Mempawah Diterjang Banjir Besar: Kenangan Lama yang Kembali Menyapa

  

Ilustrasi

Bencana alam kembali menguji ketangguhan warga Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat. Banjir besar kali ini menjadi episode kelam yang akan terus dikenang. Sebagian besar wilayah Kota Mempawah, yang dikenal sebagai pusat pemerintahan, kini terendam air dalam jumlah yang mengejutkan. Kejadian ini bahkan disebut-sebut lebih parah dibandingkan bencana serupa yang terjadi pada tahun 2003. Betapa tidak, hampir 90 persen dari seluruh area perkotaan kini tertutup air dengan ketinggian yang mengkhawatirkan.

Jalan-jalan protokol yang biasanya ramai dengan kendaraan kini berubah menjadi saluran air raksasa. Kompleks perumahan warga, kantor pemerintahan, hingga kawasan pasar, semuanya tak luput dari terjangan banjir. Kondisi ini tidak hanya merusak infrastruktur tetapi juga menghentikan denyut ekonomi setempat. Aktivitas masyarakat lumpuh total, toko-toko besar hingga warung kecil memilih untuk menutup pintu sejak Jumat (24 Januari 2025). Bahkan para pelaku Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang biasanya menjadi penopang ekonomi lokal juga ikut terpukul.

 

Kenangan Lama yang Tertoreh Kembali

Bagi warga Mempawah, banjir kali ini memunculkan kembali memori pahit dari masa lalu. "Nak diapekan agik, ini banjir besar sepuluh tahun sekali. Memang benar, banjir sekarang lebih parah dari tahun 2003 lalu," ujar Syarif Wardi Alqadrie, salah seorang warga yang akrab disapa Habib Wardi. Sebagai pelaku usaha pengolahan batu cincin, Habib Wardi mengaku pasrah menghadapi situasi ini. Tempat usahanya yang biasanya ramai dengan pembeli kini tak beroperasi sama sekali sejak Sabtu (25 Januari 2025).

Habib Wardi juga menceritakan bagaimana air mulai membanjiri wilayah Mempawah sejak Kamis malam. "Air dari perhuluan mulai turun ke sini. Saya prediksi, banjir semakin tinggi hingga besok (Senin 27 Januari 2025)," tuturnya dengan nada prihatin. Tak hanya Habib, banyak warga lainnya juga terpaksa menghentikan aktivitas harian mereka akibat situasi ini.

 

Aktivitas Ekonomi Terhenti

Banjir yang melanda ini tidak hanya membawa air tetapi juga menghanyutkan harapan warga untuk tetap menjalankan roda perekonomian. Pasar Mempawah, yang biasanya menjadi pusat keramaian, kini terlihat sepi. Warung makan, toko kelontong, hingga kios-kios kecil memilih untuk tidak beroperasi. Bahkan usaha besar yang biasanya lebih tahan terhadap gangguan seperti ini ikut terdampak. Tidak ada yang bisa memprediksi kapan situasi akan kembali normal.

Efek ekonomi ini tentu menjadi pukulan berat bagi masyarakat Mempawah. Banyak dari mereka yang menggantungkan hidup pada pendapatan harian kini hanya bisa berharap air segera surut. Kondisi ini memunculkan pertanyaan besar tentang kesiapan daerah dalam menghadapi bencana serupa di masa depan.

 

Banjir Membawa Keceriaan untuk Anak-Anak

Namun, di tengah derita yang dirasakan sebagian besar warga, banjir ini justru menjadi momen kegembiraan bagi anak-anak dan remaja. Di berbagai sudut kota, anak-anak terlihat bermain air dengan membawa pelampung. Beberapa bahkan ditemani oleh orang tua mereka untuk berenang atau sekadar mandi bersama. Meski terkesan ceria, hal ini tetap menyimpan risiko, terutama karena banyak laporan tentang binatang berbisa yang masuk ke rumah warga.

"Anak-anak senang, tapi kami sebagai orang tua khawatir," ujar seorang warga yang tetap mengawasi anak-anaknya bermain. Beberapa laporan menyebutkan adanya ular dan binatang berbisa lainnya yang terbawa arus banjir. Hal ini tentu menjadi ancaman serius bagi keselamatan warga, terutama anak-anak yang sering bermain tanpa memikirkan bahaya.

 

Mempawah dalam Kepungan Air

Wilayah Kota Mempawah, yang biasanya dikenal sebagai pusat aktivitas pemerintahan dan ekonomi, kini berubah total. Air menggenangi hampir seluruh bagian kota, termasuk kawasan strategis seperti perkantoran pemerintahan dan pasar utama. Jalanan yang biasanya dipenuhi kendaraan kini hanya dilewati oleh perahu atau alat transportasi darurat lainnya. Pemandangan ini mengingatkan kembali akan kerapuhan infrastruktur kota dalam menghadapi ancaman banjir.

Beberapa warga menceritakan bagaimana mereka harus berjuang menyelamatkan barang-barang berharga saat air mulai naik. "Kami harus mengangkat barang ke tempat yang lebih tinggi. Banyak yang tidak sempat menyelamatkan apa-apa," kata seorang warga dengan nada pilu. Kondisi ini menunjukkan perlunya langkah-langkah mitigasi yang lebih baik untuk menghadapi bencana serupa di masa mendatang.

 

Harapan dan Tantangan ke Depan

 Banjir besar inimenyisakan banyak pekerjaan rumah bagi pemerintah dan masyarakat. Perlu adanya perencanaan jangka panjang untuk mengatasi masalah banjir yang berulang. Selain itu, edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya kesiapan menghadapi bencana juga harus menjadi prioritas. Dengan langkah-langkah yang tepat, diharapkan kejadian serupa tidak akan kembali terulang dalam skala yang sama.

Di tengah cobaan ini, semangat gotong royong warga Mempawah tetap terlihat. Banyak yang saling membantu, baik dalam menyelamatkan barang-barang berharga maupun menyediakan makanan dan tempat berlindung bagi mereka yang membutuhkan. Semoga banjir kali ini menjadi pelajaran berharga untuk kita semua.


Ribuan Korban Banjir di Kalbar: Mendesak Bantuan Kemanusiaan

Ribuan warga di Kalimantan Barat yang terdampak banjir besar sejak pertengahan Januari 2025 kini sangat membutuhkan bantuan mendesak. Bencana yang melanda Kabupaten Sambas, Bengkayang, Landak, dan Kota Singkawang ini telah menyebabkan ribuan rumah terendam dan belasan ribu jiwa terdampak.

Ketua Satgas Informasi BPBD Kalbar, Daniel, menyoroti kebutuhan utama seperti obat-obatan, pakaian, selimut, makanan siap saji, serta bahan pangan lainnya yang harus segera dipenuhi.

 

Kabupaten Sambas dan Landak Terparah

Di Kabupaten Sambas, banjir merendam 2.858 rumah di 15 desa yang tersebar di enam kecamatan, dengan 12.639 jiwa terdampak. Selain itu, bencana ini menelan dua korban jiwa, serta melumpuhkan 24 sekolah dan 23 tempat ibadah.

Sementara itu, di Kabupaten Landak, banjir yang mulai meluas sejak 21 Januari 2025 telah memengaruhi 26 desa di delapan kecamatan. Sebanyak 2.295 kepala keluarga atau 8.846 jiwa harus menghadapi situasi sulit. Tambahan tantangan berupa longsor di Desa Tunang dan Desa Sailo, Kecamatan Mempawah Hulu, semakin memperburuk kondisi warga.

 

Seruan Solidaritas

Pemerintah daerah, organisasi masyarakat, dunia usaha, perguruan tinggi, dan media diminta untuk bersama-sama memberikan dukungan kepada para korban.

"Kerja sama berbagai pihak sangat penting dalam kondisi ini. Bantuan segera diperlukan untuk memastikan kebutuhan dasar warga terpenuhi," ujar Daniel.

Banjir ini menjadi cobaan berat bagi masyarakat terdampak. Dengan adanya dukungan dan kolaborasi, diharapkan proses pemulihan dapat berlangsung lebih cepat, memberikan harapan baru bagi mereka yang terdampak.

Next Post Previous Post