditawarkan oleh pihak kontraktor karena alasan ekonomi. Hal ini menunjukkan bahwa tidak semua warga memiliki daya tawar yang cukup untuk menuntut keadilan melalui jalur hukum, sehingga banyak yang memilih menerima solusi cepat meskipun nilainya tidak sesuai dengan kerugian yang mereka alami.

 

Reaksi dan Harapan Warga

Gugatan ini menjadi simbol perlawanan warga terhadap proyek infrastruktur yang dinilai mengabaikan aspek sosial dan lingkungan. Salah satu penggugat, Siti Kholifah, mengungkapkan bahwa mereka tidak menentang pembangunan jalan tol, tetapi menginginkan agar proyek ini dilakukan dengan perencanaan yang lebih baik sehingga tidak merugikan masyarakat sekitar.

"Kami paham bahwa pembangunan ini untuk kepentingan bersama, tetapi bukan berarti boleh mengorbankan kami yang tinggal di sekitar proyek. Kami hanya ingin rumah kami aman dan tidak terkena dampak buruk dari pembangunan," ujar Siti.

 

Sementara itu, beberapa warga lainnya yang tidak ikut menggugat tetap berharap agar ada solusi yang adil bagi mereka. Mereka menginginkan adanya komunikasi yang lebih baik antara pihak kontraktor, pemerintah, dan warga agar pembangunan dapat berjalan dengan lebih harmonis.

 

Tanggapan Pemerintah dan Kontraktor

Hingga saat ini, belum ada pernyataan resmi dari pihak kontraktor maupun pemerintah terkait gugatan ini. Namun, dalam beberapa proyek infrastruktur sebelumnya, pemerintah biasanya menempuh jalur mediasi untuk menyelesaikan sengketa semacam ini. Jika dalam persidangan nanti para tergugat hadir dan menyatakan kesiapan untuk bernegosiasi, ada kemungkinan gugatan ini dapat diselesaikan di luar pengadilan.

Namun, jika tidak ada solusi yang memuaskan, sidang akan berlanjut hingga ada putusan hukum yang mengikat. Warga berharap agar gugatan ini tidak hanya menjadi kasus hukum biasa, tetapi juga menjadi pelajaran bagi proyek-proyek infrastruktur lainnya agar lebih memperhatikan dampaknya terhadap masyarakat sekitar.

Kasus gugatan warga Karang Joang terhadap proyek Jalan Tol IKN ini menjadi cerminan dari tantangan dalam pembangunan besar di Indonesia. Di satu sisi, pembangunan infrastruktur adalah kebutuhan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi dan mobilitas di IKN. Namun, di sisi lain, pelaksanaannya harus dilakukan dengan mempertimbangkan dampak sosial dan lingkungan agar tidak menimbulkan polemik di masyarakat.

Keputusan hukum dari kasus ini akan menjadi preseden penting bagi proyek-proyek serupa di masa depan. Jika warga memenangkan gugatan ini, maka akan menjadi peringatan bagi kontraktor dan pemerintah untuk lebih berhati-hati dalam merancang dan melaksanakan proyek infrastruktur. Sebaliknya, jika gugatan ini tidak membuahkan hasil yang diharapkan, maka akan menjadi tantangan bagi warga dalam memperjuangkan hak-haknya di tengah derasnya pembangunan IKN.

Masyarakat kini menantikan langkah selanjutnya dari pengadilan, pemerintah, dan pihak kontraktor. Akankah ada solusi yang adil bagi warga? Ataukah mereka harus terus berjuang hingga mendapatkan hak yang mereka tuntut? Semua ini akan terjawab dalam sidang lanjutan yang dijadwalkan pada 4 Maret 2025 mendatang.

Next Post Previous Post