Menghubungkan Potensi Lokal ke Pasar Global: Peluang Emas Ekspor Rumput Laut Indonesia melalui Tawau ke Korea Selatan
Kerjasama antara Indonesia dan Malaysia kembali mendapatkan
momentum baru dengan peluang strategis dalam sektor perikanan, khususnya
budidaya rumput laut. Ketua Masyarakat Pengolahan Hasil Perikanan Indonesia
(MPHPI) Kalimantan Utara, Didit Adiputra, baru-baru ini mengupayakan peluang
terobosan untuk meningkatkan daya saing produk perikanan Indonesia di pasar
global. Salah satu hasil signifikan dari upaya tersebut adalah peluang ekspor
rumput laut Indonesia melalui Tawau, Malaysia, untuk diteruskan langsung ke
Korea Selatan, sebuah pasar dengan permintaan tinggi untuk produk berbasis
rumput laut.
Menurut Didit, pengiriman rumput laut melalui Tawau menawarkan keunggulan logistik yang signifikan dibandingkan jalur pengiriman tradisional dari Surabaya atau Makassar. "Dengan rute Tawau, waktu pengiriman hanya memakan dua minggu, sementara rute dari Surabaya atau Makassar bisa mencapai empat minggu. Pengiriman yang lebih lama tentunya meningkatkan biaya operasional secara keseluruhan," jelasnya dalam wawancara pada Kamis, 2 Januari. Efisiensi waktu ini juga berarti pengurangan biaya logistik yang dapat memberikan daya saing tambahan bagi produk rumput laut Indonesia di pasar internasional.
Meskipun rute ini menjanjikan, Didit menyadari bahwa diperlukan penyesuaian terhadap regulasi ekspor. "Kami sedang mempelajari aturan yang relevan untuk memungkinkan ekspor dari Nunukan ke Tawau dengan kapal yang saat ini digunakan untuk rute domestik ke Surabaya dan Makassar," ungkapnya. Meskipun belum ada Memorandum of Understanding (MoU) resmi, pihak Malaysia menunjukkan sinyal positif untuk memperlancar jalur ekspor ini.
Selain pembahasan soal ekspor, kunjungan kerja Didit ke Malaysia juga menyoroti permasalahan yang sedang dihadapi industri rumput laut di wilayah Semporna, Sabah. Penurunan drastis produksi rumput laut segar di kawasan ini menjadi perhatian utama, yang disebabkan oleh serangan hama seperti penyu dan ikan baronang. Dampaknya tidak hanya dirasakan oleh para petani, tetapi juga menyebabkan banyak pabrik pengolahan rumput laut terpaksa tutup.
Sebagai solusi, pemerintah Malaysia menggandeng MPHPI Kaltara untuk membantu menghidupkan kembali sektor ini. "Kami ditunjuk untuk menjadi konsultan dalam membangkitkan kembali industri rumput laut di Semporna. Kami ingin memberikan solusi teknis dan strategis untuk meningkatkan produktivitas mereka," ujar Didit. Salah satu langkah konkret yang direncanakan adalah pengembangan plastik ramah lingkungan berbahan dasar rumput laut, yang tidak hanya menjadi solusi atas permasalahan lingkungan tetapi juga menciptakan nilai tambah bagi produk rumput laut.
Dalam upaya memperluas kolaborasi, Didit juga bertemu dengan pejabat perikanan di Putrajaya serta pakar rumput laut dari Universitas Malaya (UM). Diskusi mereka mencakup berbagai isu penting, termasuk peluang kerjasama budidaya di Semporna, potensi ekspor bahan baku, serta pengembangan produk turunan rumput laut untuk kebutuhan pangan dan non-pangan.
"Kami melihat ini sebagai langkah penting dalam memperkuat hubungan regional dan membuka akses yang lebih luas ke pasar global," ungkap Didit. Salah satu pasar utama yang menjadi fokus adalah Korea Selatan, negara yang dikenal memiliki permintaan tinggi terhadap berbagai produk berbasis rumput laut. Dengan waktu pengiriman yang lebih singkat melalui Tawau, Indonesia memiliki peluang besar untuk menjadi pemasok utama di pasar ini.
Salah satu ide revolusioner yang muncul dalam kolaborasi ini adalah pengembangan plastik ramah lingkungan berbahan dasar rumput laut. Didit menjelaskan bahwa inovasi ini tidak hanya menawarkan solusi bagi permasalahan produksi di Sabah, tetapi juga dapat menjadi alternatif yang menarik untuk plastik konvensional yang banyak digunakan di seluruh dunia. "Kami berencana memproduksi plastik ini di Tarakan, Kalimantan Utara, sebelum memasarkan produk tersebut ke Malaysia dan pasar internasional lainnya," jelasnya.
Produk ini memiliki potensi besar untuk diterima di pasar global, terutama di negara-negara yang memiliki komitmen tinggi terhadap pengurangan limbah plastik. Jika berhasil, plastik berbasis rumput laut ini dapat memberikan nilai tambah yang signifikan sekaligus meningkatkan citra Indonesia sebagai pelopor inovasi ramah lingkungan di sektor kelautan dan perikanan.
Untuk merealisasikan peluang besar ini, Didit menekankan pentingnya infrastruktur yang memadai dan regulasi yang mendukung. Pelabuhan di Nunukan dan Tawau perlu ditingkatkan agar dapat menangani volume ekspor yang lebih besar. Selain itu, regulasi terkait pengiriman internasional harus diselaraskan agar tidak menjadi penghambat dalam proses perdagangan.
"Kami berharap pemerintah Indonesia dan Malaysia dapat berkolaborasi untuk mengatasi tantangan ini. Dengan infrastruktur yang baik dan regulasi yang mendukung, potensi besar ini dapat diwujudkan," tambahnya.
Kerjasama antara MPHPI Kaltara dan pemerintah Malaysia tidak hanya berdampak pada peningkatan ekspor rumput laut tetapi juga memperkuat daya saing regional di pasar global. Dengan memanfaatkan keunggulan geografis dan hubungan bilateral yang erat, kedua negara dapat bersama-sama menciptakan ekosistem yang mendukung pertumbuhan industri rumput laut.
"Ini bukan hanya tentang bisnis. Ini adalah tentang menciptakan dampak positif bagi masyarakat yang bergantung pada sektor ini," kata Didit. Dengan melibatkan petani, pelaku usaha, dan pemerintah, inisiatif ini dapat menciptakan lapangan kerja baru, meningkatkan kesejahteraan masyarakat, dan mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.
Peluang ekspor rumput laut melalui Tawau ke Korea Selatan merupakan langkah awal menuju transformasi industri perikanan Indonesia. Dengan dukungan inovasi, kerjasama regional, dan pendekatan berkelanjutan, sektor ini memiliki potensi besar untuk menjadi salah satu pilar utama ekonomi Indonesia di masa depan.
Didit optimis bahwa langkah ini akan membawa manfaat yang luas, tidak hanya bagi pelaku industri tetapi juga bagi masyarakat luas. "Kami percaya bahwa dengan kerja keras dan kerjasama yang baik, kita dapat menciptakan masa depan yang lebih baik untuk semua," tutupnya.
Dengan kolaborasi strategis dan visi yang jelas, Indonesia dan Malaysia sedang menempatkan diri sebagai pemain utama dalam pasar global rumput laut. Tantangan yang ada bukanlah penghalang, melainkan peluang untuk menciptakan solusi inovatif yang berdampak positif bagi ekonomi, lingkungan, dan masyarakat secara keseluruhan.