Mengatasi TKI Illegal di Sarawak: Sinergi Lembaga dan Tantangan Keamanan

  

Pekerja Migran Indonesia (PMI) sering kali menghadapi tantangan besar ketika bekerja di luar negeri, terutama jika mereka melakukannya tanpa melalui jalur resmi. Hal ini menjadi sorotan utama dalam diskusi yang digelar antara Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Lembaga Anti Korupsi Indonesia (LAKI) dengan Jabatan Buruh Sarawak, Malaysia, pada Senin, 31 Desember 2024. Diskusi ini berlangsung dengan semangat kerja sama untuk mengatasi masalah TKI Illegal yang kerap kali berujung pada kerugian ekonomi dan sosial bagi kedua negara.

 

Pertemuan Penting di Sarawak

Diskusi yang berlangsung di kantor Jabatan Buruh Sarawak tersebut dihadiri oleh Rahman sebagai perwakilan tuan rumah. Dari pihak DPP LAKI, hadir Ketua Umum Burhanudin Abdullah, SH, bersama Koordinator Media Centre Kalimantan Barat, H.M. Ali Anafia, yang juga mantan Ketua DPRD Kota Pontianak. Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak membahas langkah-langkah strategis untuk memperkuat pengawasan terhadap keberadaan TKI Illegal di Sarawak.

Burhanudin Abdullah, yang akrab disapa Burhan, menyampaikan pentingnya sinergi antara berbagai lembaga terkait, seperti Imigrasi, Dinas Tenaga Kerja, dan Konsulat Indonesia di Malaysia. Menurutnya, tanpa pengawasan ketat, TKI Illegal dapat menyebabkan kerugian besar, mulai dari pendapatan negara yang hilang, risiko keselamatan bagi pekerja, hingga ancaman terhadap hubungan bilateral kedua negara.

“Imigrasi, Dinas Tenaga Kerja, dan Konsulat harus bersinergi dalam pengawasan TKI yang akan bekerja ke luar negeri, terutama mereka yang masuk dengan visa wisata. Fenomena perpanjangan visa wisata hingga 30 hari berikutnya jelas menunjukkan adanya celah yang harus segera ditutup. Jika ditemukan pelanggaran, lembaga-lembaga ini harus bertanggung jawab secara hukum,” tegas Burhanudin dalam wawancaranya dengan media di Pontianak, Jumat, 3 Januari 2025.

Masalah utama yang dihadapi adalah banyaknya TKI Illegal yang masuk ke Sarawak menggunakan visa wisata selama 30 hari. Dalam praktiknya, visa ini sering kali diperpanjang untuk periode tambahan, sehingga mereka dapat bekerja secara ilegal. Hal ini tidak hanya menyalahi aturan, tetapi juga merugikan pekerja karena mereka tidak mendapatkan perlindungan hukum, asuransi, atau fasilitas lain yang semestinya mereka terima.

Rahman dari Jabatan Buruh Sarawak menambahkan bahwa pemerintah setempat telah memberlakukan aturan ketat untuk pekerja asing. Gaji minimum yang ditetapkan sebesar 1.500 Ringgit Malaysia (RM) per bulan sudah mencakup jaminan asuransi dan perlindungan tenaga kerja. Selain itu, setiap majikan juga diharuskan mematuhi kuota pekerja asing yang telah dialokasikan.

Namun, meskipun aturan sudah jelas, praktik ilegal tetap terjadi. Untuk itu, Burhanudin menegaskan bahwa LAKI akan meningkatkan pengawasan dengan menempatkan tenaga profesional di kawasan perbatasan. “Kami tidak hanya fokus pada aspek pencegahan, tetapi juga siap bekerja sama dengan Suruhanjaya Pencegahan Rasuah Malaysia (SPRM) Sarawak untuk menindak tegas pihak-pihak yang terlibat dalam praktik ini,” ujarnya.

Keberadaan TKI Illegal membawa dampak negatif bagi kedua negara. Bagi Indonesia, hal ini berarti kehilangan devisa dari remitansi resmi yang biasanya dikirimkan oleh pekerja migran. Selain itu, pekerja yang tidak melalui jalur resmi sering kali tidak memiliki perlindungan kesehatan atau keselamatan kerja, sehingga risiko mereka mengalami kecelakaan atau eksploitasi menjadi sangat tinggi.

Di sisi lain, bagi Malaysia, keberadaan pekerja ilegal dapat merusak sistem tenaga kerja formal. Majikan yang mempekerjakan mereka sering kali menghindari membayar pajak atau iuran asuransi, yang pada akhirnya merugikan pemerintah dan pekerja resmi lainnya. Untuk itu, pemerintah Sarawak berkomitmen untuk memberlakukan sanksi tegas terhadap majikan yang melanggar aturan ini.

Dalam pertemuan tersebut, kedua pihak sepakat bahwa kolaborasi lintas lembaga sangat penting untuk menangani masalah ini. Beberapa langkah strategis yang disarankan antara lain:

  • Penguatan Pengawasan Perbatasan: Menempatkan petugas profesional dari LAKI di wilayah perbatasan untuk memantau pergerakan TKI yang keluar dan masuk secara ilegal.
  • Integrasi Sistem Informasi: Membangun sistem informasi terpadu antara Indonesia dan Malaysia untuk memonitor visa dan status keimigrasian pekerja migran.
  • Peningkatan Edukasi: Memberikan sosialisasi kepada calon pekerja tentang risiko dan konsekuensi bekerja secara ilegal.
  • Penerapan Sanksi: Menegakkan hukum secara tegas terhadap majikan maupun pihak lain yang terlibat dalam memfasilitasi TKI Illegal.
  • Kolaborasi Bilateral: Menggandeng SPRM Sarawak untuk memastikan bahwa proses pengawasan berjalan transparan dan bebas dari korupsi.

Masalah TKI Illegal di Sarawak merupakan tantangan serius yang memerlukan perhatian khusus dari kedua negara. Melalui sinergi antara LAKI, Jabatan Buruh Sarawak, dan lembaga terkait lainnya, diharapkan solusi yang berkelanjutan dapat diwujudkan. Dengan pengawasan yang lebih ketat, edukasi kepada calon pekerja, serta penegakan hukum yang tegas, risiko yang dihadapi oleh pekerja migran dapat diminimalkan.

Burhanudin Abdullah menutup diskusi dengan menyatakan, “Kami akan terus mengawal isu ini hingga tuntas. Ini bukan hanya soal ekonomi, tetapi juga soal kemanusiaan. Setiap pekerja berhak mendapatkan perlakuan yang layak, dan setiap pelanggaran harus ditindak demi keadilan bagi semua.”

Dengan langkah-langkah ini, diharapkan tidak hanya masalah TKI Illegal yang dapat diatasi, tetapi juga terjalin hubungan kerja sama yang lebih kuat antara Indonesia dan Malaysia, khususnya di wilayah Sarawak. Kerja keras dan komitmen bersama menjadi kunci untuk menciptakan kondisi yang lebih baik bagi semua pihak yang terlibat.

Next Post Previous Post