Tantangan Pembebasan Lahan di Ibu Kota Negara (IKN) Menjelang Akhir Masa Jabatan Jokowi: Problematika dan Harapan

  

Foto : Antara Foto

Proses pembebasan lahan di kawasan calon Ibu Kota Negara (IKN) yang menjadi salah satu proyek strategis nasional (PSN) terus menghadapi hambatan yang kompleks. Meski masa jabatan Presiden Joko Widodo (Jokowi) semakin mendekati akhir, hingga kini pembebasan lahan belum sepenuhnya rampung. Hal ini diakui langsung oleh Rustanto, Direktur Pengadaan dan Pendanaan Lahan dari Lembaga Manajemen Aset Negara (LMAN).

Rustanto menjelaskan, bahwa LMAN setidaknya mengelola pembebasan lahan untuk 15 proyek strategis nasional yang ada di wilayah IKN. Hingga tanggal 4 Oktober 2023, anggaran yang telah disalurkan untuk pembebasan lahan mencapai angka Rp2,85 triliun. Namun, angka ini masih jauh dari target total yang ditetapkan, yakni sebesar Rp5,9 triliun.

 

Belum Tercapainya Target Pendanaan Pembebasan Lahan

Dengan demikian, masih ada sekitar Rp3 triliun dana yang belum direalisasikan. Rustanto menyebut bahwa kendala yang menyebabkan terhambatnya proses ini bukan disebabkan oleh kekurangan dana. Sebaliknya, masalah yang dihadapi di lapangan jauh lebih kompleks.

Menurut Rustanto, ada beberapa faktor yang memengaruhi lambatnya pembebasan lahan. Salah satunya adalah luasnya lahan yang harus dibebaskan di IKN. Sebagian besar wilayah tersebut adalah kawasan hutan dengan luas mencapai 100 hektare. Proses identifikasi dan inventarisasi lahan yang perlu dibebaskan tidak bisa berjalan secepat yang diharapkan.

Selain itu, keterbatasan sumber daya manusia (SDM) juga menjadi hambatan tersendiri. Rustanto menegaskan bahwa pemerintah berusaha memprioritaskan tanah-tanah yang paling mendesak untuk dibebaskan, agar proyek IKN ini bisa terus berjalan sesuai rencana.

"Kami memprioritaskan pembebasan lahan untuk bagian-bagian yang dianggap sangat penting agar proyek strategis ini bisa berjalan. Tentu saja ada beberapa pihak yang belum menerima kompensasi, namun mereka sudah memberikan izin agar proyek tetap bisa dilanjutkan sementara waktu," ujar Rustanto.

Hal ini menunjukkan adanya dukungan dari masyarakat lokal yang meskipun belum mendapatkan ganti rugi, namun tetap memberikan ruang agar proyek nasional ini terus berjalan. Masyarakat yang bersangkutan yakin bahwa pemerintah akan memberikan kompensasi yang layak di kemudian hari.

 

Persoalan Sosial di Balik Pembebasan Lahan

Namun, di balik semua itu, persoalan sosial yang muncul akibat pembebasan lahan di kawasan IKN juga tidak bisa diabaikan. Direktur Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) Kalimantan Timur, Saidunyi Nyuk, menyoroti adanya permasalahan terkait tanah yang dimiliki oleh masyarakat lokal dan masyarakat adat. Menurut Saidunyi, masih ada banyak komunitas adat yang telah terdampak oleh proyek ini, namun belum menerima ganti rugi yang layak.

"Beberapa komunitas adat sudah digusur dari tempat tinggal mereka, namun belum ada pembayaran ganti rugi yang dilakukan. Tapi di sisi lain, permasalahan utamanya bukan hanya soal uang. Masyarakat adat di kawasan ini tidak semestinya hanya dipandang dari segi transaksional. Banyak dari mereka sudah tinggal di tanah tersebut secara turun-temurun, dan mereka tidak selalu menginginkan kompensasi berupa uang," ungkap Saidunyi.

Permasalahan ini semakin kompleks karena ada beberapa komunitas yang menolak untuk dipindahkan dari tanah leluhur mereka. Mereka merasa bahwa tanah tersebut memiliki nilai kultural dan historis yang tidak bisa digantikan oleh uang. Bagi sebagian masyarakat adat, kehilangan tanah tidak hanya berarti kehilangan tempat tinggal, tetapi juga kehilangan identitas budaya mereka.

 

Dampak Sosial dan Budaya

Pembebasan lahan di IKN bukan hanya masalah finansial dan administratif, tetapi juga menyentuh aspek sosial dan budaya masyarakat setempat. Proyek IKN yang ambisius ini tentu bertujuan untuk meningkatkan pembangunan nasional, namun dampaknya terhadap masyarakat adat perlu mendapat perhatian serius.

Masyarakat adat, khususnya di Kalimantan Timur, merasa bahwa tanah mereka lebih dari sekadar aset yang bisa diperjualbelikan. Bagi mereka, tanah merupakan bagian penting dari kehidupan sehari-hari, sekaligus warisan yang harus dijaga dan dilestarikan. Oleh karena itu, penolakan mereka untuk menerima kompensasi uang tidak selalu berhubungan dengan jumlah yang ditawarkan, tetapi lebih kepada keberatan mereka untuk dipisahkan dari tanah leluhur mereka.

Konflik ini menyoroti tantangan besar yang harus dihadapi oleh pemerintah dalam upaya mewujudkan IKN sebagai pusat pemerintahan baru Indonesia. Proses pembebasan lahan yang melibatkan masyarakat adat perlu dikelola dengan bijaksana dan sensitif terhadap nilai-nilai budaya yang dipegang oleh komunitas tersebut.

 

Dukungan Pemerintah dan Harapan ke Depan

Meskipun banyak tantangan yang dihadapi dalam proses pembebasan lahan di IKN, pemerintah tetap berkomitmen untuk menyelesaikan masalah ini secepat mungkin. Rustanto menegaskan bahwa pemerintah sangat menghargai dukungan dari masyarakat lokal yang bersedia bekerja sama, meski mereka belum menerima ganti rugi secara penuh.

Untuk mempercepat proses ini, pemerintah berupaya untuk memastikan bahwa seluruh pihak yang terlibat dalam proyek strategis ini akan menerima kompensasi yang layak. Tidak hanya itu, pemerintah juga berjanji untuk menyelesaikan segala permasalahan yang muncul di lapangan, termasuk permasalahan sosial dan budaya yang dihadapi oleh masyarakat adat.

"Dalam hal ini, kami selalu berusaha untuk memberikan jaminan bahwa setiap orang yang terlibat dalam proyek ini akan mendapatkan hak-haknya, termasuk ganti rugi yang adil. Kami juga terus berkoordinasi dengan berbagai pihak agar proses ini bisa berjalan lebih cepat dan lancar," kata Rustanto.

Harapan pemerintah ke depan adalah agar proyek IKN bisa terus berlanjut sesuai dengan rencana awal, dengan meminimalkan dampak negatif terhadap masyarakat lokal. Proses pembebasan lahan diharapkan bisa selesai dalam waktu dekat, sehingga pembangunan IKN bisa dilaksanakan tanpa hambatan besar.

Proses pembebasan lahan di Ibu Kota Negara (IKN) menjadi salah satu isu krusial yang perlu diselesaikan sebelum masa jabatan Presiden Joko Widodo berakhir. Meski terdapat banyak tantangan, terutama dalam hal administratif, sosial, dan budaya, pemerintah tetap berkomitmen untuk menuntaskan proyek ini.

Dengan anggaran yang telah disalurkan sebesar Rp2,85 triliun, masih ada sisa dana sekitar Rp3 triliun yang harus direalisasikan untuk menyelesaikan pembebasan lahan di IKN. Kendala yang dihadapi di lapangan, seperti luasnya kawasan hutan dan keterbatasan sumber daya manusia, menjadi salah satu penyebab lambatnya proses ini.

Di sisi lain, permasalahan sosial dan budaya yang melibatkan masyarakat adat juga memerlukan perhatian khusus. Masyarakat adat yang telah tinggal di wilayah IKN secara turun-temurun memiliki ikatan emosional dan kultural yang mendalam dengan tanah mereka, sehingga pembebasan lahan bukan sekadar urusan kompensasi finansial.

Meskipun demikian, pemerintah tetap optimis bahwa proyek IKN bisa terus berlanjut dengan dukungan dari berbagai pihak. Proses pembebasan lahan ini diharapkan bisa diselesaikan dengan cepat, adil, dan menghormati hak-hak masyarakat lokal, agar IKN bisa menjadi pusat pemerintahan yang modern dan inklusif bagi seluruh warga negara.

Next Post Previous Post