Mahasiswa Kalsel Tolak Kenaikan PPN 12%: Suara Rakyat dari Jalan Lambung Mangkurat
Foto : Humas DPRD Kalsel |
Pada penghujung tahun 2024, suara keras mahasiswa dari
Kalimantan Selatan menggema di sepanjang Jalan Lambung Mangkurat, Banjarmasin.
Ratusan mahasiswa yang tergabung dalam aliansi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM)
Se-Kalimantan Selatan turun ke jalan pada Selasa, 31 Desember, untuk
menyuarakan protes terhadap rencana pemerintah memberlakukan kenaikan Pajak
Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% mulai awal tahun 2025. Dalam aksi damai
yang penuh semangat, mereka membawa aspirasi masyarakat kecil yang merasa semakin
terbebani dengan kebijakan fiskal tersebut.
Ketua BEM Universitas Lambung Mangkurat, Muhammad Syamsu Rizal, tampil sebagai juru bicara gerakan ini. Dalam orasinya yang membakar semangat massa, ia menyoroti bagaimana kenaikan PPN akan memukul daya beli masyarakat, khususnya golongan ekonomi menengah ke bawah. "Kami berdiri di sini bukan hanya untuk mahasiswa, tetapi juga untuk pedagang kecil, petani, dan semua rakyat yang akan terdampak oleh kebijakan ini. Kami mendesak pemerintah segera membatalkan kenaikan ini demi menciptakan kebijakan yang berkeadilan dan berkerakyatan," tegas Syamsu Rizal di tengah teriakan dukungan dari rekan-rekannya.
Aksi yang berlangsung tertib ini mendapat perhatian serius dari Wakil Ketua DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, H. Kartoyo, beserta sepuluh anggota DPRD lainnya. Mereka hadir langsung di lokasi untuk mendengarkan keluhan dan tuntutan mahasiswa. Dalam dialog terbuka, H. Kartoyo menyatakan bahwa DPRD memahami keresahan masyarakat dan akan menjadikan aspirasi ini sebagai dasar untuk mendorong pemerintah pusat meninjau ulang kebijakan kenaikan PPN.
"Kami adalah wakil rakyat, dan tugas kami adalah menyuarakan kepentingan masyarakat. Tuntutan yang disampaikan hari ini akan kami bawa ke meja pemerintah pusat," ujar H. Kartoyo di hadapan para demonstran. Ia juga menambahkan bahwa pihak DPRD akan segera menyusun laporan resmi yang berisi keberatan masyarakat Kalimantan Selatan terhadap kebijakan fiskal tersebut.
Dalam aksinya, mahasiswa menuntut Presiden Republik Indonesia untuk segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) yang membatalkan rencana kenaikan PPN. Mereka menilai bahwa situasi ini cukup genting untuk mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah. "Kami tidak hanya berbicara tentang hitungan angka, tetapi tentang keberlangsungan hidup masyarakat. Apakah pemerintah sudah menghitung dampaknya terhadap pedagang pasar, nelayan, dan masyarakat yang hidup dengan penghasilan pas-pasan?" tanya Syamsu Rizal dengan penuh retorika.
Para mahasiswa juga mengkritik kurangnya transparansi dan partisipasi publik dalam pengambilan keputusan terkait kenaikan PPN ini. Mereka menilai bahwa pemerintah tidak sepenuhnya melibatkan masyarakat dalam pembahasan kebijakan yang berdampak langsung pada keseharian rakyat. "Proses pengambilan keputusan yang tidak inklusif hanya akan menciptakan jurang ketidakpercayaan antara pemerintah dan rakyatnya," tambah salah satu peserta aksi.
Bendera berbagai universitas di Kalimantan Selatan berkibar di antara massa aksi, mencerminkan semangat persatuan di kalangan mahasiswa. Tidak hanya mahasiswa, beberapa pedagang kecil dan masyarakat umum juga turut hadir sebagai bentuk solidaritas. Mereka membawa spanduk dengan berbagai tulisan seperti "PPN Naik, Rakyat Menjerit" dan "Kebijakan untuk Siapa?" yang menggambarkan keprihatinan mereka terhadap dampak kebijakan ini.
Seorang pedagang pasar tradisional yang ikut bergabung dalam aksi ini, Ibu Siti, berbagi pandangannya. "Kalau pajak naik, harga barang ikut naik. Kami pedagang kecil mau jual ke siapa lagi kalau pembeli makin sedikit? Kami harap pemerintah mendengar suara kami," katanya dengan nada penuh harap.
Aksi damai ini berlangsung dengan pengamanan ketat dari pihak kepolisian dan dinas terkait. Meski suasana dipenuhi dengan teriakan protes dan orasi, tidak ada insiden yang mengganggu jalannya demonstrasi. Kapolresta Banjarmasin, Kombes Pol Andi Setiawan, menyampaikan apresiasinya terhadap mahasiswa yang menyampaikan aspirasi secara tertib. "Kami di sini untuk memastikan keamanan dan ketertiban. Mahasiswa telah menunjukkan bagaimana aksi protes bisa dilakukan secara damai," ujarnya.
Di tengah berbagai kritikan, pemerintah pusat masih mempertahankan argumen bahwa kenaikan PPN diperlukan untuk meningkatkan penerimaan negara dan mendukung pembangunan. Namun, bagi mahasiswa dan masyarakat yang turun ke jalan, alasan tersebut belum cukup untuk membenarkan dampak negatif yang akan dirasakan oleh rakyat kecil. Mereka mendesak pemerintah untuk mengedepankan pendekatan yang lebih inklusif dan mempertimbangkan dampak sosial ekonomi sebelum menetapkan kebijakan pajak baru.
"Kita butuh kebijakan yang mempertimbangkan semua lapisan masyarakat, bukan hanya satu sisi saja. Jangan sampai pembangunan yang dibiayai dengan pajak ini justru menambah beban hidup rakyat," pungkas Syamsu Rizal.
Demonstrasi di Jalan Lambung Mangkurat ini adalah salah satu dari banyak aksi protes yang mencerminkan ketidakpuasan masyarakat terhadap kebijakan kenaikan PPN. Dengan dukungan dari DPRD Provinsi Kalimantan Selatan, mahasiswa dan masyarakat berharap suara mereka dapat membawa perubahan nyata di tingkat nasional.
H. Kartoyo menutup dialog dengan pesan optimis, "Semangat kalian adalah semangat kami. Mari kita bersama-sama memperjuangkan kebijakan yang benar-benar berpihak kepada rakyat."
Aksi ini tidak hanya menjadi momentum bagi mahasiswa untuk menyuarakan aspirasi, tetapi juga sebagai pengingat bahwa suara rakyat adalah pilar utama demokrasi. Kini, semua mata tertuju pada pemerintah pusat: akankah suara dari Banjarmasin ini menjadi penggerak untuk perubahan, atau hanya berlalu seperti riak di permukaan air?