Kontroversi His Only Son dalam Pandangan Tokoh Kalbar
Kontroversi Film His Only Son
Nyaris sebulan Film His Only Son dilarang ditayangkan di bioskop-bioskop di seluruh Indonesia, tepat nya sejak Wakil Ketua Komisi VIII DPR RI Ace Hasan Syadzily meminta film His Only Son dihentikan penayangannya di Indonesia. Banyak pihak menentang tindakan dari ketua Komisi VIII tersebut, dimana tindakannya dianggap sebagai bentuk Intoleransi beragama di Indonesia oleh banyak Pihak.
Menurutnya alur cerita dari film itu penuh dengan kontroversi karena tidak menyajikan kisah sejarah Nabi Ibrahim As dari perspektif agama Islam. “Beredarnya film His Only Son di Indonesia sebaiknya dihentikan atau dilarang Tayang (banned).
“Narasi film ini penuh dengan kontroversi. Muatan film ini tidak seperti pemahaman selama ini tentang sejarah Nabi Ibrahim As yang diyakini umat Islam di Indonesia pada umumnya,” kata Ace dalam siaran pers dikutip laman DPR RI.
Menurut Ace film itu melenceng dari agama Islam. Pasalnya, Islam meyakini bahwa Nabi Ibrahim mempunyai dua anak yaitu Nabi Ismail dan Nabi Ishak. Dalam film His Only Son, Ismail putra Nabi Ibrahim dan Siti Hajar tidak diakui.
“Jika pemahaman seperti yang tergambar dalam film ini beredar luas, maka sesungguhnya sama saja dengan meniadakan keterkaitan ajaran Islam dengan sejarah Nabi Ibrahim AS,” kata Ace.
Tanggapan Tokoh Pluralisme Kalbar
Pada tahun politik ini tak banyak tokoh yang berani bersuara terkait kontroversi Film His Only Son meski praktek pelarangan itu melukai banyak pihak, terutama bagi kaum minoritas di Indonesia.
Makarius Sintong, seorang anggota Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) Kalimantan Barat menyayangkan tindakan Wakil Ketua Komis VIII tersebut.
” Siapapun berhak mengekspresikan sikap keberagaman mereka dan itu di lindungi oleh Undang-undang,”seru Makarius Sintong saat dimintai pendapatnya oleh Senin (02/10/23). Menurutnya siapapun berhak untuk mengekspresikan keberagaman mereka didepan umum.
“Kebebasan mengekpresikan itu termuat dalam Undang-undang dasar 1945 pasal 29 ayat 2 dimana disitu jelas berbunyi Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu.”
Makarius mengungkapkan bahwa selama semangat mengekpresikan itu tidak melecehkan agama lain secara langsung maka tidak ada yang boleh melarang. Sementara larangan Wakil Ketua Komisi VIII itu sendiri agak sedikit rancu sebab alasan toleransi yang disebutkannya justru melanggar kebebasan orang lain yang juga berhak atas pandangan berbeda terkait keimanan yang dianut.
“Toleransi tidak dapat dimaknai harus mengakomodir ajaran yang bukan menjadi ajarannya. Jika ajaran agama lain dipaksakan untuk ditaati oleh masyarakat lain yang berbeda keyakinan maka tafsirannya yang menurut saya salah. Perbedaan pandangan itu biasa dan tak perlu disamakan, selama tidak ada ekspresi kebencian maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan. Justru tindakan menutup pandangan agama orang lain karena tidak mengikuti pandangan agamanya adalah tindakan intoleransi,” jelasnya panjang.
“Jika ingin Film dengan pandangan agamanya sendiri maka silahkan buat pembandingnya dengan membuat film dengan objek yang sama tapi dengan perspektif agama yang dia anggap benar dan bukan melarang Film yang menjadi tuntutan bagi agama lain,” pungkasnya.
Latar Belakang Film yang dilarang.
Kini, anak yang ia tunggu sejak lama harus ia korbankan. Abraham sempat termenung menatap putranya yang sedang berbaring di atas meja persembahan. Lantas, bagaimana Abraham menghadapi ujian atas imannya itu?.