Pengembangan Model Ekowisata Hidrologi di Ibu Kota Nusantara: Inovasi Berbasis Alam dari Akademisi UNY

 

Foto : RRI Yogyakarta

Dalam upaya mengembangkan ekowisata yang berkelanjutan di Ibu Kota Nusantara (IKN), tiga akademisi dari Universitas Negeri Yogyakarta (UNY) yaitu Prof. Suwardi Endraswara, M.Hum., Dr. Mulyana, dan Dr. Afendy Widayat telah menciptakan sebuah gagasan inovatif melalui riset mendalam tentang ekowisata hidrologi. Ketiganya bekerja sama dalam melakukan penelitian ini, yang didukung oleh Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset, dan Teknologi serta Direktorat Riset dan Pengabdian Masyarakat (DRPM) UNY.

 

Potensi Alam IKN: Aset Besar untuk Ekowisata

Dalam salah satu diskusi publik di Pro4 Yogyakarta, Prof. Suwardi menyampaikan pandangannya mengenai potensi besar yang dimiliki IKN dalam pengembangan ekowisata. Menurutnya, IKN memiliki kekayaan alam yang masih asli dan murni dengan hutan-hutan yang membentang luas. "Potensi alam ini adalah magnet yang dapat menarik perhatian banyak orang untuk datang ke IKN," ungkapnya. Ia juga menambahkan bahwa timnya telah mengidentifikasi potensi tersebut sebagai peluang besar untuk mengembangkan konsep ekowisata yang unik dan berkelanjutan.

 

Inspirasi dari Yogyakarta: Konsep Wisata Segitiga

Dalam riset yang dilakukan, tim UNY merumuskan ide untuk menciptakan sinergi antara konsep ekowisata di Yogyakarta dan IKN. Menurut Prof. Suwardi, elemen air seperti embung (danau kecil) buatan maupun alami yang ada di Yogyakarta bisa menjadi inspirasi pengembangan fasilitas serupa di IKN. "Kami ingin menghadirkan konsep green village di IKN, menggabungkan keindahan alam dengan kesadaran lingkungan," katanya.

Prof. Suwardi memberikan contoh konkret tentang potensi di Kelurahan Wonosari, IKN, yang memiliki Gua Tapak Raja. Lokasi ini dinilai memiliki peluang besar untuk dikembangkan menjadi green village dengan konsep ekowisata. Ia menyebutkan bahwa konsep "Segitiga Wisata" yang sukses di Yogyakarta - yang menghubungkan Kraton, Candi Prambanan, dan Candi Borobudur - dapat direplikasi di IKN dengan destinasi wisata seperti Otorita IKN, Gua Tapak Raja, dan Danau Kilotiga. "Jika konsep ini berhasil, pengunjung bisa menikmati wisata alam yang terintegrasi di IKN dengan mengunjungi berbagai titik menarik seperti bukit parung, danau, serta gua," jelasnya.

 

Potensi Etnobotani: Kekayaan Budaya yang Belum Dimanfaatkan

Selain hidrologi, tim juga melihat potensi besar pada aspek etnobotani di IKN. Dr. Mulyana menyoroti bahwa banyak elemen etnobotani yang belum digarap secara maksimal, padahal berpotensi menjadi ikon wisata yang khas. "Kami menemukan bahwa beberapa tempat di IKN masih kurang memanfaatkan kekayaan flora lokalnya," katanya. Ia menyebut bahwa dalam riset mereka, tanaman endemik seperti pohon ulin dan bajakah berpotensi untuk dipetakan dan dikembangkan lebih lanjut.

Pohon ulin, misalnya, merupakan spesies kayu keras yang khas di Kalimantan dan memiliki nilai ekonomi tinggi. Sementara itu, bajakah dikenal sebagai tanaman obat yang populer karena khasiat penyembuhannya. Dr. Mulyana menekankan bahwa kekayaan etnobotani ini harus dikelola dengan baik agar tidak hilang atau terabaikan, dan justru bisa menjadi daya tarik tambahan bagi pengembangan ekowisata di IKN.

 

Membangun dari Awal: Peluang Emas untuk Pengembangan Fasilitas

Menurut Dr. Afendy, status IKN sebagai wilayah yang sedang berkembang memberikan peluang unik untuk merancang infrastruktur ekowisata dari nol. "Banyak fasilitas yang sudah tersedia di IKN, namun perlu ditata dan dikembangkan lebih profesional," ujarnya. Ia menekankan bahwa pengembangan ekowisata harus dilakukan dengan perencanaan yang matang dan berkelanjutan, agar fasilitas yang dibangun dapat mendukung konsep green village yang diusung.

Dengan menggabungkan pembangunan infrastruktur yang efisien, serta penambahan fasilitas baru yang mendukung konsep wisata berbasis alam, Dr. Afendy berharap IKN dapat menjadi destinasi yang tidak hanya menarik wisatawan, tetapi juga bermanfaat bagi kesejahteraan masyarakat lokal. Ia menambahkan bahwa dalam proses pengembangan ini, diperlukan kolaborasi yang erat antara berbagai pihak, termasuk pemerintah, akademisi, dan komunitas lokal.

 

Kolaborasi Antar Bidang: Kunci Sukses Green Village

Ketiga akademisi tersebut sepakat bahwa untuk mewujudkan visi ekowisata di IKN, diperlukan sinergi dan kolaborasi antar berbagai disiplin ilmu serta instansi. Mereka percaya bahwa konsep green village tidak hanya tentang membangun tempat wisata, tetapi juga mengintegrasikan berbagai aspek seperti lingkungan, budaya, pendidikan, dan ekonomi lokal.

"Ekowisata harus dapat menghasilkan dampak positif bagi masyarakat sekitar, tidak hanya dari segi ekonomi tetapi juga pendidikan dan pelestarian budaya," kata Prof. Suwardi. Oleh karena itu, tim UNY berencana untuk melibatkan berbagai pihak dalam riset lanjutan mereka, agar dapat menciptakan model ekowisata yang benar-benar sesuai dengan kebutuhan dan potensi lokal di IKN.

 

Menuju Masa Depan Ekowisata yang Berkelanjutan di IKN

Riset dan rencana yang dikembangkan oleh para akademisi UNY ini membuka peluang besar bagi IKN untuk menjadi salah satu pusat ekowisata terkemuka di Indonesia. Dengan memanfaatkan kekayaan alam yang masih asli, serta mengintegrasikan unsur budaya dan teknologi hijau, konsep green village ini diharapkan bisa menjadi contoh ekowisata yang berkelanjutan dan berhasil.

Sebagai langkah awal, tim UNY akan terus melanjutkan penelitian dan pengembangan, serta berupaya menjalin kerja sama dengan berbagai pihak yang relevan. Mereka percaya bahwa dengan kolaborasi yang solid, visi untuk menciptakan IKN sebagai destinasi ekowisata berbasis hidrologi dan etnobotani dapat terwujud dalam waktu dekat.

Melalui sinergi alam, budaya, dan inovasi teknologi, pengembangan ekowisata di IKN bukan hanya tentang menciptakan tempat wisata baru, tetapi juga membangun masa depan yang lebih hijau dan berkelanjutan untuk generasi mendatang.

Next Post Previous Post