"Kisah Seorang Ibu dan Bayinya: Perjalanan Pulang Warga Negara Indonesia Terlantar di Sarawak"

  

Ilustrasi : Pinterest (@ℳℰℛ𝒱 ℰℳ𝒮 ℐ̇)

Kisah ini bermula di Sarawak, Malaysia, ketika seorang ibu muda berinisial Ob (33), seorang Warga Negara Indonesia (WNI) asal Kabupaten Landak, Kalimantan Barat, menghadapi kenyataan pahit di negeri orang. Setelah menikah secara tidak resmi dengan seorang pria asal Sarawak, Ob melahirkan seorang bayi perempuan di Rumah Sakit Serian, Sarawak. Sayangnya, perjalanan hidupnya bersama sang bayi di negeri orang tak berjalan mudah. Suaminya meninggalkan mereka begitu saja, tak mampu menanggung biaya rumah sakit. Dalam keadaan terlantar, Ob dan bayinya harus menghadapi proses panjang dan rumit untuk bisa kembali ke tanah air.

Pada Kamis, 31 Oktober 2024, Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) di Kuching, Sarawak, hadir untuk memberikan bantuan kepada ibu malang ini. Konjen RI Kuching, Reden Sigit Witjaksono, melalui keterangan tertulis, mengungkapkan bagaimana KJRI membantu ibu tersebut beserta bayinya agar bisa kembali ke Indonesia. Berawal dari kondisi tanpa dokumen, tanpa penghasilan, dan tanpa pendamping, perjuangan mereka akhirnya terjawab dengan tangan terbuka dari KJRI.

Ob adalah contoh nyata bagaimana WNI yang terlantar di luar negeri seringkali menghadapi situasi sulit, terutama ketika tidak memiliki dokumen resmi seperti paspor. Ketika Rumah Sakit Serian menyadari Ob tak memiliki dokumen, pihak rumah sakit segera melapor ke Jabatan Imigresen Sarawak. Dalam situasi ini, pihak imigrasi Sarawak kemudian menghubungi KJRI Kuching sebagai perwakilan Indonesia terdekat yang bertanggung jawab membantu WNI di wilayah tersebut.

Konjen Reden Sigit menjelaskan, "Pihak Rumah Sakit Serian melakukan pemeriksaan terhadap ibu ini, dan setelah diketahui bahwa ia adalah seorang WNI tanpa dokumen resmi, rumah sakit pun melaporkannya kepada pihak imigrasi setempat. Dengan tidak adanya dokumen dan ketidakmampuan membayar biaya rumah sakit, kami dari KJRI segera mengupayakan agar ibu ini bisa pulang ke tanah air bersama bayinya."

Dalam prosesnya, KJRI Kuching membantu ibu dan bayi ini dengan mengurus dokumen perjalanan berupa Surat Perjalanan Laksana Paspor (SPLP). Pada hari yang sama, mereka pun didampingi dalam proses deportasi dari Sarawak ke Indonesia melalui Pos Lintas Batas Negara (PLBN) Entikong. Dengan dokumen SPLP yang diterbitkan KJRI, ibu dan bayinya bisa kembali ke Indonesia dan memulai hidup baru, meninggalkan kenangan pahit yang mereka alami di negeri orang.

Di hari yang sama, KJRI Kuching juga mendampingi deportasi 35 orang WNI/PMI bermasalah lainnya yang berada di Depo Tahanan Imigresen (DTI) di Semuja, Sarawak. Ke-35 WNI tersebut terdiri dari 24 pria dewasa dan 11 wanita dewasa. Mereka adalah pekerja migran yang mengalami berbagai permasalahan hukum di Malaysia, kebanyakan akibat pelanggaran izin tinggal dan tidak memiliki dokumen resmi seperti visa kerja atau paspor.

Konjen RI Kuching menambahkan, "Seluruh WNI yang dideportasi ini umumnya telah melakukan pelanggaran peraturan keimigrasian Malaysia. Kebanyakan dari mereka tinggal di Sarawak melebihi masa izin tinggalnya dan bekerja tanpa visa kerja. Sebagian besar juga tidak memiliki dokumen resmi saat memasuki Sarawak. Mereka dideportasi setelah menyelesaikan hukuman penjara di Sarawak akibat pelanggaran-pelanggaran tersebut."

Menurut catatan KJRI Kuching, sejak awal tahun hingga 31 Oktober 2024, jumlah WNI/PMI bermasalah yang dideportasi dari Sarawak telah mencapai angka 3.997 orang. Selain itu, KJRI Kuching juga telah membantu repatriasi 115 WNI lainnya yang bermasalah melalui program pemulangan khusus. Jumlah yang cukup signifikan ini menggambarkan kompleksitas permasalahan WNI di Malaysia, terutama di Sarawak, yang seringkali terjadi karena mereka bekerja tanpa dokumen yang lengkap dan resmi.

Kisah Ob ini adalah cermin bagi banyak WNI lain yang menghadapi situasi serupa. Sebagai seorang ibu, Ob tentunya ingin memberikan kehidupan yang baik untuk anaknya. Namun, keterbatasan dokumen dan ketidakpastian hidup di negeri asing membuat mimpi itu harus tertunda. Bantuan KJRI Kuching dalam situasi ini adalah langkah penting yang memastikan keselamatan dan hak-hak WNI terlindungi meskipun berada di luar negeri.

Upaya KJRI Kuching dalam membantu proses pemulangan WNI bermasalah menjadi peran krusial, terutama di wilayah yang berbatasan langsung dengan Indonesia seperti Kalimantan Barat. KJRI Kuching tidak hanya memastikan proses deportasi berjalan dengan aman, tetapi juga melakukan pendampingan agar para WNI yang dipulangkan dapat kembali ke kehidupan yang lebih baik di tanah air. Inisiatif repatriasi dan pendampingan yang dilakukan KJRI menunjukkan komitmen pemerintah Indonesia dalam melindungi warganya di luar negeri, terutama mereka yang berada dalam situasi rentan dan membutuhkan bantuan.

Bagi Ob, perjalanan ini adalah babak baru dalam hidupnya. Keberhasilan KJRI Kuching dalam memfasilitasi pemulangan ibu ini beserta bayinya bukan hanya sekadar tindakan deportasi, tetapi juga sebuah bentuk perhatian dan kepedulian negara kepada rakyatnya yang berada di luar negeri. Ob dan bayi perempuannya kini bisa kembali ke Indonesia dengan aman dan menjalani hidup baru yang semoga lebih baik.

Sementara itu, pemerintah diharapkan dapat terus meningkatkan upaya perlindungan bagi WNI di luar negeri, khususnya bagi mereka yang bekerja di sektor informal atau tinggal di wilayah perbatasan. Kisah ini menjadi pengingat bahwa setiap WNI, di manapun mereka berada, memiliki hak untuk mendapatkan perlindungan dari negara.

Next Post Previous Post