Gubernur Kalimantan Barat Desak Kemendikti Buka Kembali SNBP 2025 Akibat Kesalahan Teknis
Foto : kalbaronline |
Pontianak – Ratusan siswa SMAN 1
Mempawah terancam gagal mengikuti Seleksi Nasional Berdasarkan Prestasi (SNBP)
2025 akibat kelalaian dalam pengisian data di Pangkalan Data Sekolah dan Siswa
(PDSS). Menanggapi hal ini, Penjabat Gubernur Kalimantan Barat, Harisson,
mengambil langkah cepat dengan mengirimkan surat resmi kepada Kementerian
Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikti), meminta agar sistem
SNBP dibuka kembali untuk memberi kesempatan bagi siswa yang terdampak.
Dalam pernyataannya, Harisson menegaskan bahwa kesalahan ini
bukan sepenuhnya tanggung jawab siswa, melainkan akibat dari sistem yang masih
memiliki kelemahan dalam aspek mitigasi kesalahan teknis. Oleh karena itu, ia
mendesak Kemendikti untuk mempertimbangkan ulang keputusan terkait penutupan
SNBP yang berimbas pada masa depan ratusan siswa.
Sikap Tegas Gubernur Harisson: Memperjuangkan Hak Siswa
Pada konferensi pers yang digelar di Kantor Gubernur
Kalimantan Barat, Harisson mengungkapkan keprihatinannya atas kejadian yang
menimpa siswa SMAN 1 Mempawah. Ia menegaskan bahwa pendidikan merupakan hak
dasar yang tidak boleh terhambat oleh kesalahan administratif yang seharusnya
bisa dicegah lebih awal.
“Saya sudah meminta agar sistem SNBP dibuka kembali
supaya siswa yang gagal mengikuti seleksi karena masalah teknis ini tetap
mendapatkan kesempatan mereka. Kesalahan dalam pengisian data bukanlah hal yang
disengaja, dan seharusnya ada mekanisme untuk mengantisipasi hal semacam ini,”
ujar Harisson.
Lebih lanjut, Harisson menginstruksikan Kepala Dinas
Pendidikan dan Kebudayaan Provinsi Kalimantan Barat serta Kepala Sekolah SMAN 1
Mempawah untuk segera berkoordinasi langsung dengan pihak Kemendikti guna
membahas solusi yang bisa diambil.
Menurut Harisson, kejadian serupa bisa saja terjadi di
sekolah lain, mengingat kompleksitas sistem yang harus diikuti oleh ribuan
sekolah di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, ia menilai perlu adanya
peningkatan sistem mitigasi kesalahan agar kasus ini tidak terulang di masa
mendatang.
Kronologi Kejadian: Kelalaian Administrasi Berdampak Besar
Insiden ini bermula ketika pihak sekolah gagal melengkapi
data siswa ke dalam Pangkalan Data Sekolah dan Siswa (PDSS) sebelum batas waktu
yang ditentukan. PDSS adalah sistem yang digunakan sebagai basis data untuk
seleksi SNBP. Kesalahan ini menyebabkan ratusan siswa SMAN 1 Mempawah tidak
dapat masuk dalam daftar seleksi meskipun mereka telah memenuhi persyaratan
akademik dan prestasi.
Menurut laporan yang diterima, beberapa faktor yang
menyebabkan kelalaian ini antara lain adalah keterlambatan dalam proses
verifikasi data dan kurangnya pemantauan dari pihak sekolah terkait batas akhir
pengisian data. Beberapa siswa dan orang tua pun mengungkapkan kekecewaan
mereka terhadap sistem yang dinilai kurang fleksibel.
“Kami sudah belajar keras dan mempersiapkan diri untuk
SNBP, tapi tiba-tiba kami tidak bisa ikut hanya karena masalah data. Ini sangat
mengecewakan,” ungkap salah satu siswa yang terdampak.
Sementara itu, orang tua siswa juga menyampaikan keluhan
mereka kepada pihak sekolah dan pemerintah daerah, berharap ada solusi agar
anak-anak mereka tetap memiliki kesempatan untuk melanjutkan pendidikan ke
perguruan tinggi melalui jalur SNBP.
Tanggapan Kemendikti: Belum Ada Keputusan Final
Menanggapi surat yang diajukan oleh Gubernur Harisson, pihak
Kemendikti menyatakan bahwa mereka masih melakukan evaluasi terkait permintaan
tersebut. Seorang pejabat di lingkungan Kemendikti yang tidak ingin disebutkan
namanya mengungkapkan bahwa pihak kementerian memahami situasi yang terjadi dan
sedang mencari opsi terbaik yang tidak melanggar kebijakan yang telah
ditetapkan.
“Kami sedang mempertimbangkan berbagai aspek sebelum
mengambil keputusan. Tentunya, kami ingin memastikan bahwa sistem seleksi
nasional tetap berjalan dengan prinsip keadilan dan transparansi,” ujar
pejabat tersebut.
Kemendikti juga menambahkan bahwa mereka telah memberikan
peringatan kepada seluruh sekolah terkait tenggat waktu pengisian PDSS. Namun,
dalam kasus ini, mereka akan mengevaluasi apakah ada kemungkinan memberikan
dispensasi khusus bagi siswa SMAN 1 Mempawah.
Kejadian ini menjadi pembelajaran penting bagi semua pihak,
baik pemerintah, sekolah, maupun siswa dan orang tua. Harisson mengusulkan
beberapa langkah perbaikan agar kesalahan serupa tidak terjadi di masa depan:
- Peringatan
Berulang dari Sistem – Kemendikti sebaiknya menerapkan sistem
peringatan berulang untuk sekolah-sekolah yang belum melengkapi PDSS
hingga mendekati batas akhir.
- Mekanisme
Banding – Harus ada mekanisme banding yang memungkinkan sekolah atau
siswa yang terkena dampak administratif tetap memiliki kesempatan untuk
mengikuti seleksi.
- Pelatihan
dan Sosialisasi – Sekolah perlu mendapatkan pelatihan lebih lanjut
dalam pengelolaan data PDSS agar tidak ada lagi kesalahan administratif.
- Evaluasi
Sistem SNBP – Pemerintah pusat perlu mengevaluasi dan menyempurnakan
sistem SNBP agar lebih inklusif dan fleksibel terhadap kendala teknis yang
mungkin terjadi.
Sampai saat ini, ratusan siswa SMAN 1 Mempawah masih menanti
keputusan final dari Kemendikti. Mereka berharap pemerintah pusat dapat
mengambil langkah bijak dengan memberikan kesempatan kedua agar mereka tetap
bisa bersaing dalam SNBP 2025.
Banyak pihak yang mendukung upaya yang dilakukan oleh
Gubernur Harisson. Tidak hanya pemerintah daerah, tetapi juga akademisi,
praktisi pendidikan, dan masyarakat luas yang menilai bahwa kebijakan
pendidikan harus lebih berpihak kepada siswa yang berhak mendapatkan pendidikan
lebih tinggi.
Jika permintaan pembukaan kembali sistem SNBP ini disetujui,
hal ini dapat menjadi preseden penting dalam kebijakan pendidikan nasional,
menunjukkan bahwa sistem pendidikan harus lebih adaptif terhadap tantangan yang
muncul dalam pelaksanaannya.
“Kami berharap Kemendikti bisa segera memberikan
keputusan terbaik untuk anak-anak kami. Ini bukan soal kelalaian sekolah
semata, tapi juga bagaimana sistem bisa lebih manusiawi dan berpihak kepada
siswa,” pungkas seorang orang tua siswa.
Masyarakat kini menunggu langkah nyata dari Kemendikti untuk
menyelesaikan permasalahan ini dengan adil dan bijaksana.