Skandal Korupsi Massal di Dinas Pendidikan Kalteng: 21 Tersangka, Kerugian Negara Rp 5,3 Miliar
Skandal besar mengguncang dunia pendidikan Kalimantan Tengah
(Kalteng). Sebanyak 21 individu telah ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus
korupsi terkait anggaran kegiatan pertemuan dan sosialisasi di Dinas Pendidikan
(Disdik) Kalteng. Kejahatan ini merupakan hasil pengembangan dari kasus lama
yang sempat mengendap selama lebih dari satu dekade. Kabid Humas Polda Kalteng,
Komisaris Besar Erlan Munaji, menyampaikan bahwa tindak pidana ini berkaitan
dengan pelaksanaan kegiatan pada tahun 2014. “Kami telah menyelidiki dugaan
korupsi yang terjadi pada sejumlah kegiatan yang dibiayai oleh anggaran Disdik
Kalteng tahun 2014,” ungkap Erlan dalam konferensi pers yang diadakan di Markas
Polda Kalteng, Palangka Raya, pada Rabu, 8 Januari 2025.
Modus Operandi yang Rumit
Korupsi ini terungkap pada beberapa kegiatan yang menggunakan fasilitas di luar kantor, seperti hotel. Erlan menjelaskan bahwa para pelaku tidak mengembalikan dana yang tidak digunakan ke kas negara. Selain itu, mereka menggunakan metode manipulasi kontrak untuk menyelewengkan anggaran. “Dalam setiap kegiatan, dibuat dua jenis kontrak, yaitu kontrak akomodasi dan kontrak konsumsi. Namun, bukannya menggunakan paket fullboard yang disediakan oleh hotel, masing-masing Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) justru mengambil kembali sebagian dana yang telah dibayarkan kepada pihak hotel,” jelas Erlan. Dana yang diambil tersebut tidak disetorkan kembali ke kas negara dan tidak memiliki bukti pertanggungjawaban yang sah.
Menurut hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI, kerugian negara akibat tindak pidana ini mencapai Rp 5.398.566.189,23. Erlan menambahkan bahwa jumlah kerugian tersebut akan dimintakan pertanggungjawaban dari ke-21 tersangka secara bertahap.
Rangkaian Penetapan Tersangka
Penyidikan yang panjang akhirnya menghasilkan 21 laporan polisi terkait kasus ini. Hingga saat ini, sejumlah tersangka telah melalui proses hukum di berbagai tahap. Pada 22 Desember 2021, tujuh tersangka pertama diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum (JPU). Mereka adalah B, yang menjabat sebagai Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) Bidang Pendidikan Menengah dan Luar Biasa (Dikmen-LB), serta enam PPTK bernama H, S, S, RK, M, dan Y.
Kemudian, pada 22 Februari 2024, lima tersangka lainnya juga diserahkan kepada JPU. Mereka terdiri dari AQ sebagai KPA Bidang Program Sekolah Nasional dan Pendidikan (PSNP), LC dan RR sebagai PPTK Bidang PSNP, AK sebagai Sekretaris, serta AI sebagai Ketua Panitia. Namun, proses hukum tidak dapat diteruskan terhadap salah satu tersangka, S, yang menjabat sebagai PPTK, karena ia meninggal dunia akibat komplikasi jantung dan stroke pada 12 Desember 2023.
Penyidikan terus berlanjut hingga akhirnya delapan tersangka lainnya dinyatakan lengkap (P21) pada 20 Desember 2024. Mereka adalah EL, KPA Bidang Pendidikan Dasar (Dikdas), R, YB, E, K, dan S yang semuanya merupakan PPTK Bidang Dikdas, serta SAY sebagai penerima aliran dana, dan DL, Kepala Dinas Pendidikan.
Ancaman Hukuman Berat
Para tersangka dijerat dengan Pasal 2 Ayat (1) dan/atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 yang telah diubah menjadi UU RI No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pasal 2 Ayat (1) mengatur ancaman pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara minimal empat tahun dan maksimal 20 tahun, serta denda paling sedikit Rp 200 juta hingga Rp 1 miliar.
Selain itu, Pasal 3 jo Pasal 18 UU RI No. 31/1999 juga memungkinkan penjatuhan hukuman penjara seumur hidup atau minimal satu tahun dan maksimal 20 tahun, dengan denda mulai dari Rp 50 juta hingga Rp 1 miliar. Kombinasi pasal-pasal tersebut mencerminkan beratnya hukuman bagi para pelaku yang terlibat dalam kasus ini.
Dampak Korupsi pada Dunia Pendidikan
Korupsi yang melibatkan pejabat tinggi di Disdik Kalteng ini mencoreng wajah pendidikan di provinsi tersebut. Dana yang seharusnya digunakan untuk mendukung kegiatan pendidikan justru diselewengkan untuk kepentingan pribadi. Dalam beberapa kasus, penggunaan dana untuk kegiatan di luar kantor, seperti di hotel, bahkan tidak memberikan manfaat signifikan bagi pengembangan dunia pendidikan di Kalteng.
Erlan Munaji menekankan pentingnya pengawasan yang lebih ketat terhadap penggunaan anggaran negara. “Kami berharap agar kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak, terutama instansi pemerintah, untuk lebih berhati-hati dalam menggunakan dana publik,” katanya.
Meski sebagian tersangka telah menghadapi proses hukum, masyarakat masih menaruh harapan besar agar kasus ini dapat diusut tuntas. Transparansi dalam proses hukum sangat diperlukan untuk memastikan keadilan benar-benar ditegakkan. Selain itu, reformasi sistem pengelolaan keuangan di instansi pemerintahan juga menjadi tantangan yang harus segera diatasi.
Korupsi dalam dunia pendidikan tidak hanya merugikan negara secara finansial, tetapi juga berdampak pada generasi penerus bangsa. Dengan adanya kasus ini, diharapkan pemerintah dapat mengambil langkah tegas untuk mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. Penegakan hukum yang konsisten dan pengawasan yang lebih ketat terhadap anggaran pendidikan menjadi kunci untuk memulihkan kepercayaan publik.
Kasus korupsi berjamaah di Dinas Pendidikan Kalimantan Tengah adalah sebuah pengingat akan pentingnya integritas dalam pengelolaan dana publik. Dengan kerugian mencapai lebih dari Rp 5,3 miliar, kasus ini tidak hanya mencerminkan kelalaian, tetapi juga keserakahan yang harus diberantas hingga ke akarnya. Kini, saatnya bagi semua pihak untuk bekerja sama dalam menciptakan pemerintahan yang bersih dan transparan, demi masa depan pendidikan yang lebih baik.