Perjuangan Mahasiswa Kalimantan Barat: Mengawal Demokrasi di Tengah Revisi UU Pilkada

  

Foto : TribunNews

Pada hari Jumat yang penuh semangat, ratusan mahasiswa dari berbagai universitas di Kalimantan Barat turun ke jalan dengan satu tujuan: memastikan bahwa hak-hak demokrasi masyarakat tetap terjaga dan tidak dikorbankan oleh kepentingan politik yang sempit. Aksi ini, yang mereka beri nama "Digulis Memanggil," merupakan respons atas rencana revisi Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) dan bertujuan untuk mengawal putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait persyaratan dalam pilkada.

 

Awal Pergerakan: Aksi Damai di Tugu Digulis

Pagi itu, di Tugu Digulis, yang dikenal sebagai simbol perlawanan dan semangat juang mahasiswa Kalimantan Barat, ratusan mahasiswa berkumpul dengan penuh antusiasme. Mereka tidak datang hanya sebagai individu, tetapi sebagai bagian dari aliansi yang kuat, terdiri dari berbagai organisasi mahasiswa dan masyarakat sipil. Dengan semangat membara, mereka berencana untuk melanjutkan aksi mereka ke Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kalimantan Barat.

Salah satu peserta aksi, Juanda, dengan tegas menyatakan bahwa aksi ini dilakukan untuk menolak revisi UU Pilkada yang dinilai dapat merugikan masyarakat dan untuk mengawal putusan MK agar tidak diabaikan oleh pemerintah dan para pemangku kepentingan lainnya. "Kami hadir di sini hari ini untuk menyuarakan penolakan kami terhadap revisi UU Pilkada. Ini bukan hanya tentang undang-undang, ini tentang masa depan demokrasi di negara kita," kata Juanda di Pontianak.

 

Dari Tugu Digulis ke Gedung DPRD: Long March dengan Semangat Demokrasi

Setelah berkumpul di Tugu Digulis, para mahasiswa memulai long march menuju Gedung DPRD Kalbar. Mereka bergerak dengan tertib, membawa spanduk dan poster yang mengekspresikan penolakan mereka terhadap RUU Pilkada. Sepanjang jalan, mereka meneriakkan yel-yel yang menggemakan kekecewaan mereka terhadap kebijakan yang dianggap tidak berpihak pada rakyat.

Pesan yang disampaikan dalam aksi ini sangat jelas: mereka menolak keras segala bentuk kebijakan yang dapat merusak sistem demokrasi, terutama yang berkaitan dengan pemilihan kepala daerah. Tuntutan mereka meliputi penghentian pembahasan revisi UU Pilkada, desakan kepada Presiden dan DPR untuk menghentikan pembahasan tersebut, serta penegasan agar KPU mematuhi putusan MK.

Ketika massa tiba di Gedung DPRD Kalbar, mereka diterima oleh dua anggota dewan, Angel dari PDI Perjuangan dan Sueb dari Partai Hanura. Kedua anggota dewan ini menyampaikan apresiasi mereka atas kesadaran dan partisipasi aktif mahasiswa dalam mengawal proses demokrasi. Angel menegaskan bahwa meskipun sebagian besar anggota DPRD sedang berada di luar kota, aspirasi yang disampaikan oleh para mahasiswa akan dibawa ke meja pimpinan untuk dibahas lebih lanjut.

"Kami sangat menghargai semangat kalian dalam memperjuangkan hak-hak demokrasi. Apa yang kalian lakukan hari ini adalah bukti bahwa generasi muda kita memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masa depan bangsa ini," ujar Angel di hadapan para mahasiswa.

 

Respon Masyarakat dan Lanjutan Perjuangan

Aksi ini tidak hanya menarik perhatian para pemangku kebijakan, tetapi juga masyarakat luas yang merasa khawatir dengan potensi perubahan sistem pemilihan kepala daerah yang dapat merugikan rakyat. Dukungan moral datang dari berbagai lapisan masyarakat yang hadir di lokasi aksi, memberikan semangat kepada para mahasiswa untuk terus berjuang.

Pak Burhan, seorang tokoh masyarakat yang turut hadir, menyampaikan pandangannya tentang aksi ini. Menurutnya, aksi mahasiswa ini merupakan bukti nyata bahwa generasi muda Kalimantan Barat memiliki kepedulian yang tinggi terhadap masa depan daerah dan bangsa mereka. "Mahasiswa adalah agen perubahan. Mereka yang akan menentukan arah masa depan negara ini. Dan aksi seperti ini menunjukkan bahwa mereka benar-benar memahami peran mereka dalam menjaga demokrasi," ujarnya.

Meskipun aksi ini mendapatkan banyak dukungan, hingga saat ini belum ada pernyataan resmi dari DPRD Kalimantan Barat terkait tuntutan yang disampaikan oleh para mahasiswa. Namun, massa aksi telah berkomitmen untuk terus melanjutkan demonstrasi mereka hingga tuntutan mereka didengar dan direspons dengan serius oleh para pemangku kebijakan.

 

Menghadapi Tantangan dan Menyusun Strategi Lanjutan

Setelah aksi di depan Gedung DPRD, para mahasiswa kembali berkumpul untuk mengevaluasi aksi mereka dan menyusun rencana ke depan. Mereka sadar bahwa perjuangan ini tidak akan selesai dalam satu hari. Oleh karena itu, mereka merencanakan aksi lanjutan dengan strategi yang lebih matang dan terkoordinasi.

Salah satu rencana yang mereka susun adalah untuk menggalang dukungan lebih luas dari mahasiswa di seluruh Kalimantan Barat, bahkan di tingkat nasional. Mereka juga merencanakan untuk mengadakan diskusi-diskusi publik yang melibatkan akademisi, tokoh masyarakat, dan praktisi hukum untuk memperkuat argumen mereka dan menyebarkan kesadaran tentang pentingnya menjaga integritas demokrasi.

"Kami akan terus berjuang. Ini bukan hanya soal menolak revisi UU Pilkada, tetapi soal mempertahankan prinsip-prinsip dasar demokrasi yang telah diperjuangkan oleh pendiri bangsa ini," ujar salah satu koordinator aksi dalam diskusi pasca aksi.

Selain itu, mereka juga berencana untuk mengirimkan surat resmi kepada Presiden, DPR, dan MK, yang berisi tuntutan dan argumentasi mereka secara rinci. Surat ini diharapkan dapat menjadi alat tekanan politik yang lebih formal dan memperkuat posisi mereka dalam memperjuangkan tuntutan-tuntutan tersebut.

 

Harapan untuk Masa Depan Demokrasi

Aksi "Digulis Memanggil" ini, meskipun masih dalam tahap awal, telah menunjukkan bahwa mahasiswa Kalimantan Barat memiliki kesadaran politik dan semangat juang yang tinggi. Mereka tidak hanya bersuara untuk diri mereka sendiri, tetapi juga untuk seluruh rakyat Indonesia yang mungkin tidak memiliki akses atau kekuatan untuk menentang kebijakan yang merugikan.

Para mahasiswa berharap bahwa aksi ini dapat menjadi inspirasi bagi mahasiswa di daerah lain untuk bangkit dan berjuang demi demokrasi yang lebih baik. Mereka juga berharap bahwa pemerintah dan DPR dapat mendengar suara mereka dan mempertimbangkan ulang rencana revisi UU Pilkada yang kontroversial ini.

"Demokrasi bukanlah sesuatu yang diberikan begitu saja. Demokrasi harus diperjuangkan dan dijaga oleh setiap generasi. Dan itulah yang kami lakukan di sini. Kami berjuang untuk memastikan bahwa hak-hak rakyat tidak diabaikan dan bahwa demokrasi tetap hidup di negeri ini," kata Juanda, yang menjadi salah satu suara terdepan dalam aksi ini.

 

Komitmen untuk Terus Berjuang

Aksi "Digulis Memanggil" ini mungkin hanya salah satu dari banyak aksi serupa yang akan terjadi di berbagai daerah di Indonesia. Namun, yang membuatnya istimewa adalah semangat dan keteguhan para mahasiswa Kalimantan Barat untuk mempertahankan nilai-nilai demokrasi di tengah tantangan yang tidak mudah.

Mereka menyadari bahwa jalan yang mereka tempuh tidak akan selalu mulus. Akan ada tantangan, rintangan, dan mungkin bahkan penolakan dari pihak-pihak yang merasa terganggu oleh perjuangan mereka. Namun, mereka juga tahu bahwa perjuangan ini adalah bagian dari tanggung jawab mereka sebagai generasi penerus bangsa.

"Kami tidak akan berhenti sampai di sini. Kami akan terus berjuang, tidak hanya untuk diri kami sendiri, tetapi untuk seluruh rakyat Indonesia. Karena kami percaya bahwa demokrasi adalah milik kita semua, dan kita semua memiliki tanggung jawab untuk menjaganya," kata seorang mahasiswa dalam orasinya, yang diiringi dengan tepuk tangan meriah dari rekan-rekannya.

Dengan semangat yang terus menyala, para mahasiswa ini bertekad untuk melanjutkan perjuangan mereka, memastikan bahwa demokrasi di Indonesia tetap tegak dan hak-hak rakyat tetap terlindungi. Aksi "Digulis Memanggil" bukan hanya sekedar protes, tetapi sebuah panggilan untuk seluruh rakyat Indonesia untuk turut serta dalam menjaga dan memperjuangkan demokrasi.

Next Post Previous Post