Konflik Agraria di Ibu Kota Nusantara: Komnas HAM Soroti Penetapan Tersangka di Penajam Paser Utara
Foto : Dok Istimewa |
Konflik agraria di kawasan yang akan menjadi Ibu Kota Nusantara (IKN) terus menjadi sorotan publik. Terbaru, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mencatat adanya sejumlah masyarakat Kabupaten Penajam Paser Utara yang ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus-kasus sengketa lahan. Kondisi ini menjadi perhatian serius bagi Koordinator Sub Komisi Penegakan HAM, Uli Parulian Sihombang, yang menyatakan keprihatinannya saat menemui perwakilan masyarakat yang terlibat.
Sembilan Petani dari Desa Seleloang Ditahan
Uli mengungkapkan bahwa terdapat sembilan petani dari Desa
Seleloang yang kini berstatus sebagai tersangka. Mereka dijerat hukum karena
diduga melakukan tindakan kekerasan terhadap petugas keamanan yang sedang
bertugas dalam kegiatan pembebasan lahan proyek untuk pembangunan Bandara VVIP
IKN. Para petani ini telah menerima penangguhan penahanan, namun penetapan
mereka sebagai tersangka tetap menimbulkan keresahan di kalangan masyarakat
setempat. Para petani tersebut, melalui perwakilan mereka, telah melaporkan
kasus ini ke Komnas HAM, berharap adanya penyelesaian yang adil.
"Jumlah tersebut berasal dari dua laporan yang kami terima," kata Uli ketika dihubungi oleh media, Jumat, 18 Oktober 2024. Ia mengaku terkejut melihat banyaknya masyarakat yang terlibat sebagai tersangka dalam konflik agraria di wilayah IKN.
Empat Warga Temelow Dituduh Menyerobot Lahan HGB
Selain sembilan petani dari Desa Seleloang, terdapat empat
warga dari Desa Tamelow yang juga mengalami nasib serupa. Mereka ditetapkan
sebagai tersangka oleh Polda Kalimantan Timur pada 14 Oktober 2024 atas tuduhan
penyerobotan lahan Hak Guna Bangunan (HGB) yang dimiliki oleh PT International
Timber Corporation Indonesia (ITCI) Kartika Utama.
Kejadian ini menimbulkan tanda tanya besar, terutama karena warga Desa Tamelow mengklaim bahwa mereka sudah tinggal di daerah tersebut sejak 1979, jauh sebelum kehadiran PT ITCI. Konflik mengenai status kepemilikan lahan ini mencuat ketika lahan tersebut masuk dalam area pengembangan IKN, sehingga kepentingan pemerintah dan korporasi semakin mendesak. Para warga yang merasa tidak pernah mengakui lahan itu sebagai milik PT ITCI berharap ada keadilan yang diperoleh melalui peran Komnas HAM.
Komnas HAM Akan Mendorong Penyelesaian Melalui TORA
Uli Parulian Sihombang menyatakan, melihat banyaknya
masyarakat yang terlibat dalam konflik agraria di wilayah IKN, Komnas HAM akan
mendorong pendekatan penyelesaian melalui mekanisme tanah objek reforma agraria
(TORA). Menurut Uli, salah satu solusi terbaik adalah menyelesaikan konflik ini
melalui redistribusi atau legalisasi tanah yang sudah lama dikuasai dan
dimanfaatkan oleh masyarakat.
TORA merupakan pendekatan yang diharapkan dapat memberikan kepastian hukum kepada masyarakat yang selama ini tinggal dan bercocok tanam di tanah tersebut. Uli mengatakan bahwa pemerintah daerah, khususnya Pemkab Penajam Paser Utara, telah memberikan persetujuan untuk melanjutkan proses penetapan subyek dan obyek TORA bagi kasus sembilan petani dari Desa Seleloang. "Pemkab Penajam Paser Utara sudah setuju," ujar Uli.
Langkah Komnas HAM untuk Warga Desa Tamelow
Untuk kasus empat warga Desa Tamelow, yang ditetapkan
sebagai tersangka atas dugaan penyerobotan lahan, Komnas HAM tidak tinggal
diam. Mereka akan segera mengirimkan surat resmi ke Polda Kalimantan Timur
untuk meminta penjelasan lebih lanjut mengenai dasar penetapan tersangka
tersebut. Uli menegaskan, pendekatan yang sama seperti yang dilakukan pada
kasus sembilan petani Seleloang akan diupayakan, di mana dialog dan klarifikasi
melalui mekanisme TORA menjadi pilihan utama dalam menyelesaikan konflik.
"Pendekatan yang sama akan kami lakukan, yaitu mengupayakan penyelesaian melalui redistribusi tanah dan legalisasi bagi masyarakat yang telah mengelola lahan selama bertahun-tahun," tambah Uli. Dengan langkah ini, Komnas HAM berharap bisa mencegah konflik serupa terulang di masa mendatang, terutama di tengah percepatan pembangunan Ibu Kota Nusantara yang melibatkan banyak perubahan lahan.
Konteks Besar Pembangunan IKN dan Sengketa Lahan
Proyek pembangunan Ibu Kota Nusantara di Kabupaten Penajam
Paser Utara memang membawa dampak signifikan bagi masyarakat di sekitar kawasan
tersebut. Pemerintah pusat, melalui berbagai kementerian terkait, sedang
menggalakkan percepatan pembangunan infrastruktur seperti Bandara VVIP, jalan
tol, dan berbagai fasilitas lainnya yang dibutuhkan untuk mendukung aktivitas
ibu kota baru. Namun, proyek besar ini juga membuka berbagai potensi konflik,
terutama terkait dengan pembebasan lahan yang menjadi basis pembangunan.
Masyarakat yang sejak lama mendiami wilayah tersebut merasa bahwa hak-hak mereka atas tanah tidak diakui secara adil. Hal ini menimbulkan berbagai reaksi, mulai dari protes, gugatan hukum, hingga aksi yang melibatkan benturan dengan pihak keamanan dan aparat pemerintah. Dalam situasi ini, Komnas HAM berperan penting sebagai lembaga yang mencoba menjembatani kepentingan masyarakat lokal dengan kebijakan pemerintah yang seringkali dianggap terlalu menekan.
Mekanisme TORA Sebagai Solusi Damai
Melalui pendekatan TORA, diharapkan ada solusi yang tidak
hanya menitikberatkan pada kepentingan pembangunan, tetapi juga memberikan
hak-hak yang pantas kepada masyarakat yang telah lama mengelola lahan tersebut.
TORA sendiri adalah kebijakan untuk meredistribusi atau mengesahkan status
kepemilikan tanah yang selama ini dikuasai atau dimanfaatkan oleh masyarakat.
Dengan mekanisme ini, masyarakat dapat memperoleh kepastian hukum atas tanah
yang mereka tempati, yang pada gilirannya diharapkan mampu mencegah konflik
serupa di masa depan.
Namun, upaya ini tentu tidak tanpa tantangan. Proses identifikasi dan verifikasi subyek serta obyek TORA membutuhkan waktu dan koordinasi yang baik antara berbagai pihak terkait, termasuk pemerintah daerah, badan pertanahan, perusahaan, dan masyarakat itu sendiri. Pendekatan dialogis dan transparan menjadi kunci keberhasilan dalam menyelesaikan sengketa lahan yang muncul di tengah-tengah proyek besar seperti pembangunan Ibu Kota Nusantara.
Peran Komnas HAM dalam Menjaga Hak Masyarakat
Peran Komnas HAM dalam menangani kasus ini adalah memastikan
bahwa hak-hak masyarakat diakui dan dilindungi, meskipun di tengah kepentingan
pembangunan nasional yang sangat besar. Sebagai lembaga yang memiliki mandat
untuk melindungi hak asasi manusia, Komnas HAM berupaya agar konflik agraria di
IKN ini dapat diselesaikan tanpa mengesampingkan hak-hak masyarakat lokal yang
telah lama hidup dan bekerja di wilayah tersebut.
Bagi sembilan petani Seleloang yang kini tengah menjalani proses penangguhan penahanan, dukungan Komnas HAM memberi harapan bahwa kasus mereka bisa diselesaikan dengan cara yang lebih adil dan manusiawi. Begitu pula bagi empat warga Tamelow yang berharap kejelasan status hukum mereka tidak hanya menjadi alat untuk melanjutkan proyek pembangunan, tetapi juga menghormati hak masyarakat yang sudah ada sebelumnya.
Pembangunan Ibu Kota Nusantara memang menjadi impian besar bagi bangsa ini. Namun, di balik impian tersebut, terdapat realitas yang harus dihadapi, yaitu pengakuan terhadap hak-hak masyarakat yang sudah lama mendiami tanah tersebut. Konflik agraria di Kabupaten Penajam Paser Utara ini menjadi contoh konkret bagaimana pembangunan harus berjalan seiring dengan keadilan sosial dan penghormatan terhadap hak asasi manusia.
Komnas HAM, dengan segala upayanya, mencoba menjadi penengah yang mengupayakan penyelesaian konflik melalui pendekatan damai dan berkeadilan. Pendekatan TORA yang mereka dorong diharapkan bisa menjadi solusi nyata dalam meredakan ketegangan antara masyarakat dan pemerintah maupun korporasi. Dengan tetap mengedepankan dialog, koordinasi, dan transparansi, harapan untuk menyelesaikan konflik agraria di kawasan IKN ini bisa tercapai, sehingga pembangunan Ibu Kota Nusantara dapat berjalan tanpa meninggalkan luka di hati masyarakat lokal.