Demonstrasi Tolak Revisi UU Minerba di Kaltim Memanas: Mahasiswa Bentrok dengan Aparat, Water Cannon Ditembakkan
![]() |
Foto : Kompas |
Samarinda, 6 Februari 2025 - Aksi protes besar-besaran
meletus di depan Gedung DPRD Provinsi Kalimantan Timur (Kaltim) ketika ratusan
mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Kalimantan Timur Menggugat
(Mahakam) turun ke jalan untuk menolak revisi Undang-Undang Mineral dan Batu
Bara (UU Minerba). Demonstrasi yang awalnya berlangsung damai berubah menjadi
ricuh setelah aparat keamanan mulai membubarkan massa dengan menggunakan water
cannon.
Aksi Damai Berujung Chaos
Sejak pagi, ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Kaltim, terutama Universitas Mulawarman (Unmul), berkumpul di depan kantor DPRD untuk menyuarakan penolakan terhadap revisi UU Minerba yang memungkinkan perguruan tinggi menerbitkan Izin Usaha Pertambangan (IUP). Dalam orasinya, mahasiswa menegaskan bahwa perubahan ini tidak hanya mengancam independensi akademik tetapi juga berpotensi menjadikan kampus sebagai instrumen bisnis yang dapat mengorbankan nilai-nilai ilmiah dan kepentingan publik.
"Kami menolak revisi ini karena akan merusak dunia akademik dan menciptakan perguruan tinggi yang hanya menjadi alat korporasi tambang," ujar Maulana, Ketua Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Universitas Mulawarman. "Pendidikan harus menjadi tempat untuk berpikir kritis, bukan menjadi mesin industri pertambangan yang hanya mengejar keuntungan tanpa memikirkan dampak jangka panjang."
Demonstrasi berjalan kondusif selama beberapa jam. Para mahasiswa membentangkan spanduk, menyuarakan aspirasi mereka melalui pengeras suara, serta membagikan selebaran kepada masyarakat sekitar. Mereka juga menyerukan agar para anggota DPRD Kaltim turun dan berdialog langsung dengan para mahasiswa untuk mendengarkan tuntutan mereka. Namun, hingga sore hari, tidak ada satu pun perwakilan DPRD yang muncul untuk menemui para pengunjuk rasa.
Bentrok dengan Aparat dan Water Cannon yang Menciptakan Kekacauan
Ketegangan meningkat menjelang petang ketika pihak kepolisian memberikan peringatan agar massa membubarkan diri. Namun, mahasiswa menolak untuk pergi sebelum ada pernyataan resmi dari DPRD mengenai sikap mereka terhadap revisi UU Minerba. Situasi semakin panas hingga akhirnya, sekitar pukul 17.00 WITA, aparat mulai mengambil tindakan dengan menyemprotkan water cannon ke arah demonstran.
Kepanikan pun pecah. Mahasiswa berlarian menghindari semburan air bertekanan tinggi yang ditembakkan ke tengah-tengah kerumunan. Beberapa dari mereka terjatuh dan mengalami luka-luka akibat terdorong oleh dorongan air maupun tertindih oleh rekan-rekannya yang berusaha menyelamatkan diri. Sementara itu, polisi dengan tameng dan perlengkapan anti huru-hara bergerak maju untuk membubarkan massa secara paksa.
"Kami tidak melakukan kekerasan, tetapi mereka menyerang kami dengan cara represif. Kami hanya ingin menyampaikan suara kami, tetapi yang kami terima adalah tindakan keras yang menyakitkan!" teriak salah seorang mahasiswa yang terkena semburan water cannon.
Beberapa mahasiswa yang masih bertahan mencoba membentuk barikade dengan berpegangan tangan, tetapi mereka tetap tidak mampu melawan tekanan dari pihak keamanan. Gas air mata juga mulai digunakan untuk membubarkan sisa massa yang enggan meninggalkan lokasi. Akhirnya, mayoritas demonstran terpaksa mundur, namun mereka berjanji akan kembali dengan kekuatan yang lebih besar jika tuntutan mereka tidak dipenuhi.
Tuntutan Mahasiswa dan Sikap DPRD yang Bungkam
Salah satu poin utama dalam aksi ini adalah penolakan terhadap revisi UU Minerba yang dinilai akan semakin memperburuk situasi lingkungan dan sosial di Kalimantan Timur. Mahasiswa menyoroti bahwa kebijakan ini dapat mengarah pada eksploitasi sumber daya alam yang tidak terkendali serta meningkatkan konflik sosial di daerah tersebut.
"Kami meminta DPRD Kaltim menandatangani nota kesepahaman untuk menolak revisi ini, tetapi mereka bahkan tidak mau menemui kami. Ini menunjukkan bahwa mereka tidak peduli dengan suara rakyat," kata Maulana dengan nada geram. "Kami akan kembali minggu depan dengan jumlah massa yang lebih besar jika mereka tetap diam dan mengabaikan tuntutan kami."
Di sisi lain, pihak DPRD Kaltim hingga saat ini masih enggan memberikan tanggapan resmi. Beberapa anggota dewan yang sempat diwawancarai media memilih bungkam atau menghindari pertanyaan terkait demonstrasi ini. Sikap diam mereka semakin menyulut kemarahan mahasiswa dan masyarakat sipil yang mendukung gerakan ini.
Koalisi Dosen Unmul Ikut Menolak Revisi UU Minerba
Tak hanya mahasiswa, penolakan terhadap revisi UU Minerba juga datang dari kalangan akademisi. Sebanyak 79 dosen Universitas Mulawarman yang tergabung dalam Koalisi Dosen Unmul menyatakan sikap menolak perubahan kebijakan tersebut. Mereka menilai bahwa rencana ini dapat mengancam independensi akademik dan mengarahkan perguruan tinggi ke dalam praktik bisnis yang bertentangan dengan misi pendidikan.
Orin Gusta Andini, Koordinator Koalisi Dosen Unmul, menegaskan bahwa revisi ini tidak hanya mengancam kebebasan akademik, tetapi juga menciptakan risiko besar bagi lingkungan hidup di Kalimantan Timur. "Kita sudah menghadapi begitu banyak dampak buruk dari eksploitasi tambang. Jika kampus diberikan izin untuk mengelola tambang, itu hanya akan memperburuk situasi," ujar Orin.
Menurutnya, perguruan tinggi seharusnya menjadi pusat riset dan inovasi yang berpihak kepada masyarakat, bukan justru menjadi bagian dari industri ekstraktif yang sering kali mengabaikan dampak lingkungan dan sosial. "Kami khawatir bahwa revisi ini adalah cara untuk membungkam akademisi agar mereka tidak lagi kritis terhadap industri pertambangan dan kebijakan pemerintah," tambahnya.
Ancaman Lingkungan dan Sosial di Kaltim Semakin Parah
Kalimantan Timur sudah lama menjadi pusat eksploitasi tambang yang meninggalkan banyak dampak negatif. Aktivis lingkungan menyebut bahwa revisi UU Minerba hanya akan memperparah permasalahan yang sudah ada. Di antara dampak yang sudah terlihat saat ini adalah:
Alih Fungsi Lahan - Hutan yang seharusnya menjadi kawasan konservasi terus berkurang akibat pembukaan lahan tambang.
- Banjir - Kerusakan lingkungan akibat tambang telah meningkatkan risiko banjir di berbagai wilayah Kaltim.
- Pencemaran Udara - Debu dan polusi dari aktivitas pertambangan menyebabkan masalah kesehatan bagi masyarakat sekitar.
- Konflik Sosial - Perebutan lahan sering kali menimbulkan konflik antara perusahaan, masyarakat adat, dan pemerintah.
- Lubang Tambang Berbahaya - Banyak lubang bekas tambang yang dibiarkan terbuka tanpa reklamasi, menelan korban jiwa, terutama anak-anak.
Mahasiswa dan akademisi sepakat bahwa revisi UU Minerba harus ditolak demi keberlangsungan lingkungan dan kehidupan sosial di Kaltim. Mereka bersumpah akan terus mengawal isu ini dan tidak segan untuk melakukan aksi yang lebih besar jika tuntutan mereka tetap diabaikan.
Dengan semakin meningkatnya ketegangan antara mahasiswa, akademisi, dan pemerintah, masih menjadi tanda tanya besar apakah DPRD Kaltim akan akhirnya memberikan respons terhadap gelombang penolakan ini, ataukah mereka akan tetap membiarkan aspirasi masyarakat tak tersampaikan? Satu hal yang pasti, gerakan ini belum akan berhenti.