Menyingkap Akar Banjir Kalimantan Barat: Dampak Perusakan Lingkungan dan Tanggung Jawab Pemerintah
Bencana banjir yang melanda berbagai wilayah di Kalimantan
Barat bukanlah kejadian yang terjadi begitu saja akibat faktor alam. Meskipun
curah hujan tinggi sering dijadikan alasan utama, berbagai organisasi
lingkungan menegaskan bahwa penyebab sebenarnya jauh lebih kompleks. Perusakan
lingkungan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun, mulai dari alih fungsi
hutan, ekspansi perkebunan monokultur, hingga aktivitas pertambangan, telah
mempercepat degradasi ekosistem dan meningkatkan risiko bencana.
Walhi Kalimantan Barat, melalui pernyataan resmi yang disampaikan oleh Direktur Eksekutifnya, Hendrikus Adam, menegaskan bahwa hujan hanyalah pemicu, bukan faktor utama. Ia menyoroti bagaimana kebijakan pemerintah yang kurang tegas dalam melindungi ekosistem telah membuka jalan bagi eksploitasi besar-besaran sumber daya alam, yang akhirnya berkontribusi pada bencana seperti banjir.
Deforestasi dan Alih Fungsi Lahan sebagai Pemicu Utama
Salah satu faktor utama yang menyebabkan terjadinya banjir berulang di Kalimantan Barat adalah deforestasi besar-besaran. Hutan-hutan yang dahulu berfungsi sebagai penyangga ekosistem, menyerap air hujan, dan menjaga keseimbangan hidrologis kini telah berubah menjadi lahan perkebunan kelapa sawit, pertambangan, serta proyek-proyek skala besar lainnya.
Hendrikus menyoroti bahwa banyaknya izin yang diberikan kepada perusahaan untuk melakukan Hak Pengusahaan Hutan (HPH) telah mempercepat kerusakan lingkungan. Pembukaan lahan secara masif tanpa diikuti dengan upaya rehabilitasi ekosistem yang memadai telah mengakibatkan hilangnya fungsi hutan sebagai penyerap air. Akibatnya, air hujan yang turun dengan intensitas tinggi tidak lagi dapat terserap ke dalam tanah dengan optimal, melainkan langsung mengalir ke permukaan dan menyebabkan banjir di berbagai wilayah.
Tidak hanya itu, proyek food estate yang digadang-gadang sebagai solusi ketahanan pangan nasional juga berkontribusi terhadap kerusakan lingkungan. Banyak wilayah yang sebelumnya merupakan hutan atau lahan gambut yang berfungsi sebagai penahan air kini dialihfungsikan untuk kepentingan pertanian skala besar. Padahal, tanpa manajemen yang baik, proyek seperti ini justru memperparah krisis lingkungan yang ada.
Tambang Ilegal dan Eksploitasi Sumber Daya Alam
Selain deforestasi dan alih fungsi lahan, aktivitas tambang ilegal juga menjadi faktor signifikan dalam memperburuk kondisi lingkungan di Kalimantan Barat. Penambangan emas tanpa izin (PETI) misalnya, telah menyebabkan kerusakan tanah, pencemaran air, serta hilangnya vegetasi yang berperan dalam menjaga keseimbangan ekosistem.
Akibat penambangan yang tidak terkontrol, tanah yang sebelumnya stabil menjadi gembur dan rentan terhadap erosi. Selain itu, limbah tambang yang mengandung merkuri dan zat kimia berbahaya lainnya mencemari sungai-sungai yang menjadi sumber kehidupan bagi masyarakat setempat. Ketika hujan deras turun, tanah yang telah mengalami kerusakan ini tidak lagi mampu menahan air, sehingga meningkatkan potensi terjadinya banjir bandang.
Dampak Banjir terhadap Masyarakat
Banjir yang melanda Kalimantan Barat tidak hanya merusak infrastruktur, tetapi juga mengancam kehidupan masyarakat secara langsung. Ribuan rumah terendam, lahan pertanian rusak, dan banyak warga terpaksa mengungsi ke tempat yang lebih aman.
Dalam situasi seperti ini, yang paling terdampak adalah kelompok masyarakat kecil yang bergantung pada lingkungan sekitarnya untuk bertahan hidup. Para petani kehilangan lahan garapan mereka, nelayan mengalami penurunan hasil tangkapan akibat air yang tercemar, dan anak-anak tidak dapat bersekolah karena fasilitas pendidikan yang terdampak banjir.
Lebih jauh, dampak kesehatan juga menjadi perhatian utama. Banjir menyebabkan peningkatan kasus penyakit berbasis air seperti diare, leptospirosis, dan infeksi kulit. Air yang menggenang dalam waktu lama menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk, yang pada akhirnya dapat meningkatkan risiko penyakit seperti demam berdarah.
Dalam jangka panjang, kerusakan ekosistem yang terjadi akibat deforestasi dan eksploitasi sumber daya alam akan memperburuk kesejahteraan masyarakat. Ketidakmampuan tanah untuk menyerap air tidak hanya meningkatkan risiko banjir, tetapi juga berpotensi menyebabkan kekeringan di musim kemarau.
Tanggung Jawab Pemerintah dan Solusi yang Harus Dijalankan
Dalam menghadapi bencana ini, pemerintah memiliki tanggung jawab besar untuk mengambil langkah konkret dalam mengatasi akar permasalahan. Walhi Kalbar menekankan bahwa kebijakan yang lebih tegas harus segera diterapkan untuk menghentikan eksploitasi lingkungan yang tidak terkendali. Beberapa langkah yang bisa dilakukan antara lain:
Penghentian Alih Fungsi Hutan Secara Masif
Pemerintah harus segera mengevaluasi izin-izin yang telah
diberikan kepada perusahaan untuk alih fungsi hutan. Tidak hanya itu, regulasi
yang lebih ketat harus diterapkan untuk memastikan bahwa setiap pembukaan lahan
harus diimbangi dengan langkah-langkah konservasi yang efektif.
Penegakan Hukum Terhadap Pelanggar Lingkungan
Tidak dapat dipungkiri bahwa lemahnya penegakan hukum
menjadi salah satu faktor utama mengapa eksploitasi lingkungan terus terjadi.
Pemerintah harus lebih serius dalam menindak perusahaan dan individu yang
terbukti melakukan pembalakan liar, penambangan ilegal, serta praktik lain yang
merusak lingkungan.
Restorasi dan Pemulihan Ekosistem
Selain menghentikan perusakan hutan, langkah selanjutnya
yang tidak kalah penting adalah melakukan restorasi ekosistem secara
berkelanjutan. Menanami kembali area yang telah mengalami degradasi dengan
tanaman asli hutan hujan tropis dapat membantu mengembalikan fungsi ekosistem
sebagai penyangga air.
Peningkatan Edukasi dan Kesadaran Masyarakat
Masyarakat juga memiliki peran penting dalam menjaga
kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, program edukasi dan pemberdayaan
masyarakat perlu diperkuat agar mereka lebih sadar akan pentingnya menjaga
hutan dan sumber daya alam yang ada di sekitar mereka.
Pengembangan Infrastruktur yang Ramah Lingkungan
Pembangunan infrastruktur harus dilakukan dengan
mempertimbangkan keseimbangan lingkungan. Mengadopsi teknologi ramah lingkungan
dalam pembangunan jalan, jembatan, dan pemukiman dapat membantu mengurangi
dampak negatif terhadap ekosistem.
Banjir yang melanda Kalimantan Barat bukan sekadar fenomena alam yang terjadi begitu saja, melainkan hasil dari akumulasi kerusakan lingkungan yang telah berlangsung selama bertahun-tahun. Jika tidak segera diatasi, bencana serupa akan terus berulang dan semakin parah di masa depan.
Pemerintah memiliki tanggung jawab besar dalam mengendalikan eksploitasi sumber daya alam serta menerapkan kebijakan yang lebih tegas dalam perlindungan lingkungan. Langkah-langkah seperti penghentian alih fungsi hutan secara masif, penegakan hukum terhadap pelanggar lingkungan, serta restorasi ekosistem harus segera dilakukan untuk mencegah dampak yang lebih luas.
Sebagaimana yang diungkapkan oleh Hendrikus Adam, jika kebijakan yang mendukung deforestasi dan eksploitasi lahan terus dijalankan, maka Kalimantan Barat akan terus berada dalam ancaman bencana. Oleh karena itu, diperlukan komitmen yang kuat dari semua pihak, baik pemerintah, perusahaan, maupun masyarakat, untuk bersama-sama menjaga kelestarian lingkungan demi keberlanjutan hidup generasi mendatang.