Menanam Harapan di Pesisir: Transformasi Mangrove di Kalimantan Utara melalui Program M4CR
Hutan mangrove, dengan segala keajaiban ekologisnya, kini
menjadi pusat perhatian besar di Kalimantan Utara (Kaltara). Program Mangrove
for Coastal Resilience (M4CR), yang diinisiasi oleh Badan Restorasi Gambut dan
Mangrove (BRGM), telah membawa perubahan signifikan dalam pemulihan ekosistem
pesisir. Pada tahun 2024, lebih dari 6.000 hektare lahan berhasil
direhabilitasi, menandai tonggak awal menuju target ambisius seluas 31.380
hektare yang direncanakan selesai pada 2025. Dengan dukungan pendanaan dari Bank
Dunia, M4CR menjadi salah satu pilar utama dalam mitigasi perubahan iklim dan
pemberdayaan ekonomi masyarakat pesisir.
Hutan Mangrove: Pilar Ekosistem dan Kehidupan Pesisir
Hutan mangrove bukan sekadar benteng alami yang melindungi garis pantai dari abrasi dan badai, tetapi juga rumah bagi beragam spesies flora dan fauna yang unik. Lebih dari itu, mangrove memainkan peran vital dalam menyerap karbon dioksida (CO2), menjadikannya salah satu solusi alami terbaik untuk mengurangi dampak perubahan iklim.
Dalam konteks lokal, mangrove tidak hanya menjaga keseimbangan ekosistem tetapi juga mendukung kehidupan masyarakat pesisir. Mereka menyediakan sumber daya yang berharga, seperti ikan, kepiting, dan udang, serta menjadi bagian penting dari budaya dan mata pencaharian masyarakat di wilayah pesisir.
Target Ambisius BRGM: Rehabilitasi 75.000 Hektare Mangrove
Program M4CR dirancang untuk merehabilitasi 75.000 hektare hutan mangrove di empat provinsi prioritas hingga 2027: Riau, Sumatera Utara, Kalimantan Timur, dan Kalimantan Utara. Di Kaltara, target rehabilitasi seluas 31.380 hektare tersebar di empat wilayah utama: Bulungan, Tana Tidung, Nunukan, dan Tarakan. Pada tahun pertama, M4CR memprioritaskan penanaman mangrove di lahan tambak seluas 6.543 hektare, yang hampir sepenuhnya terealisasi pada akhir 2024.
Perjalanan M4CR di Kaltara dimulai secara resmi pada Juni
2024, dengan Desa Sengkong, Kecamatan Sesayap Hilir, Kabupaten Tana Tidung,
sebagai lokasi percontohan. Dalam pelaksanaannya, program ini melibatkan
berbagai pemangku kepentingan, termasuk UPTD Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH),
TNI, Polri, akademisi, serta masyarakat lokal.
Akhmad Ashar Sarif, Provincial Project Implementation Unit (PPIU) Manager M4CR BRGM Kaltara, menekankan pentingnya pendekatan kolaboratif. “Kami melibatkan pemilik tambak dan kelompok tani dalam setiap tahap. Hal ini memastikan program tidak hanya berjalan efektif tetapi juga memberikan manfaat langsung bagi masyarakat lokal,” ungkapnya dalam media briefing di Tarakan Plaza, Minggu (22/12/2024).
Namun, pelaksanaan program ini tidak tanpa tantangan. Salah satu kendala terbesar adalah mengubah persepsi tradisional masyarakat tentang tambak. Banyak pemilik tambak masih percaya bahwa tambak yang baik adalah tambak terbuka, tanpa vegetasi mangrove di sekitarnya. Selain itu, banyak pemilik tambak tinggal di luar wilayah, seperti Sulawesi atau kota Tarakan, sehingga sulit dijangkau untuk sosialisasi. “Kami harus memberikan pemahaman bahwa mangrove justru meningkatkan kualitas tambak dan ketahanan usahanya,” tambah Akhmad.
Manfaat Rehabilitasi Mangrove: Lingkungan dan Ekonomi Beriringan
Penelitian menunjukkan bahwa tambak yang ditumbuhi mangrove memiliki kualitas air yang lebih baik, mengurangi risiko penyakit pada udang, dan meningkatkan ketahanan tambak terhadap perubahan iklim. Selain itu, mangrove memperkaya keanekaragaman hayati pesisir dengan menyediakan habitat bagi spesies ikan dan kepiting.
Di tingkat global, rehabilitasi mangrove di Kaltara juga berkontribusi pada pengurangan emisi karbon. Dengan kemampuannya menyerap CO2 dalam jumlah besar, mangrove menjadi komponen penting dalam strategi mitigasi perubahan iklim dunia. Dengan mengintegrasikan mangrove ke dalam tambak, masyarakat tidak hanya mendapatkan manfaat ekonomi tetapi juga menjadi bagian dari solusi global terhadap krisis iklim.
Selain fokus pada rehabilitasi ekosistem, program M4CR juga bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal melalui diversifikasi pendapatan. Kelompok usaha di desa-desa diberikan hibah untuk mengembangkan berbagai aktivitas ekonomi berbasis mangrove, seperti budidaya kepiting bakau, pengolahan makanan berbahan baku mangrove, dan pengembangan ekowisata.
“Kami ingin menciptakan ekosistem ekonomi yang mendukung pelestarian mangrove. Dengan memberikan alternatif penghasilan, masyarakat akan lebih termotivasi untuk menjaga ekosistem ini,” ujar Akhmad. Program ini juga mendorong masyarakat untuk melihat mangrove sebagai aset yang dapat dikelola secara berkelanjutan.
Pelaksanaan M4CR menghadapi berbagai tantangan, terutama dalam hal perubahan pola pikir masyarakat. Banyak pemilik tambak yang belum memahami manfaat ekosistem mangrove bagi tambak mereka. Namun, melalui sosialisasi yang intensif dan pendekatan berbasis bukti, masyarakat perlahan mulai memahami bahwa tambak dengan vegetasi mangrove memiliki produktivitas dan ketahanan yang lebih baik.
Selain itu, BRGM juga menghadapi tantangan teknis, seperti kebutuhan bibit mangrove dalam jumlah besar dan kondisi lahan yang bervariasi. Untuk mengatasi hal ini, program M4CR melibatkan para ahli dan akademisi dalam merancang strategi rehabilitasi yang sesuai dengan karakteristik lokal.
Evaluasi pada akhir 2024 menunjukkan hasil yang menggembirakan: target rehabilitasi hampir sepenuhnya tercapai, dengan tingkat keberhasilan yang sesuai dengan rencana awal. Keberhasilan ini menjadi motivasi untuk melanjutkan program dengan skala yang lebih besar di tahun-tahun mendatang.
BRGM berharap bahwa model keberhasilan di Kaltara dapat direplikasi di wilayah lain. Dengan sinergi antara masyarakat, pemerintah daerah, dan lembaga internasional, rehabilitasi mangrove dapat menjadi cerita sukses yang menginspirasi, tidak hanya di Indonesia tetapi juga di tingkat global.
Rehabilitasi mangrove di Kaltara adalah bukti nyata bahwa investasi pada lingkungan tidak hanya memberikan manfaat ekologis tetapi juga dampak ekonomi yang signifikan. Hutan mangrove, dengan segala potensi dan manfaatnya, bukan hanya bagian dari warisan alam tetapi juga fondasi bagi masa depan yang lebih tangguh, hijau, dan berkelanjutan.
Program M4CR tidak hanya menanam pohon; ia menanam harapan. Harapan untuk pesisir yang lebih lestari, untuk masyarakat yang lebih sejahtera, dan untuk dunia yang lebih baik. Dengan melibatkan semua pihak dan menjaga komitmen bersama, Kalimantan Utara sedang menunjukkan bahwa perubahan besar dimulai dari langkah kecil yang konsisten.