Sejarah dan Budaya Suku Dayak Iban di Sarawak: Dari Tradisi Ngayau hingga Peran dalam Sejarah Malaysia


Foto : Youtube(@CGVKreasi)

Film "Rajah", yang disutradarai oleh Michael Haussman, menghidupkan kembali sejarah dan tradisi Suku Dayak Iban di Sarawak. Film ini menampilkan berbagai aspek budaya dan kehidupan Suku Dayak Iban, terutama yang masih asing bagi James Brooke (diperankan oleh Jonathan Rhys Meyers) dan para pengikutnya saat pertama kali bertemu dengan etnis Melayu dan Dayak. Salah satu tradisi yang paling mencolok dalam film ini adalah Ngayau atau berburu kepala manusia, sebuah praktik yang menjadi bagian penting dalam budaya mereka. Brooke, yang kemudian menjadi Rajah Sarawak pertama dari Eropa, berusaha mengubah beberapa aturan dan tradisi di wilayah tersebut, termasuk melarang perbudakan dan berburu kepala.

Adegan di mana Tujang, seorang prajurit Dayak Iban, bertanya kepada Brooke tentang larangan Ngayau, mencerminkan reformasi besar yang diperkenalkan oleh Brooke. "Tidak boleh ada lagi perburuan kepala, Tujang," jawab Brooke tegas. Film "Rajah", yang mulai tayang di Indonesia pada 9 Oktober 2024, tidak hanya menyajikan adegan-adegan pertempuran, tetapi juga memperkenalkan berbagai tarian tradisional dan musik etnik Dayak yang menambah keindahan visual dan suasana cerita. Karakter Tujang, yang diperankan oleh Yusuf Mahardika, seorang aktor Indonesia berdarah Batak Pakpak, juga memberikan nilai tambah. Meski Yusuf tidak berasal dari Dayak, kehadirannya sebagai representasi Dayak Iban menambah dimensi lokal pada film tersebut.

 

Asal-Usul Dayak Iban: Dari Kapuas ke Sarawak

Foto : Wikipedia

Suku Dayak Iban dikenal sebagai salah satu kelompok etnis Dayak yang terbesar di Sarawak. Menurut sensus Malaysia tahun 2020, populasi Dayak Iban di Sarawak mencapai lebih dari 702 ribu jiwa, menjadikan mereka komunitas etnik terbesar di wilayah tersebut. Selain di Sarawak, sekitar 23 ribu Dayak Iban juga tinggal di Brunei Darussalam dan 20 ribu lainnya menetap di Kalimantan Barat, Indonesia.

Dayak Iban memiliki sejarah panjang yang bermula dari wilayah Kapuas di Kalimantan Barat. Mereka bermigrasi dari daerah ini ke Sarawak pada pertengahan abad ke-18. Gelombang migrasi pertama Dayak Iban ke Sarawak diperkirakan terjadi pada 1750-an. Gelombang ini melibatkan enam generasi yang bermukim di sekitar Sungai Undup, sebelum akhirnya melanjutkan ekspansi ke berbagai wilayah di Sarawak, termasuk Batang Lupar, Sungai Rejang, dan Sungai Oya.

Dayak Iban juga dikenal karena tradisi rumah panjang mereka, tempat tinggal komunal yang menjadi ciri khas komunitas Dayak. Selain itu, mereka memiliki keahlian dalam bercocok tanam, terutama menanam padi. Namun, di balik kehidupan sehari-hari yang terlihat damai, ada tradisi mengerikan yang dulu menjadi bagian integral dari budaya mereka, yaitu Ngayau atau berburu kepala.

 

Tradisi Ngayau dan Mitologi Dayak Iban

Ngayau bukan hanya sebuah praktik kekerasan, tetapi memiliki makna spiritual dan ritual yang mendalam bagi Suku Dayak Iban. Kepala yang berhasil diburu, terutama kepala musuh, dipercaya membawa keberuntungan dan melindungi komunitas dari bencana. Dalam tradisi ini, kepala yang diawetkan disimpan sebagai trofi yang dianggap suci.

Menurut mitologi Dayak Iban, Ngayau dilakukan sebagai bentuk penghormatan kepada dewa perang mereka, Lang Singalang Burong. Sang dewa dianggap telah mengajarkan masyarakat Iban cara menanam padi dan memberikan mereka pengetahuan untuk mencari nasihat dari para dewa. Selama ritual Ngayau, para pelaku ritual merapal mantra yang dikenal sebagai sampi dan menyembelih hewan seperti unggas dan babi sebagai persembahan untuk Lang Singalang Burong.

Meskipun kini tradisi Ngayau telah lama dilarang, mitos dan cerita tentang keberanian serta ketangguhan Dayak Iban dalam perburuan kepala masih menjadi bagian penting dari identitas budaya mereka. Charles Hose, seorang ahli etnologi asal Inggris, bersama William McDougall, seorang psikolog, mencatat dalam karya mereka bahwa perburuan kepala oleh Dayak Iban sering dilakukan dengan semangat yang hampir seperti olahraga. Namun, mereka juga mencatat bahwa Dayak Iban tidak selalu sportif dalam perburuan ini, dan terkadang menggunakan cara-cara yang licik untuk mendapatkan kepala musuh.

 

James Brooke dan Pengaruhnya Terhadap Dayak Iban

Pada masa pemerintahan James Brooke, yang dikenal sebagai Rajah Putih, banyak tradisi Dayak Iban yang mengalami perubahan signifikan. Brooke, seorang petualang asal Inggris, datang ke Sarawak dan berhasil memerangi pemberontak di wilayah tersebut, yang membuatnya diangkat sebagai penguasa oleh Sultan Brunei. Setelah menjadi Rajah, Brooke memperkenalkan berbagai reformasi, termasuk penghapusan perbudakan di kalangan Melayu dan pelarangan Ngayau di kalangan Dayak Iban.

Namun, pengaruh Brooke terhadap Dayak Iban tidak berhenti di situ. Ia juga melibatkan prajurit Iban yang pro-pemerintah dalam berbagai ekspedisi militer, termasuk dalam menghadapi pemberontakan etnis Tionghoa di Sarawak. Di sisi lain, beberapa komunitas Iban yang menentang Brooke melihat pemerintahannya sebagai sekutu musuh mereka, sehingga terjadi perpecahan di antara komunitas Iban itu sendiri.

Pada masa keponakan Brooke, Charles Brooke, prajurit Dayak Iban yang mendukung pemerintahan Brooke turut serta dalam berbagai konflik, termasuk melawan pemberontakan etnis Tionghoa di wilayah tersebut. Pengaruh Brooke yang kuat berakhir pada tahun 1941 ketika Jepang menduduki Sarawak. Sebagian komunitas Dayak Iban, terutama dari kalangan elit terdidik, memilih untuk bekerja sama dengan pemerintahan militer Jepang, sementara yang lainnya, seperti Edward Brandah Saban, memilih bergabung dengan gerakan perlawanan di bawah pimpinan Australia.

 

Dayak Iban dalam Sejarah Modern Malaysia

Setelah Sarawak menjadi bagian dari Federasi Malaysia pada tahun 1963, banyak tokoh Dayak Iban yang mulai berperan aktif dalam pemerintahan dan militer Malaysia. Salah satu tokoh penting dari suku ini adalah Kanang anak Langkau, seorang prajurit yang menjadi pahlawan nasional Malaysia atas jasanya dalam beberapa konflik penting, termasuk Konfrontasi Indonesia-Malaysia (1962-1966) dan penumpasan pemberontakan Komunis (1968-1989).

Kisah hidup Kanang bahkan diabadikan dalam sebuah film biopik berjudul "Kanang anak Langkau: The Iban Warrior" yang dirilis pada tahun 2017. Film ini mengisahkan perjuangan dan pengorbanan Kanang dalam membela tanah airnya, menjadikannya salah satu figur penting dalam sejarah modern Malaysia.

 

Warisan Dayak Iban yang Hidup

Suku Dayak Iban memiliki sejarah yang panjang dan penuh dengan dinamika, mulai dari migrasi mereka dari Kalimantan Barat hingga peran penting mereka dalam sejarah Sarawak dan Malaysia modern. Meskipun tradisi Ngayau dan berburu kepala sudah lama dilarang, warisan budaya Dayak Iban tetap hidup melalui cerita-cerita mitologi, tarian, musik, serta rumah panjang mereka.

Film "Rajah" berhasil membawa penonton kembali ke masa ketika tradisi-tradisi ini masih dijalankan, sambil menggambarkan bagaimana pengaruh luar, terutama melalui tokoh James Brooke, mengubah wajah masyarakat Dayak Iban. Dengan populasi yang signifikan di Sarawak, Dayak Iban terus memainkan peran penting dalam identitas budaya dan sejarah wilayah tersebut. Warisan mereka, baik dalam bentuk seni maupun sejarah lisan, akan terus menjadi bagian penting dari narasi budaya Borneo dan Malaysia secara keseluruhan.

Next Post Previous Post