Dilema Kantor DPR di IKN: Efisiensi Anggaran vs. Pembangunan Parlemen di Ibu Kota Baru
Rencana pembangunan gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Ibu Kota Nusantara (IKN) kembali menuai perdebatan. Dalam upaya mengefisienkan anggaran, anggota Komisi V DPR, Sudjatmiko, mengusulkan agar DPR tetap berkantor di Jakarta, sementara gedung yang dibangun di IKN hanya berfungsi sebagai kantor kesekretariatan. Usulan ini sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025 tentang Efisiensi dalam Pelaksanaan APBN dan APBD Tahun Anggaran 2025.
Menurut Sudjatmiko, pembangunan gedung DPR di IKN
membutuhkan anggaran yang sangat besar, sementara kebutuhan masyarakat terhadap
infrastruktur dasar masih sangat tinggi. Ia menilai, daripada mengalokasikan
anggaran yang besar untuk membangun fasilitas DPR di ibu kota baru, dana
tersebut lebih baik dialihkan untuk proyek infrastruktur yang langsung
memberikan manfaat bagi rakyat.
“Kami meminta Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat
(PUPR) untuk fokus menyelesaikan rencana kerja tahun 2025 yang belum rampung.
Ada banyak kebutuhan infrastruktur yang lebih mendesak, seperti jalan, rumah
layak huni, sanitasi, dan toilet bersih,” ujar Sudjatmiko.
DPR vs. Efisiensi Anggaran
Instruksi Presiden yang dikeluarkan awal tahun ini
menekankan efisiensi anggaran di semua kementerian dan lembaga, termasuk di
DPR. Salah satu dampaknya adalah pemangkasan sejumlah proyek yang dianggap
kurang prioritas, termasuk pembangunan kantor baru DPR di IKN.
Legislator dari Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu
berpendapat bahwa meskipun kompleks DPR/MPR RI di Jakarta sudah padat, hal
tersebut masih lebih baik dibandingkan membangun gedung baru di IKN dengan
anggaran besar yang bisa digunakan untuk hal lain.
“Kalau dalam situasi normal di mana tidak ada efisiensi
besar-besaran dari pemerintah, silakan saja pembangunan gedung parlemen dan
gedung lainnya di IKN digenjot. Tetapi kalau ada keterbatasan anggaran, baiknya
dibuat skala prioritas,” kata Sudjatmiko.
Pernyataan ini menjadi menarik di tengah berbagai tantangan
yang dihadapi pemerintah dalam mewujudkan pembangunan IKN. Sebagai proyek
strategis nasional, IKN didesain untuk menjadi pusat pemerintahan baru yang
modern dan berkelanjutan. Namun, efisiensi anggaran yang kini digaungkan
pemerintah membuat sejumlah pihak mempertanyakan urgensi berbagai proyek di
sana, termasuk pembangunan gedung DPR.
Gedung DPR di IKN: Perlukah Dibangun Sekarang?
Sejumlah kalangan di DPR menilai bahwa pembangunan gedung
parlemen di IKN sebaiknya dilakukan secara bertahap sesuai dengan kebutuhan.
Jika pemerintah tetap berkomitmen memindahkan pusat pemerintahan ke IKN, maka
keberadaan gedung DPR memang menjadi hal yang penting dalam jangka panjang.
Namun, dalam kondisi keterbatasan anggaran saat ini, banyak pihak berpendapat
bahwa proyek tersebut bisa ditunda.
Selain itu, muncul kritik terkait pendekatan yang digunakan
dalam merancang desain gedung DPR di IKN. Sudjatmiko menyoroti pernyataan
Menteri PUPR yang mengungkapkan bahwa desain gedung tersebut akan mengacu pada
hasil pencarian di layanan digital seperti Google. Baginya, pendekatan ini
kurang profesional dan seharusnya mengutamakan masukan dari para pemangku
kepentingan di DPR sendiri.
“Kalau mau mengubah desain, ya baiknya konsultasi ke
Sekretariat Jenderal DPR atau anggota DPR sebagai user. Ini kok malah merujuk
pada Google,” ujarnya.
Polemik Pemindahan Lembaga Negara ke IKN
Polemik mengenai pemindahan lembaga negara ke IKN memang
bukan kali pertama terjadi. Sejumlah lembaga dan kementerian dikabarkan masih
enggan untuk segera pindah, mengingat masih banyak fasilitas yang belum siap.
Selain itu, biaya pemindahan serta operasional di dua lokasi berbeda (Jakarta
dan IKN) juga dianggap menjadi tantangan tersendiri.
Bagi sebagian pihak, pemindahan pusat pemerintahan ke IKN
memang merupakan langkah strategis untuk mengurangi beban Jakarta dan
mendistribusikan pembangunan secara lebih merata di Indonesia. Namun, di sisi
lain, ada kekhawatiran bahwa proses pemindahan ini akan menguras anggaran
negara secara signifikan, terutama jika dilakukan dalam waktu yang relatif
singkat.
Dengan adanya Inpres tentang efisiensi anggaran, pemerintah
perlu mempertimbangkan kembali skala prioritas dalam pembangunan IKN, termasuk
rencana pembangunan gedung DPR. Para pengambil kebijakan harus memastikan bahwa
setiap rupiah yang dikeluarkan benar-benar memberikan manfaat optimal bagi
masyarakat.
Perdebatan mengenai pembangunan gedung DPR di IKN
mencerminkan tantangan besar dalam mewujudkan proyek ibu kota baru. Di satu
sisi, IKN membutuhkan infrastruktur yang memadai agar dapat berfungsi sebagai
pusat pemerintahan yang efektif. Di sisi lain, keterbatasan anggaran dan
prioritas pembangunan yang lebih mendesak membuat banyak pihak mempertanyakan
urgensi pembangunan gedung parlemen di sana.
Dengan adanya tekanan untuk melakukan efisiensi anggaran,
pemerintah perlu mengambil keputusan yang bijak dalam menentukan proyek mana
yang harus diprioritaskan. DPR sendiri, sebagai lembaga legislatif, juga perlu
mempertimbangkan efektivitas operasional mereka jika nantinya tetap berkantor
di Jakarta sementara sebagian pemerintahan sudah berpindah ke IKN.
Keputusan akhir mengenai pembangunan gedung DPR di IKN kemungkinan besar akan bergantung pada dinamika politik dan keuangan negara dalam beberapa tahun ke depan. Apakah DPR akan benar-benar berkantor di IKN atau tetap di Jakarta demi efisiensi, masih menjadi pertanyaan besar yang menanti jawaban.