Sindikat Narkoba 35 Kg Sabu Bertopeng Kemasan Teh Cina Terungkap di Kalimantan Barat
![]() |
Foto : Kompas |
Polda Kalimantan Barat (Kalbar) berhasil membongkar jaringan
pengedar narkoba internasional yang mencoba menyelundupkan 35 kilogram sabu ke
Indonesia. Barang haram tersebut disamarkan dalam kemasan teh Cina bertuliskan
Daguanyin Refined Chinese Tea dan diselundupkan melalui jalur perbatasan
Indonesia-Malaysia. Operasi yang dilakukan ini menjadi salah satu bukti nyata
upaya keras pihak kepolisian dalam memberantas peredaran narkoba di wilayah
Kalimantan Barat.
Awal Mula Operasi: Informasi dari Jalur Tikus
Kasat Reserse Narkoba Polres Kapuas Hulu, Inspektur Satu (Iptu) Pol Jamali, mengungkapkan bahwa operasi ini bermula dari laporan masyarakat terkait rencana penyelundupan sabu dalam jumlah besar. Informasi tersebut mengarah pada jalur tikus di Kecamatan Puring Kencana, sebuah wilayah yang dikenal sebagai salah satu pintu masuk penyelundupan barang ilegal dari Malaysia.
Laporan ini segera diteruskan kepada Kapolres Kapuas Hulu, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Hendrawan. Tanpa menunda waktu, AKBP Hendrawan langsung membentuk tim khusus untuk menyelidiki informasi tersebut lebih dalam. "Sebanyak 35 kilogram sabu tersebut dibawa melewati jalur tikus di perbatasan Indonesia-Malaysia," jelas Kabagbinops Ditresnarkoba Polda Kalbar, Ajun Komisaris Besar Polisi (AKBP) Sri Sulasmini, dalam konferensi pers pada Senin (9/12/2024).
Penangkapan Para Pelaku
Pada Kamis (7/12/2024) sekitar pukul 10.19 WIB, dua pelaku pertama, berinisial SR dan BD, berhasil diamankan di Jalan Lintas Nanga Kantuk-Langau, Dusun Upak, Desa Kumang Jaya, Kecamatan Empanang. Penangkapan ini dilakukan ketika keduanya tengah mengangkut sabu dalam kendaraan mereka. Namun, dua pelaku lainnya sempat melarikan diri menggunakan sepeda motor.
Pengejaran intensif dilakukan hingga akhirnya salah satu buron, berinisial JN, berhasil diringkus di rumah keluarganya di Desa Bat Pansap, Kecamatan Empanang, pada pukul 16.00 WIB di hari yang sama. Sementara itu, dua hari kemudian, pada Sabtu (11/12/2024), pelaku lain, RK, berhasil ditangkap di Dusun Tangit 2, Desa Tajum, Kecamatan Badau. Penangkapan RK dilakukan sekitar pukul 14.00 WIB. Beberapa jam setelah itu, pelaku terakhir, RT, ditangkap di Dusun Batu Ampar, Desa Keling Empangau, Kecamatan Empanang.
"Saat ini, kelima pelaku telah ditahan di Satresnarkoba Polres Kapuas Hulu untuk menjalani proses hukum lebih lanjut," tambah AKBP Sri Sulasmini.
Motif dan Realita Para Kurir: Jeratan Ekonomi yang Menyesakkan
Dari hasil penyelidikan awal, diketahui bahwa para pelaku bukanlah bagian dari jaringan besar, melainkan hanya berperan sebagai kurir. Menurut Iptu Jamali, mayoritas pelaku berasal dari kalangan masyarakat lokal yang hidup dalam kondisi ekonomi sulit. Mereka kerap bolak-balik ke Malaysia melalui perbatasan, baik untuk bekerja maupun berdagang. Celah ini dimanfaatkan oleh sindikat narkoba untuk merekrut mereka sebagai kurir dengan iming-iming bayaran besar.
"Mereka ini hanya kurir dan sering dijadikan korban oleh jaringan yang lebih besar. Kehidupan warga perbatasan yang serba sulit membuat mereka mudah tergiur tawaran menjadi kurir narkoba," ujar Jamali.
Selain itu, keberadaan jalur tikus di wilayah perbatasan Kapuas Hulu menjadi tantangan besar dalam upaya pengawasan. Jalur tikus ini tidak hanya sulit dilacak, tetapi juga terus bertambah karena dapat dibuka dengan mudah. "Di Kapuas Hulu, membuat jalur tikus itu sangat mudah. Para pelaku bahkan sering kali membuka jalur baru untuk melancarkan aksi mereka," imbuhnya.
Barang Bukti: Kemasan Teh Cina yang Menipu Mata
Dalam pengungkapan kasus ini, polisi berhasil menyita barang bukti berupa 35 kilogram sabu yang dikemas rapi dalam plastik bertuliskan Daguanyin Refined Chinese Tea. Kemasan ini dirancang sedemikian rupa untuk mengelabui petugas. Modus seperti ini bukan hal baru, namun tetap menjadi ancaman serius karena sulit dikenali jika tidak dilakukan pemeriksaan mendalam.
"Kami terus meningkatkan kewaspadaan dan memperketat pengawasan di jalur perbatasan, termasuk terhadap barang-barang yang terlihat biasa saja seperti kemasan teh ini. Kita tidak boleh lengah," tegas AKBP Sri Sulasmini.
Kasus ini sekali lagi menunjukkan betapa rumitnya memberantas peredaran narkoba di wilayah perbatasan. Jalur tikus yang tak terhitung jumlahnya, kondisi geografis yang sulit dijangkau, serta keterbatasan sumber daya menjadi kendala utama yang dihadapi aparat penegak hukum.
Selain itu, kondisi sosial ekonomi masyarakat perbatasan juga menjadi faktor pendukung maraknya praktik penyelundupan. Minimnya lapangan pekerjaan, rendahnya tingkat pendidikan, serta akses yang terbatas ke program pemberdayaan membuat masyarakat rentan terhadap bujuk rayu sindikat narkoba.
Penangkapan para pelaku dan pengungkapan kasus ini hanyalah satu langkah kecil dalam perang melawan narkoba. Diperlukan sinergi antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, masyarakat, dan aparat penegak hukum, untuk memutus mata rantai peredaran narkoba.
Pemerintah perlu meningkatkan program pemberdayaan ekonomi bagi masyarakat perbatasan untuk mengurangi kerentanan mereka terhadap tawaran menjadi kurir. Selain itu, pengawasan di jalur-jalur perbatasan harus terus diperketat, baik melalui teknologi maupun peningkatan jumlah personel keamanan.
"Kami tidak akan berhenti di sini. Perang melawan narkoba harus terus berlanjut hingga ke akar-akarnya," tutup AKBP Hendrawan dalam pernyataannya.
Kasus penyelundupan 35 kilogram sabu di Kalimantan Barat ini menjadi cerminan betapa seriusnya ancaman narkoba di Indonesia, khususnya di wilayah perbatasan. Meskipun tantangan yang dihadapi tidak kecil, keberhasilan operasi ini memberikan harapan bahwa dengan kerja keras dan kolaborasi, peredaran narkoba dapat diminimalisasi. Semoga kasus ini menjadi pelajaran bagi semua pihak untuk terus waspada dan mendukung upaya pemberantasan narkoba di Tanah Air.