BURONAN KASUS KORUPSI KEJATI KALTIM BERHASIL DIBEKUK: UPAYA PENEGAKAN HUKUM TANPA KOMPROMI

  

Ilustrasi

Reformasi dan Inovasi (SIRI) kembali menunjukkan taringnya dalam menegakkan hukum dengan menangkap seorang buronan kasus korupsi yang telah lama masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO). Buronan yang berhasil diamankan tersebut adalah Fachtur Rahman (62), yang merupakan terpidana kasus korupsi berdasarkan putusan Mahkamah Agung.

Fachtur Rahman ditangkap oleh tim gabungan Kejaksaan Agung di Jalan Ciledug Raya, Jakarta Selatan, pada Senin (3/2/2025). Keberhasilan ini merupakan bagian dari komitmen Kejaksaan dalam memburu para koruptor yang masih berkeliaran dan belum menjalani hukuman sesuai dengan keputusan hukum yang berlaku.

 

Proses Penangkapan dan Kepatuhan Terpidana

Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Harli Siregar, dalam keterangannya menyatakan bahwa penangkapan terhadap Fachtur Rahman dilakukan dengan lancar tanpa ada perlawanan dari terpidana. Tim Intelijen telah melakukan pemantauan selama beberapa waktu hingga akhirnya berhasil mengidentifikasi keberadaannya dan melaksanakan eksekusi dengan cepat dan efektif.

“Terpidana bersikap kooperatif, sehingga proses pengamanan berjalan dengan lancar. Saat ini, Terpidana dititipkan sementara di Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan untuk proses hukum lebih lanjut,” ungkap Harli Siregar dalam konferensi pers yang digelar di Kejaksaan Agung.

 

Latar Belakang Kasus Korupsi

Kasus yang menjerat Fachtur Rahman berawal dari dugaan tindak pidana korupsi yang dilakukannya secara bersama-sama. Berdasarkan Putusan Mahkamah Agung Nomor 721 K/Pid.Sus/2018, Fachtur Rahman dinyatakan secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian negara.

Dalam putusannya, Mahkamah Agung menjatuhkan hukuman penjara selama dua tahun serta denda sebesar Rp50.000.000 dengan ketentuan bahwa apabila denda tersebut tidak dibayarkan, maka akan diganti dengan pidana kurungan selama tiga bulan. Selain itu, Fachtur Rahman juga diwajibkan membayar uang pengganti sebesar Rp75.500.000. Namun, dari jumlah tersebut, ia telah mengembalikan Rp71 juta. Jika sisa uang pengganti tidak dibayarkan dalam waktu satu bulan setelah putusan berkekuatan hukum tetap, maka asetnya akan disita dan dilelang untuk menutupi kekurangan. Jika ia tidak memiliki aset yang mencukupi, maka ia akan menjalani pidana tambahan berupa tiga bulan kurungan.

 

Komitmen Kejaksaan dalam Pemberantasan Korupsi

Keberhasilan menangkap buronan ini menjadi bukti konkret bahwa Kejaksaan Agung tidak main-main dalam upaya penegakan hukum. Jaksa Agung menegaskan bahwa pihaknya akan terus memonitor dan menangkap buronan lain yang masih berkeliaran untuk memastikan adanya kepastian hukum bagi para pelaku tindak pidana.

“Kami tidak akan berhenti. Semua buronan yang terdaftar dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) Kejaksaan RI harus bertanggung jawab atas perbuatannya. Kami mengimbau mereka untuk segera menyerahkan diri karena tidak ada tempat bersembunyi yang aman,” tegas Jaksa Agung dalam pernyataannya.

Satgas SIRI yang berperan dalam pengamanan Fachtur Rahman merupakan salah satu tim elit Kejaksaan yang fokus pada pencarian dan penangkapan buronan. Dengan metode intelijen yang canggih dan strategi yang matang, tim ini mampu melacak dan menangkap buronan yang telah lama menghindari proses hukum.

 

Fenomena Buronan Kasus Korupsi dan Tantangan Penegakan Hukum

Penangkapan buronan kasus korupsi masih menjadi tantangan besar bagi penegak hukum di Indonesia. Banyak terpidana yang memilih kabur dan menghindari eksekusi setelah divonis bersalah oleh pengadilan. Beberapa di antaranya menggunakan berbagai cara, mulai dari berpindah-pindah tempat tinggal, menyembunyikan identitas, hingga melarikan diri ke luar negeri.

Namun, dengan adanya teknologi dan kerja sama antarinstansi, pengejaran buronan semakin efektif. Kejaksaan Agung bekerja sama dengan berbagai pihak, termasuk Kepolisian dan Interpol, untuk memastikan bahwa buronan kasus korupsi tidak memiliki celah untuk melarikan diri.

 

Dampak dan Pesan Moral dari Penangkapan Fachtur Rahman

Penangkapan ini diharapkan menjadi peringatan bagi para koruptor lainnya bahwa hukum di Indonesia tetap berjalan dan tidak akan memberi ruang bagi mereka yang ingin menghindar dari tanggung jawab. Selain itu, Kejaksaan Agung berharap masyarakat dapat lebih proaktif dalam melaporkan keberadaan buronan demi mendukung upaya penegakan hukum.

Komitmen pemerintah dalam pemberantasan korupsi harus terus ditegakkan demi menjaga kepercayaan masyarakat terhadap sistem peradilan di Indonesia. Dengan adanya ketegasan dalam menindak para pelaku korupsi, diharapkan tercipta efek jera yang mampu mengurangi praktik korupsi di masa mendatang.

Penegakan hukum yang tegas dan konsisten adalah kunci utama dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan bebas dari praktik korupsi. Keberhasilan Kejaksaan Agung dalam menangkap Fachtur Rahman adalah salah satu langkah nyata dalam menciptakan keadilan di negeri ini.




Dugaan Korupsi Perusda Pertambangan Bara Kaltim: Kejati Kaltim Tahan Dua Tersangka, Kerugian Negara Mencapai Rp21,2 Miliar

Samarinda, 5 Februari 2025 – Kejaksaan Tinggi Kalimantan Timur (Kejati Kaltim) terus mengusut kasus dugaan korupsi yang melibatkan Perusahaan Daerah (Perusda) Pertambangan Bara Kaltim Sejahtera (BKS). Setelah melakukan penyelidikan intensif, tim penyidik menetapkan dua tersangka dalam kasus ini dan menahan salah satu tersangka terbaru, NJ, yang berperan sebagai Kuasa Direktur PT ALG.

Penahanan NJ dilakukan pada Selasa (4/2) di Samarinda setelah Kejati Kaltim menemukan dua alat bukti yang cukup untuk menjeratnya dalam perkara ini. NJ diduga kuat terlibat dalam pengelolaan keuangan Perusda BKS pada periode 2017-2020 yang mengakibatkan kerugian negara mencapai Rp21.202.001.888.

 

Dua Tersangka, Satu Sudah Ditahan

Selain NJ, Kejati Kaltim sebelumnya telah menetapkan mantan Direktur PT BKS, IGS, sebagai tersangka pada 22 Januari 2025. Penetapan ini berdasarkan surat keputusan Nomor: TAP-01/O.4.5/Fd.1/2025. Penyidik menemukan bahwa keduanya memiliki peran krusial dalam proses kerja sama jual beli batu bara yang tidak sesuai prosedur.

Menurut Kepala Seksi Penerangan Hukum Kejati Kaltim, Toni Yuswanto, penahanan NJ didasarkan pada pertimbangan bahwa pasal yang disangkakan memiliki ancaman pidana lima tahun atau lebih. Selain itu, ada kekhawatiran bahwa tersangka dapat menghilangkan barang bukti atau melarikan diri jika tidak ditahan.

 

Modus Operandi: Kerja Sama Fiktif dan Pelanggaran Prosedural

Kasus dugaan korupsi ini bermula dari kerja sama antara Perusda BKS dan lima perusahaan swasta dalam transaksi jual beli batu bara pada periode 2017-2019. Total nilai transaksi ini mencapai Rp25.884.551.338. Namun, dalam pelaksanaannya, transaksi tersebut tidak memenuhi ketentuan perundang-undangan yang berlaku.

Beberapa pelanggaran prosedur yang ditemukan dalam kasus ini antara lain:

  • Tidak adanya persetujuan dari Badan Pengawas dan Gubernur Kalimantan Timur selaku Kuasa Pemilik Modal (KPM).
  • Tidak adanya dokumen usulan kerja sama, studi kelayakan, rencana bisnis pihak ketiga, serta analisis manajemen risiko.

Hasil audit yang dilakukan oleh Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Provinsi Kalimantan Timur mengungkap bahwa pelanggaran ini menyebabkan kerugian negara sebesar Rp21.202.001.888.

 

Landasan Hukum dan Pasal yang Dikenakan

Para tersangka dalam kasus ini dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 juncto Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001. Selain itu, mereka juga dikenakan Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP yang mengatur keterlibatan lebih dari satu orang dalam tindak pidana.

Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor menyatakan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri, orang lain, atau suatu korporasi yang merugikan keuangan negara, diancam dengan pidana penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda antara Rp200 juta hingga Rp1 miliar.

Sementara itu, Pasal 3 UU Tipikor mengatur penyalahgunaan wewenang yang menguntungkan diri sendiri atau orang lain, dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.

 

Dampak Korupsi bagi Perusda dan Perekonomian Daerah

Dugaan korupsi ini tidak hanya merugikan negara dalam jumlah besar, tetapi juga merusak kredibilitas Perusda BKS sebagai badan usaha milik daerah (BUMD) yang seharusnya menjadi pilar utama dalam pengelolaan sumber daya alam secara transparan dan profesional.

Kasus ini juga berdampak pada iklim investasi di sektor pertambangan di Kalimantan Timur. Para investor yang tertarik untuk berinvestasi di sektor batu bara akan berpikir ulang sebelum menanamkan modalnya akibat ketidakpastian hukum dan risiko korupsi yang tinggi.

 

Kejati Kaltim: Tidak Ada Toleransi bagi Korupsi

Kejati Kaltim menegaskan bahwa pihaknya berkomitmen untuk mengusut tuntas kasus ini hingga ke akar-akarnya. Toni Yuswanto menyampaikan bahwa pihaknya masih terus mengembangkan penyelidikan dan tidak menutup kemungkinan adanya tersangka lain yang akan menyusul.

“Kami akan terus menelusuri aliran dana yang terkait dengan kerja sama ini dan menindak siapa pun yang terbukti terlibat. Negara tidak boleh dirugikan akibat tindakan melawan hukum yang dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab,” tegas Toni.

Lebih lanjut, ia menekankan bahwa Kejati Kaltim akan menggandeng berbagai pihak, termasuk BPKP dan aparat penegak hukum lainnya, guna memastikan semua aspek dalam kasus ini terungkap secara transparan.

Kasus ini menjadi sorotan di Kalimantan Timur, khususnya bagi masyarakat yang berharap agar pengelolaan sumber daya alam dilakukan dengan transparan dan berintegritas. Beberapa aktivis antikorupsi di Samarinda menyambut baik langkah Kejati Kaltim dalam menindak kasus ini, tetapi mereka juga menuntut agar upaya pemberantasan korupsi lebih ditingkatkan.

“Kami berharap kasus ini bisa menjadi pembelajaran bagi semua pihak, terutama dalam pengelolaan BUMD. Jangan sampai perusahaan daerah yang seharusnya memberikan manfaat bagi masyarakat justru menjadi ladang korupsi bagi oknum tertentu,” ujar Arifin, seorang aktivis dari LSM antikorupsi di Samarinda.

Di sisi lain, beberapa pihak juga mendorong adanya reformasi dalam pengelolaan BUMD di Kalimantan Timur, termasuk peningkatan pengawasan dari pemerintah daerah serta transparansi dalam proses kerja sama dengan pihak swasta.

Penahanan tersangka NJ dan IGS dalam kasus dugaan korupsi Perusda BKS menandai langkah serius dalam upaya penegakan hukum terhadap kejahatan keuangan di sektor pertambangan. Dengan potensi keterlibatan pihak lain dalam kasus ini, diharapkan Kejati Kaltim mampu mengungkap seluruh jaringan korupsi yang ada dan memastikan bahwa keadilan ditegakkan.

Kasus ini menjadi pengingat bahwa pengelolaan keuangan perusahaan daerah harus dilakukan secara profesional dan bertanggung jawab. Dengan langkah tegas dari aparat penegak hukum, diharapkan praktik korupsi di sektor pertambangan dapat diminimalisir demi masa depan ekonomi daerah yang lebih baik.


Next Post Previous Post