Pembebasan Lahan IKN: Uang Ganti Rugi Tanpa Relokasi bagi Warga Terdampak
Foto : Sekretariat Negara |
Pembangunan Ibu Kota Nusantara (IKN) kembali menjadi
sorotan, terutama terkait dengan dampak sosial bagi masyarakat yang lahannya
terkena proyek pembangunan. Dalam perubahan terbaru, pemerintah memutuskan
untuk tidak lagi menggunakan pendekatan Penanganan Dampak Sosial Kemasyarakatan
(PDSK) plus dalam proses pembebasan lahan. Keputusan ini ditegaskan oleh
Penjabat (Pj) Gubernur Kalimantan Timur, Akmal Malik, yang menjelaskan bahwa
skema pembebasan lahan kini akan dilakukan secara murni dengan pemberian uang
ganti rugi tanpa adanya opsi relokasi rumah bagi warga yang terdampak.
Skema Pembebasan Lahan yang Diterapkan
Perubahan pendekatan ini terjadi setelah terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 Tahun 2024 tentang Percepatan Pembangunan IKN pada 12 Juli 2024. Sebelumnya, pemerintah menyatakan akan menggunakan pendekatan PDSK Plus, yang tidak hanya mengatur pembayaran atas lahan dan tanaman milik warga, tetapi juga menawarkan relokasi tempat tinggal bagi mereka yang terdampak. Namun, dengan Perpres baru ini, pendekatan PDSK plus telah dihapuskan dan proses pembebasan lahan kini sepenuhnya ditangani oleh Otorita IKN.
Akmal Malik menyatakan bahwa perubahan ini disebabkan oleh status lahan di wilayah IKN yang sudah menjadi Aset Dalam Penguasaan (ADP) oleh Otorita IKN. Dengan demikian, pemerintah, melalui Otorita IKN, hanya akan membayar kompensasi untuk tanaman dan tanah yang dimiliki warga. Dalam penjelasannya, Akmal Malik menegaskan bahwa pendekatan PDSK plus hanya diterapkan jika lahan tersebut belum menjadi milik OIKN. Namun, karena seluruh lahan di wilayah IKN sekarang sudah menjadi ADP, pendekatan tersebut tidak lagi digunakan. Pembebasan lahan murni ini akan dilakukan oleh Otorita IKN sendiri.
Data Warga yang Berhak Menerima Kompensasi
Lebih lanjut, Akmal Malik mengungkapkan bahwa data warga yang akan menerima uang ganti rugi sudah sepenuhnya diserahkan kepada Otorita IKN. Berdasarkan data dari Pemerintah Provinsi Kalimantan Timur, warga yang akan menerima kompensasi tersebut terutama berasal dari Kelurahan Pemaluan dan Kelurahan Sepaku di Kecamatan Sepaku, Kabupaten Penajam Paser Utara (PPU).
Menurutnya, dengan berakhirnya pendekatan PDSK plus, seluruh proses terkait pembebasan lahan kini menjadi tanggung jawab Otorita IKN. Data yang telah dikumpulkan oleh pemerintah daerah juga telah diserahkan kepada Otorita IKN untuk ditindaklanjuti. Hal ini dilakukan untuk memastikan bahwa proses pembebasan lahan berjalan sesuai dengan aturan yang berlaku dan memberikan keadilan bagi semua pihak yang terlibat.
Rincian Pengaturan dalam Perpres Nomor 75 Tahun 2024
Perpres Nomor 75 Tahun 2024 memuat sejumlah ketentuan yang mengatur tentang penguasaan tanah ADP oleh masyarakat dalam rangka percepatan pembangunan IKN. Pada Pasal 8 ayat (1), dijelaskan bahwa pemerintah bertanggung jawab menangani masalah penguasaan tanah ADP oleh masyarakat yang terjadi dalam proses pembangunan IKN.
Ayat (2) menjelaskan bahwa penguasaan tanah ADP oleh masyarakat mencakup penguasaan dan pemanfaatan tanah yang berasal dari pelepasan kawasan hutan secara fisik, yang dilakukan dalam jangka waktu paling singkat 10 tahun secara terus menerus. Penguasaan dan pemanfaatan tanah ini harus dilakukan dengan itikad baik, yang dibuktikan dengan adanya riwayat penguasaan dan pemanfaatannya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan mengenai pertanahan.
Pada Pasal 8 ayat (5), disebutkan bahwa penanganan masalah penguasaan tanah ADP oleh masyarakat dilakukan per bidang tanah, sesuai dengan hasil inventarisasi dan identifikasi. Besaran kompensasi yang diberikan dihitung berdasarkan penilaian oleh Penilai Publik, dengan mempertimbangkan berbagai komponen seperti tanah, ruang atas tanah, ruang bawah tanah, bangunan, tanaman, benda yang berkaitan dengan tanah, dan/atau komponen lain yang dapat dinilai. Ayat (6) menyatakan bahwa besaran penggantian dapat diberikan dalam bentuk uang, tanah pengganti, permukiman kembali, dan/atau bentuk lain yang disepakati oleh kedua belah pihak.
Selanjutnya, ayat (7) mengatur bahwa dalam hal kompensasi diberikan dalam bentuk tanah pengganti atau permukiman kembali, Otorita IKN harus menyediakan tanah melalui proses pengalokasian sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Jika tidak ada kesepakatan mengenai besaran kompensasi, maka dapat dilakukan konsinyasi, sebagaimana diatur dalam ayat (8).
Anggaran untuk Pembayaran Ganti Rugi
Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) yang juga menjabat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Otorita IKN, Mochamad Basuki Hadimuljono, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menyiapkan anggaran sebesar Rp 140 miliar untuk pembayaran ganti rugi lahan warga yang terdampak pembangunan IKN. Dana ini dialokasikan untuk membayar kompensasi kepada warga yang lahannya akan digunakan untuk beberapa proyek besar di IKN, termasuk proyek Tol IKN di Seksi 6A dan 6B, proyek pengendali banjir di Sepaku, serta pembangunan Masjid IKN.
Dengan alokasi anggaran yang signifikan ini, pemerintah berkomitmen untuk memastikan bahwa hak-hak warga yang lahannya terkena dampak pembangunan IKN tetap terjaga. Namun, keputusan untuk tidak lagi menawarkan relokasi rumah dan hanya memberikan kompensasi dalam bentuk uang dapat memicu berbagai reaksi dari masyarakat yang terdampak. Bagi sebagian warga, uang ganti rugi mungkin tidak cukup untuk menggantikan kehilangan tempat tinggal dan komunitas yang telah mereka tempati selama bertahun-tahun.
Tantangan ke Depan
Perubahan kebijakan ini menunjukkan upaya pemerintah untuk mempercepat proses pembangunan IKN dengan mengurangi kompleksitas yang biasanya terkait dengan relokasi masyarakat. Namun, tantangan utama yang dihadapi adalah bagaimana memastikan bahwa kompensasi yang diberikan benar-benar adil dan cukup untuk mendukung kehidupan baru bagi warga yang terdampak. Apakah uang ganti rugi saja cukup untuk menggantikan kehilangan tempat tinggal dan rasa komunitas yang hilang?
Dalam hal ini, transparansi dan keterbukaan dalam proses penilaian kompensasi menjadi sangat penting. Pemerintah perlu memastikan bahwa masyarakat memiliki akses penuh terhadap informasi mengenai bagaimana besaran ganti rugi dihitung dan bagaimana mereka bisa mengajukan keberatan jika merasa dirugikan. Selain itu, pemerintah juga harus memastikan bahwa ada mekanisme yang efektif untuk menyelesaikan sengketa jika terjadi ketidaksepakatan antara masyarakat dan Otorita IKN.
Secara keseluruhan, keputusan untuk tidak lagi menggunakan pendekatan PDSK plus merupakan langkah besar dalam proses pembangunan IKN. Meskipun di satu sisi hal ini dapat mempercepat proses pembangunan, di sisi lain, pemerintah harus tetap mengutamakan kesejahteraan masyarakat yang terdampak. Proses pembebasan lahan harus dilakukan dengan penuh kehati-hatian dan memperhatikan hak-hak warga yang telah lama mendiami lahan tersebut.
Sebagai penutup, peran Otorita IKN dalam menangani pembebasan lahan ini sangat krusial. Dengan tanggung jawab yang besar, Otorita IKN diharapkan dapat menjalankan tugasnya dengan profesionalisme dan integritas tinggi, memastikan bahwa proses pembebasan lahan berjalan lancar tanpa mengorbankan hak-hak warga yang terdampak. Hanya dengan demikian, pembangunan IKN dapat berjalan dengan baik dan memperoleh dukungan dari seluruh lapisan masyarakat.