Harapan Mantan Kepala OIKN: IKN Nusantara Jangan Ulangi Kesalahan Myanmar Pasca-Jokowi

  

Foto : Humasri

Mantan Kepala Otorita Ibu Kota Negara (OIKN), Bambang Susantono, mengungkapkan harapannya yang mendalam terhadap masa depan IKN Nusantara setelah era Presiden Joko Widodo (Jokowi) berakhir. Ia memiliki visi agar pembangunan IKN tak hanya berfokus pada aspek fisik, tetapi juga mempertimbangkan keseimbangan dengan elemen sosial dan budaya masyarakat yang akan tinggal di sana.

Dalam sebuah acara peluncuran buku bertajuk Membangun Kota Masa Depan Layak Huni dan Berkelanjutan yang digelar di Perpustakaan Nasional, Jakarta Pusat, Kamis (5/9), Bambang menjelaskan bahwa IKN harus dibangun dengan pandangan yang lebih luas daripada sekadar pengembangan properti. "Kita ini membangun kota, bukan sekadar proyek properti seperti yang dilakukan oleh developer. Kita tidak hanya membangun gedung, tapi kita membangun kota yang utuh," ujar Bambang dengan tegas.

Menurut Bambang, sebuah kota yang baik tidak hanya diukur dari kemegahan infrastrukturnya. Ia menegaskan bahwa esensi dari sebuah kota adalah warganya. Oleh karena itu, ia berpendapat bahwa yang perlu diprioritaskan dalam pembangunan IKN adalah masyarakatnya, bukan hanya sekadar infrastruktur yang terlihat megah di mata. "Masyarakat adalah inti dari kota itu sendiri. Infrastruktur memang penting, tetapi tanpa adanya kehidupan sosial yang kuat, kota itu hanya akan menjadi tumpukan bangunan yang kosong," tambahnya.

Selain itu, Bambang juga berharap agar IKN Nusantara dapat berkembang menjadi smart city di masa depan. Menurutnya, konsep smart city bukan hanya sekadar kota dengan teknologi canggih, tetapi juga kota yang ramah bagi warganya, menyediakan lingkungan yang nyaman, layak huni, serta mampu beradaptasi dengan kebutuhan masyarakat modern. Ia menyatakan bahwa siapapun yang kelak memimpin Otorita IKN di masa depan, harus memiliki visi yang jelas untuk mewujudkan hal ini.

Dalam penjelasannya, Bambang mengungkapkan bahwa Indonesia harus belajar dari kesalahan negara lain yang pernah melakukan pemindahan ibu kota, salah satunya adalah Myanmar. Ia menyebut Myanmar sebagai contoh kegagalan dalam membangun kota baru, terutama dalam konteks pemindahan ibu kota dari Yangon ke Naypyidaw. "Kita tidak ingin terjebak dalam kesalahan yang sama seperti yang terjadi di Myanmar. Mereka memang berhasil membangun ibu kota baru yang megah di Naypyidaw, fasilitasnya bagus, ada hotel-hotel mewah, fasilitas pemerintahan yang lengkap, bahkan ada dua lapangan golf dan kebun binatang. Tapi masalahnya, orangnya tidak ada. Kehidupan sosial di sana tidak terbentuk dengan baik," ujar Bambang dengan penuh penekanan.

Naypyidaw, ibu kota baru Myanmar, seringkali dianggap sebagai "kota mati" karena minimnya aktivitas dan interaksi sosial di antara warganya. Meski memiliki infrastruktur yang luar biasa, Naypyidaw tidak mampu menarik banyak penduduk untuk tinggal dan beraktivitas di sana. Ini adalah pelajaran berharga yang menurut Bambang harus dihindari oleh Indonesia dalam pembangunan IKN Nusantara.

Bambang berharap IKN Nusantara dapat menjadi contoh yang baik dalam pengembangan kota modern, yang tidak hanya mengutamakan fisik dan fasilitas mewah, tetapi juga kehidupan masyarakat yang sehat, aktif, dan berkelanjutan. Ia ingin IKN dapat menjadi kota yang benar-benar hidup, dengan masyarakat yang terlibat aktif dalam pembangunan dan pengelolaannya. "Kita ingin IKN menjadi contoh kota yang berhasil dalam menerapkan konsep smart city. Semoga kita bisa mewujudkannya di masa depan, siapapun yang memimpin Otorita IKN nanti," tambah Bambang.

Selain itu, Bambang juga mengkritisi beberapa miskonsepsi yang muncul di masyarakat terkait pembangunan IKN Nusantara. Ia menegaskan bahwa IKN Nusantara tidak dibangun dari nol seperti yang sering disalahpahami oleh beberapa pihak. Menurutnya, IKN Nusantara merupakan hasil dari perencanaan yang matang dan berbasis pada berbagai penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. "Banyak yang berpikir bahwa kita memulai IKN ini dari nol, padahal tidak. Ada banyak riset dan perencanaan yang sudah dilakukan untuk memastikan bahwa kota ini bisa menjadi kota masa depan yang layak huni dan berkelanjutan," jelas Bambang.

Ia juga menyatakan bahwa pembangunan IKN tidak bisa hanya mengandalkan pendekatan fisik atau teknologi semata, tetapi harus melibatkan seluruh elemen masyarakat. Tanpa adanya dukungan dari masyarakat, kota baru tersebut akan sulit berkembang sesuai harapan. "Kita membangun untuk masyarakat, jadi masyarakat harus terlibat dalam prosesnya. Itu yang membuat kota menjadi hidup," tambahnya.

Dengan segala harapan yang ia sampaikan, Bambang optimis bahwa IKN Nusantara memiliki potensi besar untuk menjadi kota yang tidak hanya maju secara teknologi, tetapi juga berfungsi sebagai pusat kehidupan sosial yang dinamis. Ia berharap pemerintah dan pihak terkait bisa menjaga keseimbangan antara pembangunan fisik dan pembangunan sosial agar kota ini tidak mengalami nasib yang sama dengan Naypyidaw di Myanmar.

Meski Jokowi dipandang sebagai penggagas utama proyek pemindahan ibu kota ini, Bambang menegaskan bahwa keberhasilan IKN tidak boleh bergantung pada satu orang saja. Ia berharap siapapun yang memimpin Otorita IKN di masa depan bisa melanjutkan visi dan misi pembangunan yang telah direncanakan. "IKN bukan proyek yang selesai dalam waktu singkat. Ini adalah proyek jangka panjang yang memerlukan komitmen dari berbagai pihak, termasuk pemimpin di masa depan," tegas Bambang.

Pada akhirnya, pembangunan IKN Nusantara adalah tentang menciptakan lingkungan yang layak bagi masyarakat untuk hidup, berkembang, dan berkontribusi bagi bangsa. Tantangan ke depan adalah bagaimana memastikan bahwa IKN tidak hanya menjadi simbol kemajuan fisik, tetapi juga menjadi tempat di mana kehidupan sosial, budaya, dan ekonomi masyarakat bisa tumbuh secara berkelanjutan.

Next Post Previous Post