Jejak Panjang Tionghoa di Kalteng: Warisan Budaya dan Harmoni di Tanah Borneo
Di tengah hiruk-pikuk Kota Sampit, tepat di Jalan MT
Haryono, berdiri sebuah bangunan merah mencolok yang langsung menarik perhatian
siapa saja yang melintas. Bangunan ini bukan sekadar struktur biasa, melainkan
Klenteng Harmoni Kehidupan, tempat ibadah umat Konghucu yang sekaligus menjadi
simbol percampuran budaya dan keberagaman yang telah mengakar selama
berabad-abad di Kalimantan Tengah.
Keunikan Arsitektur dan Makna Filosofis
Klenteng Harmoni Kehidupan memiliki arsitektur khas yang memancarkan nuansa Tionghoa dengan detail yang kaya akan filosofi. Saat memasuki gerbangnya, pengunjung akan disambut oleh sabda Nabi Kongzi (Konfusius) yang berbunyi, "Di empat penjuru lautan, semua umat manusia bersaudara." Pesan ini menggarisbawahi prinsip persaudaraan universal dalam ajaran Konghucu, yang tetap relevan hingga kini.
Bangunan klenteng ini terbagi menjadi dua bagian utama. Bangunan terbesar disebut Litang, tempat umat Konghucu melaksanakan ibadah berjamaah. Sementara itu, di sampingnya terdapat sebuah altar yang digunakan untuk beribadah secara pribadi. Kedua bangunan ini didekorasi dengan ornamen khas yang sarat akan nilai spiritual dan estetika budaya Tionghoa.
Wenshi Suhardi, seorang pemuka agama Konghucu sekaligus penjaga Klenteng Harmoni Kehidupan, dengan penuh dedikasi merawat tempat suci ini. Ia menjelaskan berbagai simbolisme yang terdapat di dalam klenteng, mulai dari dupa yang terbakar sebagai simbol doa yang naik ke langit, hingga lilin yang menyala sebagai lambang iman yang tak boleh padam.
Di bagian dalam altar, patung Nabi Kongzi berdiri dengan khidmat, menggambarkan sosok yang dihormati dalam ajaran Konghucu. Tepat di hadapannya, sebuah mangkuk besar berisi minyak dan lilin tetap menyala, sebagai simbol penerangan spiritual yang tak boleh redup. Selain itu, terdapat juga patung Wie Tho Poo Sat, seorang murid Buddha Gotama, yang menunjukkan inklusivitas klenteng ini terhadap umat Buddha yang juga beribadah di tempat ini.
Para Dewa dan Makna Ritual Ibadah
Klenteng Harmoni Kehidupan menjadi rumah bagi berbagai patung dewa yang memiliki peran penting dalam kehidupan umat Konghucu. Di antara mereka terdapat Tian Shang Sheng Mu, dewa penjaga lautan yang dihormati oleh para nelayan agar terhindar dari badai dan mendapatkan hasil tangkapan yang melimpah. Ada pula Tu Ti’ Pa Kung, dewa penjaga bumi yang dipercaya para petani untuk melindungi hasil pertanian mereka dari hama dan cuaca buruk.
Tak hanya itu, klenteng ini juga memiliki patung Xuan Tian Shang Di, dewa penjaga langit yang bertugas mengatur keseimbangan kosmik. Guan Yu atau Kwan Kong, yang dikenal sebagai dewa kejujuran dan keadilan, juga memiliki tempat khusus di dalam klenteng. Sosoknya yang gagah dengan kitab Chun Qiu Jing di tangannya menegaskan pentingnya nilai moral dalam kehidupan manusia.
Selain itu, ada Thai Shang Lao Jun dari ajaran Tao yang dikenal sebagai dewa pengobatan, serta Fu De Zheng Shen, dewa rezeki yang dihormati oleh para pedagang dan pebisnis. Filosofi di balik namanya mencerminkan pandangan bahwa rezeki sejati diperoleh melalui kebajikan dan integritas.
Di sudut klenteng yang lain, berdiri patung Dewi Kwan Im, yang menjadi tempat peribadatan bagi mereka yang mengharapkan kedamaian dan keharmonisan dalam keluarga. Bahkan, di bagian belakang altar terdapat gambar seorang sesepuh lokal yang diyakini beragama Islam, lengkap dengan ayat kursi yang terpampang di atasnya. Hal ini menjadi bukti nyata toleransi beragama yang telah lama terjalin di Kalimantan Tengah.
Sejarah dan Perkembangan Klenteng
Klenteng Harmoni Kehidupan telah berdiri selama lebih dari dua dekade, sejak dibangun pada tahun 1999 dan diresmikan pada tahun 2000. Tempat ibadah ini merupakan hibah dari almarhum Hadi Siswanto, seorang dermawan yang melihat perlunya ruang khusus bagi umat Konghucu di Kotim. Sebelumnya, umat Konghucu di daerah ini beribadah di Tridharma, sebuah tempat yang menampung ajaran Buddha, Konghucu, dan Tao sekaligus. Namun, seiring bertambahnya jumlah umat, dibutuhkan tempat ibadah yang lebih luas dan lebih fokus pada ajaran Konghucu.
Dibandingkan dengan klenteng lain di Kalimantan Tengah—seperti yang ada di Pangkalan Bun dan Sukamara—Klenteng Harmoni Kehidupan memiliki keunikan tersendiri. Jika di tempat lain ajaran Konghucu masih bercampur dengan Buddha dan Tao, klenteng ini berdiri sendiri sebagai pusat ibadah umat Konghucu.
Budaya Tionghoa di Kotim: Jejak yang Mengakar Sejak Ribuan Tahun
Kehadiran masyarakat Tionghoa di Kotim bukanlah hal baru. Catatan sejarah menunjukkan bahwa pendatang dari Tiongkok, terutama dari suku Han, telah merantau ke Kalimantan sejak ribuan tahun lalu, jauh sebelum kedatangan kolonial Belanda. Mereka membawa serta budaya dan tradisi mereka, yang kemudian berbaur dengan budaya lokal, menciptakan harmoni yang tetap bertahan hingga kini.
Pada masa penjajahan Belanda, masyarakat Tionghoa sering kali dijadikan perantara antara pemerintah kolonial dan masyarakat lokal. Kedekatan mereka dengan penduduk asli serta kecakapan dalam perdagangan menjadikan mereka sebagai bagian penting dalam perkembangan ekonomi dan sosial di Kalimantan Tengah.
Melestarikan Warisan Budaya Melalui Tradisi
Selain sebagai tempat ibadah, Klenteng Harmoni Kehidupan juga berperan dalam melestarikan budaya Tionghoa di Kotim. Setiap tahun, berbagai acara budaya seperti Barongsai dan festival tradisi Tionghoa diadakan di sini. Kegiatan ini tidak hanya menjadi hiburan bagi masyarakat setempat, tetapi juga berfungsi sebagai sarana edukasi tentang kekayaan budaya Tionghoa yang telah berakar selama ribuan tahun.
Menurut Wenshi Suhardi, tradisi dan budaya Tionghoa memiliki keterkaitan erat dengan ajaran Konghucu. Bahkan, sebelum kelahiran Nabi Kongzi sekitar 2.500 tahun yang lalu, prinsip-prinsip agama ini telah berkembang selama 3.000 tahun sebelumnya, menjadikannya salah satu agama dan tradisi tertua di dunia.
Harmoni dalam Keberagaman
Keberadaan Klenteng Harmoni Kehidupan bukan hanya sebagai tempat peribadatan, tetapi juga sebagai simbol harmoni dalam keberagaman. Dengan menerima umat dari berbagai latar belakang kepercayaan, klenteng ini mencerminkan semangat toleransi yang telah lama menjadi bagian dari kehidupan masyarakat Kalimantan Tengah.
Warisan Tionghoa di Kotim adalah kisah tentang akulturasi, kebersamaan, dan ketahanan budaya. Dari generasi ke generasi, nilai-nilai yang terkandung dalam ajaran Konghucu terus hidup, tidak hanya dalam ibadah tetapi juga dalam cara masyarakat menjalani kehidupan sehari-hari. Di tengah dunia yang terus berubah, Klenteng Harmoni Kehidupan tetap menjadi penjaga tradisi, menghubungkan masa lalu, masa kini, dan masa depan dalam satu kesatuan yang harmonis.