Kenaikan UMP 2025: Implikasi untuk Kalimantan Selatan dalam Lanskap Kepemimpinan Prabowo Subianto
Foto : Kompas |
Kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) merupakan salah satu
isu yang paling dinanti setiap tahun, terutama bagi jutaan pekerja di seluruh
Indonesia. Di tahun 2025, kebijakan ini mendapat sorotan khusus setelah
Presiden Prabowo Subianto memutuskan peningkatan sebesar 6,5 persen—lebih
tinggi dari rekomendasi awal Kementerian Ketenagakerjaan yang hanya sebesar 6
persen. Keputusan ini menandai awal dari sebuah era baru dalam kebijakan
ketenagakerjaan, terutama di Kalimantan Selatan (Kalsel), yang menghadapi tantangan
dan peluang unik.
Keputusan ini bukan sekadar angka statistik. Di balik persentase tersebut, ada jutaan harapan dari pekerja, terutama mereka yang berada di sektor informal atau memiliki masa kerja di bawah satu tahun. Kenaikan UMP bertujuan untuk meningkatkan daya beli masyarakat, menciptakan lapangan kerja lebih baik, dan merespons tuntutan serikat pekerja yang menginginkan perlindungan lebih besar di tengah ketidakpastian ekonomi.
Prabowo Subianto dalam pidatonya menekankan bahwa UMP adalah instrumen penting untuk menjamin kesejahteraan sosial. “Ini bukan hanya soal upah, tetapi tentang memastikan setiap pekerja memiliki kehidupan yang layak dan bermartabat,” tegasnya.
Proses Dinamis di Balik Keputusan 6,5 Persen
Rapat yang berlangsung di Istana Negara melibatkan berbagai
pihak, termasuk Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto,
Menteri Keuangan Sri Mulyani, dan Menteri Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin
Iskandar. Proses diskusi panjang tersebut mempertimbangkan berbagai aspek,
seperti inflasi, pertumbuhan ekonomi, dan kondisi pasar tenaga kerja.
Kenaikan UMP tahun ini juga menandai implementasi formula
baru penghitungan upah, yang menggantikan regulasi lama (PP 51/2023). Hal ini
berawal dari keputusan Mahkamah Konstitusi yang menyatakan bahwa kebijakan
pengupahan harus mencakup kebutuhan dasar secara komprehensif. Formula baru ini
memperhitungkan indeks alpha—variabel yang menunjukkan kontribusi tenaga kerja
terhadap pertumbuhan ekonomi—dengan penyesuaian lebih fleksibel.
Kalimantan Selatan di Pusat Perubahan
Sebagai salah satu provinsi dengan perekonomian berbasis
sumber daya alam, terutama pertambangan dan perkebunan, Kalimantan Selatan
menghadapi tantangan unik dalam implementasi kenaikan UMP. Kepala Dinas Tenaga
Kerja dan Transmigrasi (Disnakertrans) Kalsel, Irfan Sayuti, menyatakan bahwa
pihaknya tengah memfinalisasi angka UMP baru berdasarkan pedoman yang diberikan
pemerintah pusat.
“Kami berupaya memastikan bahwa kenaikan ini adil bagi semua pihak—baik pekerja maupun pengusaha. Dialog intensif dengan Dewan Pengupahan Daerah terus kami lakukan,” ujar Irfan.
Salah satu tantangan terbesar adalah memastikan bahwa
kenaikan UMP tidak merugikan sektor bisnis lokal. Industri tambang, yang
menjadi tulang punggung ekonomi Kalsel, membutuhkan kebijakan pengupahan yang
mempertimbangkan keberlanjutan usaha. Pengusaha menekankan pentingnya kebijakan
yang tidak hanya berfokus pada upah, tetapi juga mendukung peningkatan
produktivitas.
Di sisi lain, serikat pekerja menegaskan bahwa kenaikan ini adalah hak dasar yang harus dipenuhi. Mereka berharap pemerintah daerah mampu memastikan implementasi yang transparan dan adil.
Dampak dari kenaikan UMP ini diharapkan dapat dirasakan langsung oleh masyarakat Kalsel. Dengan meningkatnya daya beli, sektor konsumsi domestik dapat tumbuh, mendorong aktivitas ekonomi lokal. Namun, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa kenaikan ini tidak menjadi beban berat bagi UMKM, yang merupakan tulang punggung perekonomian di daerah ini.
Budi Munandar, dari Dinas Koperasi dan UMKM Kalsel, menekankan pentingnya harmonisasi antara UMP dan UMK (Upah Minimum Kabupaten/Kota). Menurutnya, penetapan UMK harus mencerminkan kondisi ekonomi lokal dan kebutuhan pekerja, tanpa menghambat pertumbuhan usaha kecil.
Kontribusi UMKM dan Tantangan Implementasi
UMKM di Kalsel menghadapi tantangan besar dalam menerapkan
kebijakan pengupahan baru. Banyak pelaku usaha kecil yang beroperasi dengan
margin keuntungan tipis, sehingga kenaikan upah bisa menjadi tantangan serius.
Pemerintah daerah perlu menyediakan program pendukung, seperti pelatihan
produktivitas dan akses keuangan, untuk membantu UMKM beradaptasi.
Putusan MK yang menjadi dasar formula baru ini menekankan
pentingnya keadilan dalam kebijakan pengupahan. Upah harus mencakup semua
kebutuhan dasar—mulai dari pangan, papan, hingga pendidikan dan jaminan sosial.
Ini merupakan langkah maju dalam mewujudkan keadilan sosial, tetapi juga
menuntut pengawasan ketat di tingkat daerah.
Di Kalsel, pengawasan ini menjadi tugas besar bagi pemerintah daerah. Dengan adanya sektor informal yang cukup besar, tantangan terbesar adalah memastikan bahwa semua pekerja, termasuk mereka yang tidak memiliki kontrak formal, mendapatkan manfaat dari kebijakan ini.
Keputusan ini menunjukkan komitmen pemerintah untuk
meningkatkan kesejahteraan pekerja. Namun, keberhasilan kebijakan ini
bergantung pada implementasi di lapangan. Kolaborasi antara pemerintah daerah,
pengusaha, dan serikat pekerja menjadi kunci utama.
Bagi Kalimantan Selatan, kenaikan UMP ini bukan hanya soal upah. Ini adalah peluang untuk membangun ekosistem ketenagakerjaan yang lebih inklusif dan berkelanjutan. Dengan kebijakan yang bijaksana dan implementasi yang transparan, Kalsel dapat menjadi contoh bagi provinsi lain dalam menciptakan keseimbangan antara pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan sosial.
Kenaikan UMP 2025 di bawah kepemimpinan Prabowo Subianto
adalah langkah signifikan dalam perjalanan panjang menuju keadilan ekonomi di
Indonesia. Di Kalimantan Selatan, tantangan dan peluang ini harus dihadapi
dengan kebijakan yang bijaksana, kolaborasi yang kuat, dan pengawasan yang
ketat. Hanya dengan cara ini, cita-cita untuk menciptakan kesejahteraan yang
inklusif dan berkelanjutan dapat tercapai.