Kritik terhadap Perencanaan Pembangunan IKN: Tantangan dan Kekhawatiran
Foto : Instagram(@nyoman_nuarta) |
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Penajam Paser Utara,
Kalimantan Timur, telah menarik perhatian berbagai pihak. Proyek megah yang
melibatkan investor asing ini mulai menunjukkan progres signifikan, namun para
pengamat mempertanyakan apakah pembangunan tersebut dilakukan dengan
perencanaan matang atau justru berpotensi melahirkan masalah baru. Salah satu
pengamat tata kota, Nirwono Yoga, menyoroti beberapa hal krusial terkait
pembangunan IKN yang dinilai kurang terstruktur dan dapat membawa dampak negatif
jika tidak segera dibenahi.
Nirwono mengapresiasi upaya pemerintah dalam menarik minat investor asing untuk menanamkan modal di IKN. Baginya, langkah ini penting untuk mempercepat pembangunan kota baru tersebut. Namun, ia menekankan bahwa pembangunan sebuah kota tidak bisa hanya fokus pada aspek finansial atau infrastruktur megah. “Sebuah kota harus dibangun dengan perencanaan yang jelas dan melalui tahapan-tahapan yang terencana dengan baik,” tegas Nirwono.
Fasilitas Publik dan Pertanyaan Besar
Salah satu kritik utama Nirwono adalah tentang pembangunan
fasilitas umum seperti rumah sakit, sekolah, dan pusat perbelanjaan di tahap
awal pembangunan IKN. Ia mempertanyakan siapa yang akan menggunakan
fasilitas-fasilitas tersebut, mengingat populasi di sekitar IKN belum tentu
memadai untuk memanfaatkan layanan tersebut secara optimal. “Kenapa fasilitas A
dibangun lebih dulu? Untuk siapa fasilitas ini? Apakah sudah ada strategi yang
matang untuk menjamin pemanfaatan fasilitas tersebut?” ungkapnya.
Ia mengambil contoh kasus pembangunan beberapa rumah sakit, seperti RS Abdi Waluyo dan RS Hermina, yang lokasinya sangat berdekatan di kawasan inti pusat pemerintahan (KIPP). Menurut Nirwono, keberadaan empat rumah sakit yang dibangun dalam jarak dekat ini memunculkan pertanyaan besar. “Siapa yang akan menggunakan semua rumah sakit ini? Apakah tidak ada perencanaan yang lebih mendalam sebelum melakukan groundbreaking?” tambahnya.
Ketidaksesuaian Pasar dan Kebutuhan Lokal
Nirwono juga menyoroti pembangunan apartemen yang dilakukan
oleh investor asing. Ia mempertanyakan, untuk siapa apartemen-apartemen
tersebut dibangun? Penduduk lokal di sekitar IKN, yang mayoritas bekerja
sebagai pedagang kelontong atau petani kelapa sawit, bukanlah target pasar yang
tepat untuk hunian-hunian eksklusif semacam itu. Sedangkan aparatur sipil
negara (ASN) yang nantinya dipindahkan ke IKN, menurut Nirwono, hampir
dipastikan akan tinggal di rumah susun yang disediakan oleh pemerintah.
“Jangan sampai investor hanya fokus pada keuntungan tanpa mempertimbangkan keberlanjutan dan kebutuhan masyarakat sekitar,” katanya. Ia mengingatkan bahwa pembangunan di IKN seharusnya melibatkan perencanaan yang lebih strategis dan terarah agar masyarakat lokal juga bisa merasakan manfaat dari pembangunan tersebut.
Masif tapi Tak Terkendali
Dalam pengamatannya, Nirwono mencatat bahwa pembangunan di
IKN berlangsung sangat masif namun tidak terkontrol dengan baik. Ia khawatir,
jika tidak segera ditata, perkembangan tersebut bisa berdampak buruk pada tata
ruang dan kualitas hidup masyarakat. “Selama dua tahun terakhir, saya melihat
pertumbuhan yang sangat pesat, tetapi tidak ada integrasi yang jelas. Misalnya,
kawasan sekitar KIPP justru terdampak oleh debu dan pembangunan tanpa panduan
yang jelas. Pemilik tanah membangun sesuka hati tanpa mengikuti standar yang
seharusnya,” jelas Nirwono.
Ia menekankan bahwa pemerintah harus segera turun tangan untuk menata kawasan ini sebelum situasi menjadi semakin tidak terkendali. “Kalau fokus hanya di KIPP dan tidak ada perhatian terhadap kawasan sekitarnya, nanti ketika IKN sudah selesai dibangun, kawasan sekitar justru sudah penuh dengan bangunan yang tidak teratur. Ini akan semakin sulit dikendalikan,” tegasnya.
Isu Investasi yang Belum Optimal
Dari sudut pandang ekonomi, ekonom dari Institute for
Development of Economics and Finance (Indef), Nailul Huda, juga mengutarakan
kekhawatirannya terkait investasi di IKN. Menurutnya, anggaran yang dibutuhkan
untuk membangun IKN mencapai sekitar Rp450 triliun, di mana hanya sekitar Rp90
triliun yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Selebihnya, diharapkan berasal dari sektor swasta, baik lokal maupun asing.
Namun, hingga kini, realisasi investasi asing masih jauh dari harapan. Nailul mencatat bahwa nilai investasi asing yang telah masuk melalui groundbreaking hanya sekitar Rp1,5 triliun, sangat kecil dibandingkan dengan kebutuhan yang mencapai puluhan triliun. “Kita membutuhkan investasi asing hingga 40 persen dari total anggaran, tetapi kenyataannya jumlah yang masuk masih sangat minim,” ungkap Nailul.
Faktor Wait and See Investor
Meskipun beberapa sektor investasi asing yang telah masuk
dianggap penting untuk jangka panjang, Nailul meragukan bahwa kehadiran
investor tersebut akan memicu gelombang investasi yang lebih besar di masa
mendatang. Salah satu alasan utama adalah ketidakpastian politik terkait
peralihan kekuasaan. “Investor asing cenderung bersikap wait and see, menunggu
kepastian politik sebelum menanamkan modal dalam jumlah besar,” ujarnya.
Meskipun Presiden Joko Widodo telah mengklaim bahwa banyak investor asing yang siap mengantri untuk masuk ke IKN, kenyataannya belum sesuai ekspektasi. Nailul menyebut, dari delapan kali groundbreaking, baru tiga investor asing yang berkomitmen, dan itupun masih jauh dari target yang diharapkan.
Optimisme Pemerintah
Di sisi lain, Presiden Joko Widodo tetap optimis dengan
perkembangan investasi asing di IKN. Dalam sambutannya saat groundbreaking ke-8
pada akhir September lalu, Jokowi menyebut bahwa makin banyaknya investasi
asing yang masuk menunjukkan adanya kepercayaan global terhadap potensi IKN.
“Mulai berdatangan investasi-investasi dari mancanegara yang memberikan
kepercayaan dan rasa percaya diri bahwa Nusantara adalah lokasi yang sangat
menarik bagi investasi,” ujar Jokowi.
Investor asing pertama yang melakukan groundbreaking adalah Delonix Group dari China, yang berencana membangun Delonix Nusantara dengan investasi senilai Rp500 miliar. Proyek ini akan mencakup properti mixed-use yang terdiri dari hotel, apartemen, pusat perbelanjaan, dan fasilitas olahraga di atas lahan seluas 24 ribu meter persegi. Selain itu, Campus Australian Independent School (AIS) Nusantara juga melakukan groundbreaking dengan nilai investasi Rp150 miliar, menunjukkan keseriusan pemerintah dalam menyediakan fasilitas pendidikan berkelas internasional di IKN.
Sementara itu, investor dari Rusia turut berpartisipasi dengan membangun Magnum Resort Nusantara, sebuah hunian mewah dengan nilai investasi Rp300 miliar. Jokowi optimis bahwa proyek ini akan membantu memperkuat ekosistem properti di IKN dan memberikan lebih banyak pilihan hunian bagi masyarakat.
Meskipun pemerintah optimis, tantangan besar masih
menghadang pembangunan IKN. Infrastruktur dan investasi harus berjalan
beriringan agar IKN bisa tumbuh sebagai kota internasional yang modern. Jokowi
berharap, dengan rampungnya pembangunan jalan tol dan Bandara Nusantara pada
akhir tahun mendatang, akses ke IKN akan semakin mudah dan menarik lebih banyak
investor.
Namun, tanpa perencanaan yang matang dan koordinasi yang lebih baik, ada risiko besar bahwa IKN hanya akan menjadi “menara gading” di mana kawasan inti berkembang pesat sementara daerah sekitarnya tertinggal. Pembangunan IKN harus melibatkan masyarakat lokal dan memperhatikan kebutuhan mereka agar kota ini bisa berkembang secara inklusif dan berkelanjutan. Nirwono dan para pengamat lainnya terus menyoroti pentingnya perbaikan dalam perencanaan dan implementasi pembangunan di IKN agar kota ini benar-benar bisa menjadi pusat pemerintahan dan kehidupan yang ideal bagi seluruh lapisan masyarakat.