Antisipasi Batingsor di Musim Hujan: Modifikasi Cuaca Masih Belum Jadi Pilihan di Kalsel
Foto : Pixabay |
Pengelolaan cuaca melalui teknologi modifikasi sering kali
menjadi pilihan strategis untuk mengurangi dampak bencana, baik pada musim
kemarau maupun musim hujan. Namun, Kalimantan Selatan (Kalsel) hingga saat ini
belum memiliki rencana untuk menerapkan teknologi tersebut sebagai langkah
antisipasi bencana banjir, tanah longsor, dan rob (batingsor) selama musim
penghujan.
Kasubbid Kesiapsiagaan Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kalsel, Ariansyah, menjelaskan bahwa modifikasi cuaca bukan merupakan kewenangan pemerintah daerah melainkan program yang diatur langsung oleh pemerintah pusat melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB). “Sejauh ini belum ada rencana untuk melaksanakan modifikasi cuaca di Kalsel. Program ini adalah tanggung jawab BNPB,” ujar Ariansyah, Kamis (12/12).
Cara Kerja Modifikasi Cuaca
Secara teknis, modifikasi cuaca dapat menjadi solusi untuk
memitigasi dampak batingsor selama musim hujan. Salah satu metode yang
digunakan adalah memindahkan hujan ke area yang lebih aman, seperti wilayah
perairan laut. Dalam praktiknya, hal ini dilakukan dengan mematangkan awan
hujan sebelum awan tersebut mencapai daratan.
“Misalnya, ketika awan hujan terdeteksi di atas laut sebelum masuk ke wilayah Kalsel, proses pematangan dilakukan sehingga hujan turun lebih dulu di tengah laut. Dengan demikian, intensitas hujan yang mencapai daratan dapat dikurangi,” jelas Ariansyah.
Potensi Bahaya di Musim Hujan
Musim hujan tak hanya membawa risiko banjir dan tanah longsor, tetapi juga sejumlah ancaman lain yang perlu diwaspadai. Prakirawan BMKG Stasiun Meteorologi Syamsudin Noor, Uli Mahanani, menuturkan bahwa pertumbuhan awan cumulonimbus selama musim hujan menjadi salah satu fenomena cuaca yang signifikan. Awan ini dikenal dapat memicu hujan deras, angin kencang, dan badai petir yang berbahaya bagi aktivitas penerbangan.
“Hujan deras yang disertai cumulonimbus dapat mengurangi jarak pandang dan mengganggu operasional penerbangan. Meski demikian, saat ini fokus utama masyarakat Kalsel adalah meningkatkan kewaspadaan terhadap fenomena pasang surut air laut yang lebih berpotensi menimbulkan kerugian besar dibandingkan gangguan penerbangan,” ungkap Uli.
Sinergi dengan Bandara Syamsudin Noor
Mengantisipasi kondisi cuaca ekstrem, Bandara Syamsudin Noor sebagai salah satu pusat transportasi udara utama di Kalsel, juga telah mengambil langkah preventif. Stakeholder Relation Manager Bandara Syamsudin Noor, Iwan Risdianto, menjelaskan bahwa pihak bandara senantiasa berkoordinasi dengan BMKG untuk mendapatkan pembaruan cuaca harian secara real-time.
“Kami terus memantau kondisi cuaca bersama BMKG. Selain itu, kami memastikan kapasitas bandara mencukupi untuk menampung penumpang jika terjadi penundaan penerbangan akibat cuaca buruk. Luas bandara memungkinkan kami menangani penumpukan penumpang dengan cukup baik,” kata Iwan.
Iwan menambahkan bahwa tanggung jawab terkait pembatalan maupun penundaan penerbangan tetap berada pada pihak maskapai. Namun, pihak bandara memastikan semua fasilitas dan layanan siap digunakan demi kenyamanan penumpang.
Kendala Implementasi Modifikasi Cuaca di Kalsel
Meski modifikasi cuaca terdengar menjanjikan, penerapannya di daerah seperti Kalsel menghadapi sejumlah tantangan. Salah satunya adalah faktor teknis dan logistik. Untuk melakukan modifikasi cuaca, dibutuhkan peralatan canggih, bahan kimia seperti garam, serta pesawat khusus untuk menyemai awan. Proses ini juga memerlukan koordinasi intensif antara pemerintah pusat, daerah, dan lembaga terkait seperti BMKG.
“Tidak hanya memerlukan biaya besar, tetapi juga koordinasi yang matang. Karena itu, modifikasi cuaca biasanya difokuskan pada daerah yang lebih darurat, seperti kawasan yang dilanda kekeringan ekstrem atau banjir parah secara terus-menerus,” tambah Ariansyah.
Selain itu, cuaca dan iklim yang dinamis di Kalsel juga menjadi kendala tersendiri. Intensitas hujan yang tinggi, ditambah dengan pasang surut air laut, menciptakan kombinasi risiko yang sulit diprediksi. Karena itu, upaya mitigasi lain seperti memperkuat infrastruktur drainase dan kesadaran masyarakat dinilai lebih efektif dalam jangka pendek.
Strategi Alternatif: Edukasi dan Peningkatan Infrastruktur
Untuk mengatasi potensi batingsor tanpa modifikasi cuaca, BPBD Kalsel telah mengambil langkah-langkah proaktif lainnya. Edukasi kepada masyarakat mengenai langkah-langkah tanggap bencana menjadi salah satu fokus utama. Pelatihan simulasi evakuasi dan penyebaran informasi terkait cuaca ekstrem terus dilakukan agar masyarakat dapat lebih siap menghadapi situasi darurat.
Di sisi lain, pemerintah daerah juga terus meningkatkan kualitas infrastruktur seperti tanggul, saluran drainase, dan sistem pengelolaan air. Dengan sistem drainase yang baik, diharapkan banjir akibat curah hujan tinggi dapat diminimalisir.
“Kami juga mendorong peran aktif masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungan, terutama saluran air, agar aliran air tidak tersumbat. Kesadaran bersama sangat penting dalam mengurangi dampak bencana,” ungkap Ariansyah.
Kalsel merupakan daerah yang rentan terhadap bencana hidrometeorologi, terutama pada musim hujan. Oleh karena itu, keberlanjutan program mitigasi bencana menjadi sangat penting. Meski saat ini modifikasi cuaca belum diterapkan, harapan besar tetap ada agar pemerintah pusat memberikan perhatian lebih terhadap wilayah-wilayah rawan seperti Kalsel.
Di tengah tantangan ini, sinergi antara pemerintah, lembaga terkait, dan masyarakat menjadi kunci untuk menghadapi musim hujan dengan lebih baik. Selain itu, dengan peningkatan teknologi dan infrastruktur, bukan tidak mungkin modifikasi cuaca akan menjadi bagian dari solusi di masa mendatang. Hingga saat itu tiba, pendekatan berbasis komunitas dan perbaikan infrastruktur tetap menjadi tumpuan utama dalam menghadapi ancaman batingsor di Kalsel.