Krisis Polusi Udara: Kalimantan Barat Catat Rekor Terburuk di Indonesia

 

Foto : Antara

Pada pagi hari Rabu, 18 September 2024, Kalimantan Barat mencatatkan kualitas udara terburuk di Indonesia. Berdasarkan data yang diakses melalui Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), pada pukul 08.00 WIB tercatat bahwa indeks kualitas udara di wilayah ini mencapai 113. Angka ini menempatkan Kalimantan Barat di posisi paling bawah dalam hal kualitas udara dibandingkan provinsi lain di Indonesia pada hari tersebut.

Indeks Standar Pencemar Udara (ISPU) merupakan indikator yang digunakan oleh KLHK untuk mengukur kualitas udara ambien di suatu lokasi. ISPU tidak memiliki satuan tertentu, namun angka yang dihasilkan digunakan untuk memberikan gambaran kondisi udara berdasarkan dampak yang mungkin ditimbulkan terhadap kesehatan manusia, hewan, dan tumbuhan, serta nilai estetika lingkungan. Kualitas udara yang diukur oleh ISPU memperhitungkan tujuh parameter pencemar udara utama, yaitu PM10, PM2.5, NO2, SO2, CO, O3, dan HC. Parameter-parameter ini dipantau melalui 72 stasiun pemantauan kualitas udara yang tersebar di berbagai wilayah di Indonesia.

Dalam Permen LHK No. 14 Tahun 2020 tentang Indeks Standar Pencemar Udara, terdapat beberapa kategori ISPU yang mencerminkan tingkat bahaya dari pencemaran udara. Kualitas udara dengan indeks 0-50 dianggap baik, yang berarti tidak ada dampak buruk signifikan terhadap kesehatan manusia maupun makhluk hidup lainnya. Indeks 51-100 dikategorikan sebagai kualitas udara sedang, yang meskipun belum menimbulkan bahaya serius, dapat mempengaruhi kesehatan kelompok rentan seperti lansia dan anak-anak.

Sementara itu, ketika indeks ISPU berada di rentang 101-200, kualitas udara dinyatakan tidak sehat. Pada kategori ini, risiko gangguan kesehatan meningkat, baik bagi manusia, hewan, maupun tumbuhan. Dengan indeks mencapai 113, udara di Kalimantan Barat pada pagi hari tersebut termasuk dalam kategori ini, yang berarti ada potensi bahaya bagi kesehatan, terutama bagi mereka yang sensitif terhadap polusi udara.

Kondisi lebih parah terjadi pada indeks 201-300, yang masuk dalam kategori sangat tidak sehat. Pada tahap ini, kelompok rentan seperti penderita penyakit pernapasan kronis atau mereka yang memiliki sistem imun lemah sangat berisiko mengalami gangguan kesehatan serius. Jika indeks ISPU melewati angka 300, maka kualitas udara diklasifikasikan sebagai berbahaya, yang memerlukan tindakan cepat untuk melindungi kesehatan masyarakat secara luas.

Selain Kalimantan Barat, wilayah lain di Indonesia juga mengalami kualitas udara yang kurang baik pada pagi hari tersebut. Jawa Barat, dengan indeks kualitas udara mencapai 109, menempati posisi kedua terburuk setelah Kalimantan Barat. Meskipun tidak seburuk Kalimantan Barat, kondisi ini menunjukkan bahwa udara di Jawa Barat juga masuk kategori tidak sehat. Di posisi ketiga, terdapat Kepulauan Riau dengan indeks 97, yang masih termasuk dalam kategori kualitas udara sedang.

Daftar 10 provinsi dengan indeks kualitas udara terburuk pada pagi hari Rabu, 18 September 2024, pukul 08.00 WIB menunjukkan bahwa sejumlah wilayah di Indonesia masih berjuang dengan permasalahan polusi udara. Meskipun tidak ada wilayah yang mencatatkan indeks kualitas udara yang masuk dalam kategori sangat tidak sehat atau berbahaya, kondisi ini tetap memprihatinkan.

 

Berikut daftar lengkap 10 provinsi dengan kualitas udara terburuk pada waktu tersebut:

  • Kalimantan Barat: 113
  • Jawa Barat: 109
  • Kepulauan Riau: 97
  • Jawa Tengah: 85
  • DKI Jakarta: 80
  • Jawa Timur: 77
  • Banten: 74
  • Yogyakarta: 64
  • Kalimantan Tengah: 61
  • Riau: 60

Meskipun tidak ada provinsi yang mencatatkan indeks ISPU di atas 200, kondisi di beberapa daerah tetap perlu diwaspadai. Polusi udara merupakan ancaman yang dapat mempengaruhi kesehatan manusia, terutama dalam jangka panjang. Oleh karena itu, langkah-langkah mitigasi yang tepat perlu diambil untuk mengurangi dampak buruk yang ditimbulkan oleh polusi udara.

 

Sumber Polusi Udara di Kalimantan Barat dan Faktor Pendukungnya

Kalimantan Barat, sebagai salah satu provinsi yang dikenal dengan kekayaan hutan tropisnya, ternyata menghadapi permasalahan polusi udara yang serius. Salah satu faktor utama yang berkontribusi terhadap tingginya angka pencemaran udara di wilayah ini adalah kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Kebakaran lahan, baik yang disengaja maupun tidak, sering kali menyebabkan kabut asap yang menyelimuti wilayah tersebut, menurunkan kualitas udara hingga tingkat yang membahayakan.

Kebakaran hutan di Kalimantan Barat umumnya terjadi pada musim kemarau, ketika lahan gambut yang kering mudah terbakar. Lahan gambut yang terbakar menghasilkan asap tebal yang mengandung partikel-partikel berbahaya seperti PM10 dan PM2.5, yang merupakan dua dari tujuh parameter pencemar yang diukur oleh ISPU. Partikel-partikel ini sangat berbahaya jika terhirup dalam jangka waktu lama, karena dapat menimbulkan gangguan pernapasan, iritasi mata, hingga penyakit yang lebih serius seperti kanker paru-paru.

Selain kebakaran hutan, aktivitas industri dan transportasi di Kalimantan Barat juga berkontribusi pada pencemaran udara. Emisi gas buang dari pabrik dan kendaraan bermotor melepaskan zat-zat berbahaya seperti karbon monoksida (CO) dan nitrogen dioksida (NO2) ke udara, yang jika terakumulasi dalam jumlah besar, dapat merusak kualitas udara. Hal ini semakin diperparah dengan kondisi geografis beberapa wilayah di Kalimantan Barat yang terkurung pegunungan, sehingga polusi udara sulit terdispersi.

Pemerintah Provinsi Kalimantan Barat, bersama dengan KLHK, telah melakukan berbagai upaya untuk menanggulangi masalah polusi udara ini. Salah satunya adalah dengan menggalakkan program reboisasi dan pencegahan kebakaran hutan melalui patroli serta sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya membakar lahan secara sembarangan. Selain itu, peningkatan pengawasan terhadap industri yang berpotensi mencemari udara juga menjadi salah satu prioritas.

Namun, upaya-upaya tersebut memerlukan partisipasi aktif dari masyarakat. Kesadaran akan pentingnya menjaga lingkungan dan kualitas udara yang sehat harus ditanamkan sejak dini. Mengurangi aktivitas yang berpotensi menambah polusi udara, seperti membakar sampah sembarangan atau menggunakan kendaraan bermotor tanpa keperluan mendesak, adalah langkah-langkah kecil yang dapat dilakukan oleh setiap individu untuk membantu menjaga kualitas udara di lingkungan mereka.

 

Dampak Jangka Panjang Polusi Udara bagi Kesehatan

Polusi udara, terutama yang berasal dari partikel-partikel halus seperti PM2.5, memiliki dampak yang signifikan terhadap kesehatan manusia. Dalam jangka pendek, paparan polusi udara dapat menyebabkan iritasi pada saluran pernapasan, batuk, dan sesak napas. Bagi mereka yang sudah memiliki riwayat penyakit pernapasan, seperti asma atau bronkitis, kondisi udara yang tercemar dapat memperburuk gejala penyakit tersebut.

Dalam jangka panjang, efek dari polusi udara dapat jauh lebih serius. Paparan berkepanjangan terhadap polutan seperti PM10 dan PM2.5 dapat menyebabkan gangguan pernapasan kronis, termasuk penyakit paru obstruktif kronis (PPOK) dan kanker paru-paru. Selain itu, polusi udara juga dikaitkan dengan meningkatnya risiko penyakit jantung dan stroke, serta gangguan pada sistem saraf, yang dapat berdampak pada penurunan fungsi kognitif.

Oleh karena itu, menjaga kualitas udara yang baik bukan hanya penting untuk kenyamanan hidup sehari-hari, tetapi juga untuk menjaga kesehatan masyarakat dalam jangka panjang. Dukungan dari pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sangat dibutuhkan untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan bebas dari polusi udara.

Kalimantan Barat, dengan kualitas udara terburuk pada pagi hari 18 September 2024, menghadapi tantangan besar dalam upaya menjaga lingkungan yang sehat. Tingginya tingkat pencemaran udara di wilayah ini menyoroti pentingnya langkah-langkah mitigasi yang lebih efektif, baik melalui pencegahan kebakaran hutan, pengawasan terhadap emisi industri, maupun edukasi kepada masyarakat tentang pentingnya menjaga lingkungan. Kesehatan kita, dan generasi yang akan datang, sangat bergantung pada kualitas udara yang kita hirup setiap hari.

Next Post Previous Post