Protes Masyarakat Adat Kalimantan Timur: Penolakan Kebijakan Pemerintahan Jokowi dan Dampak Pemindahan IKN
Foto : Tempo Witness |
Pada Jumat, 11 Oktober 2024, ribuan masyarakat adat dari
berbagai suku di Kalimantan Timur berkumpul di depan gedung kantor Gubernur
Kalimantan Timur, yang terletak di Jalan Gajah Mada, Kecamatan Samarinda Hulu,
Kota Samarinda. Aksi tersebut dihadiri oleh komunitas adat dari Kabupaten
Penajam Paser Utara dan Kabupaten Paser, termasuk di antaranya masyarakat Adat
Suku Balik Sepaku. Mereka menyuarakan protes terhadap sejumlah kebijakan yang
diambil oleh pemerintah pusat selama sepuluh tahun pemerintahan Presiden Joko
Widodo atau yang akrab disapa Jokowi.
Pemindahan Ibu Kota: Sumber Konflik dan Kekhawatiran Masyarakat Adat
Salah satu isu yang menjadi sorotan utama dalam aksi ini
adalah pemindahan ibu kota negara dari Jakarta ke wilayah baru bernama Ibu Kota
Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur. Masyarakat adat setempat merasa bahwa
langkah pemerintah tersebut telah mengabaikan hak-hak mereka dan berdampak
negatif terhadap kehidupan sehari-hari mereka. Masyarakat Adat Suku Balik, yang
menempati kawasan Sepaku, menjadi salah satu kelompok yang merasakan dampak
langsung dari pembangunan besar-besaran di wilayah yang dijadikan lokasi IKN
tersebut.
Proses pemindahan ibu kota ini, yang pada awalnya dipandang sebagai upaya desentralisasi dan pemerataan pembangunan oleh pemerintah pusat, ternyata membawa berbagai dampak yang tidak sepenuhnya positif bagi masyarakat lokal. Bagi Suku Balik Sepaku, tanah adat yang telah diwariskan secara turun-temurun terancam kehilangan nilai sejarah dan sosialnya akibat perubahan fungsi lahan. Penggusuran lahan, pembangunan infrastruktur, dan aktivitas lainnya dalam rangka pembangunan IKN dirasakan mengesampingkan hak-hak masyarakat adat.
"Ini bukan hanya tentang pembangunan fisik, tapi juga tentang keberlangsungan hidup kami, identitas kami sebagai masyarakat adat," ungkap salah satu perwakilan Suku Balik yang hadir dalam aksi tersebut. Mereka menegaskan bahwa pembangunan IKN seharusnya dilakukan dengan memperhatikan hak-hak masyarakat adat yang sudah lama tinggal di sana, serta mempertimbangkan dampaknya terhadap lingkungan dan ekosistem setempat.
Tuntutan Pengesahan RUU Masyarakat Adat
Di tengah situasi yang semakin tertekan akibat proyek-proyek
pembangunan IKN, masyarakat adat menyerukan agar pemerintah dan Dewan
Perwakilan Rakyat (DPR) segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang (RUU)
Masyarakat Adat. RUU ini, yang telah lama diperjuangkan oleh berbagai komunitas
adat di Indonesia, dianggap sebagai payung hukum yang penting untuk melindungi
hak-hak masyarakat adat dari berbagai ancaman, termasuk pengambilalihan lahan
dan degradasi lingkungan.
Selama ini, masyarakat adat seringkali berada dalam posisi lemah ketika berhadapan dengan kekuatan ekonomi dan politik yang datang dari luar, terutama dalam konteks proyek pembangunan besar seperti IKN. Mereka merasa tidak memiliki cukup kekuatan hukum untuk mempertahankan wilayah adat mereka dan mengelola sumber daya alam yang menjadi bagian integral dari kehidupan mereka. RUU Masyarakat Adat diharapkan dapat menjadi alat yang efektif untuk mengakui eksistensi masyarakat adat sekaligus menjamin hak-hak mereka atas tanah, budaya, dan sumber daya alam.
"Sudah saatnya pemerintah tidak hanya memandang kami sebagai bagian dari sejarah masa lalu, tetapi juga sebagai bagian dari masa depan yang setara dalam pembangunan," kata seorang tokoh adat yang turut berbicara dalam aksi tersebut. Masyarakat adat merasa bahwa selama ini mereka hanya dilihat sebagai objek pembangunan, bukan sebagai subjek yang memiliki hak untuk menentukan nasib wilayah dan lingkungannya.
Menuntut Pengakuan dan Perlindungan
Selain mendesak pengesahan RUU Masyarakat Adat, masyarakat
Adat Suku Balik juga menuntut pengakuan formal atas keberadaan mereka sebagai
komunitas adat yang sah. Menurut mereka, pengakuan ini penting agar mereka
memiliki dasar hukum yang kuat dalam menghadapi berbagai tantangan yang datang
dari proses pembangunan IKN.
Pengakuan ini diharapkan tidak hanya bersifat simbolik, tetapi juga diikuti oleh kebijakan konkret dari pemerintah pusat dan daerah. Mereka meminta pemerintah untuk memberikan perlindungan terhadap wilayah pemukiman dan hutan yang menjadi bagian dari kehidupan masyarakat adat. Masyarakat adat Suku Balik menilai bahwa hutan bukan sekadar lahan hijau atau sumber kayu, tetapi juga tempat sakral yang menyimpan nilai-nilai budaya, spiritualitas, serta sumber kehidupan bagi generasi mendatang.
Dalam aksi tersebut, perwakilan masyarakat adat juga menyoroti bagaimana perubahan tata ruang yang dilakukan tanpa konsultasi dengan komunitas adat justru berpotensi memicu konflik sosial. Mereka mengingatkan pemerintah agar tidak hanya fokus pada aspek pembangunan ekonomi, tetapi juga memperhatikan dampak sosial-budaya yang bisa timbul akibat kebijakan-kebijakan tersebut.
"Kami tidak anti pembangunan, tetapi pembangunan harus dilakukan dengan adil dan inklusif. Kami ingin dilibatkan dalam prosesnya, bukan hanya sebagai penonton yang dipinggirkan," tegas salah satu orator dalam aksi itu.
Isu Lingkungan dan Kelestarian Hutan
Selain soal hak atas tanah dan pengakuan, isu lingkungan
juga menjadi perhatian utama dalam protes masyarakat adat Kalimantan Timur.
Mereka khawatir bahwa proyek-proyek pembangunan infrastruktur di IKN akan
berdampak buruk pada kelestarian hutan yang telah mereka jaga selama
bertahun-tahun. Masyarakat adat Suku Balik dan suku lainnya di Kalimantan Timur
memiliki hubungan yang erat dengan hutan, yang tidak hanya menjadi tempat
tinggal satwa liar, tetapi juga sumber obat-obatan tradisional dan tanaman pangan
lokal.
Aktivitas pembangunan, seperti pembukaan lahan dan pembangunan jalan, dinilai dapat merusak ekosistem hutan yang rapuh. Mereka menyampaikan kekhawatiran terhadap potensi bencana ekologis seperti banjir dan longsor yang mungkin terjadi akibat berkurangnya tutupan hutan di sekitar wilayah IKN. Dampak-dampak ini tidak hanya akan merugikan masyarakat adat, tetapi juga seluruh warga Kalimantan Timur yang menggantungkan hidup mereka pada keseimbangan alam.
"Jika hutan kami rusak, itu berarti kehidupan kami juga terancam. Kami tidak hanya kehilangan tempat tinggal, tetapi juga kehilangan bagian dari diri kami," kata seorang pemuda adat yang berorasi dengan penuh semangat di hadapan massa. Mereka berharap agar pemerintah pusat lebih berhati-hati dalam merancang dan melaksanakan pembangunan di wilayah yang kaya akan keanekaragaman hayati seperti Kalimantan Timur.
Dukungan Solidaritas dari Berbagai Pihak
Aksi protes ini mendapat perhatian dari berbagai pihak,
termasuk organisasi non-pemerintah yang fokus pada isu lingkungan dan hak asasi
manusia. Banyak yang memberikan dukungan moral dan menyatakan solidaritas
terhadap perjuangan masyarakat adat Kalimantan Timur dalam menghadapi tekanan
dari kebijakan pemerintah. Beberapa aktivis bahkan turut hadir dalam aksi ini
sebagai bentuk solidaritas terhadap masyarakat adat yang memperjuangkan hak
mereka.
Di media sosial, berbagai unggahan mengenai aksi ini menjadi viral, menunjukkan dukungan dari berbagai lapisan masyarakat yang peduli pada nasib komunitas adat. Tagar seperti #SaveMasyarakatAdat dan #AdilUntukSemua menjadi trending dan mencuri perhatian publik. Hal ini menunjukkan bahwa perjuangan masyarakat adat Kalimantan Timur tidak hanya menjadi perhatian lokal, tetapi juga telah mendapat dukungan dari berbagai pihak di tingkat nasional.
Harapan Masyarakat Adat ke Depan
Masyarakat Adat Suku Balik dan suku-suku lainnya berharap
agar suara mereka didengar oleh pemerintah pusat. Mereka ingin proses
pembangunan IKN dilakukan dengan mengedepankan prinsip keadilan, keberlanjutan,
dan penghormatan terhadap hak-hak adat. Mereka juga berharap agar pemerintah
melihat perjuangan mereka bukan sebagai hambatan bagi pembangunan, tetapi
sebagai bagian dari upaya untuk menciptakan pembangunan yang lebih inklusif dan
berkelanjutan.
"Kami ingin dilibatkan dalam pembicaraan tentang masa depan tanah kami. Kami ingin pemerintah mendengar kami, bukan hanya mendikte kami," ungkap salah satu pemimpin adat dalam wawancara singkat dengan media. Masyarakat adat menyadari bahwa mereka tidak bisa sendirian dalam perjuangan ini, namun mereka juga percaya bahwa perubahan bisa terjadi jika suara mereka terus diperjuangkan.
Dengan aksi ini, mereka ingin mengingatkan bahwa pembangunan yang berkelanjutan harus melibatkan semua pihak, termasuk komunitas adat yang telah lama menjadi penjaga alam dan kebudayaan lokal. Di tengah berbagai tantangan yang dihadapi, masyarakat adat Kalimantan Timur tetap teguh memperjuangkan hak-hak mereka, berharap agar masa depan yang lebih adil dan sejahtera dapat diwujudkan bagi seluruh masyarakat di wilayah tersebut.
Aksi protes ini menjadi pengingat bagi kita semua bahwa pembangunan tidak hanya soal infrastruktur dan investasi, tetapi juga tentang bagaimana menghormati keberagaman budaya dan menjaga harmoni antara manusia dan alam. Keberhasilan pembangunan IKN nantinya akan sangat bergantung pada sejauh mana pemerintah bisa merangkul masyarakat adat dan menjadikan mereka sebagai mitra sejajar dalam perjalanan menuju masa depan yang lebih baik bagi Indonesia.